DIPLOMASI PADA ERA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY)
Dosen : Rachmayani, M.Si
Kelompok 12 :
Hema Dwi Ariyani 2016230014
Anna Cendana Loka 2016230016
Okto Orlando Jonatan 2016230019
Adelia Vianca 2016230055
Syifaurrohmah N 2016230138
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (IISIP)
JAKARTA
Kelompok 12 :
Hema Dwi Ariyani 2016230014
Anna Cendana Loka 2016230016
Okto Orlando Jonatan 2016230019
Adelia Vianca 2016230055
Syifaurrohmah N 2016230138
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (IISIP)
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Terpilihnya Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) secara demokratis sebagai Presiden
Indonesia pada tahun 2004, memunculkan sejumlah harapan
publik dalam menyelesaikan berbagai permasalahan domestik akibat krisis 1997. Salah
satu tugas berat SBY adalah melakukan revitalisasi peran internasional Indonesia agar
dapat kembali berperan aktif dalam berkontribusi terhadap permasalahan internasional maupun
pemenuhan kepentingan nasional melalui instrumen politik luar negeri. Peringatan ke-50
Konferensi Asia-Afrika pada April 2005 dengan menawarkan kerja sama New Asian-African Strategic Partnership (NAASP)
merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia
dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam pergaulan masyarakat internasional.
Million friends zero enemy merupakan sebuah semboyan yang hadir
menghiasi kebijakan luar negeri Indonesia era presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah terpilihnya beliau untuk yang kedua kalinya. Sebuah
semboyan yang dimaksudkan untuk menampilkan Indonesia sebagai negara yang mampu menjalin
kerjasama ke segala penjuru (all direction foreign Policy) dalam dunia
yang sedang bergejolak sebagaimana dilukiskan presiden
SBY lewat kiasan “navigating a turbulent ocean” (mengarungi samudera
bergejolak).
Dapat dintisarikan, bahwa pemerintah meyakini era
sekarang mendorong perlunya sikap kerjasama tanpa
menunjukkan keberpihakan. Dengan kata lain,
semboyan million friends zero enemy yang
dilandasi atas prinsip tanpa musuh penting untuk menjadi
penekanan netralitas sikap Indonesia ditengah pusaran
gejolak polaritas yang semakin kompleks.
Indonesia era
presiden SBY hendak mengimajinasikan suatu dunia yang
memungkinkan kerjasama antara negara-negara Utara dan
Selatan. Sebagaimana diungkapkan Dino Patti Djalal (2009, 107): "Filosofi
kerjasama antarnegara presiden SBY ke Utara ke Selatan itu oke. Siapa punyang
pro-Indonesia, kita akan mengulurkan tangan.” Dalam diskursus
war on terror kontemporer, million
friends zero enemy seolah ingin menunjukkan bahwa Indonesia dapat melakukan kolaborasi
diantara dua nilai yang secara teoritis maupun praksis acap
kali menjadi oposisi
biner, yakni nilai Islam dan demokrasi. Berikut ini
merupakan contoh pernyataan Presiden SBY mengenai Islam demokratis sebagai berikut:
“Indonesia akan menjadi model bahwa tidak perlu ada
konflik antara Islam dengan modernitas dan demokrasi. Kami harus mempertahankan
Islam kami yang moderat” (Yudhoyono, 2009).
Berangsur-angsur
Indonesia mengalami transisi citra ke arah yangpositif. Reputasi positif
diperlukan guna mengklarifikasi adanya mispersepsi publik Internasional kepada Indonesia yang
semula diasosiasikan
sebagai surga koruptor, pelanggar Hak Asasi Manusia, dan
sarang terroris. Dalam derajat tertentu, citra positif
tersebut turut berkontibusi menjadikan Indonesia sebagai pemegang amanah tuan rumah
berbagai forum Internasional, sekaligus menjadikan Presiden
SBY sebagai presiden yang sepanjang sejarahnya paling
sering menjadikan
Indonesia sebagai tuan rumah forum Internasional. Posisi
Indonesia dalam konstelasi global menjadi semakin krusial
dengan terlibatnya
Indonesia dalam G-20. Sedangkan dalam kancah regional
Asia Tenggara, Indonesia didaulat menjadi ketua ASEAN
tahun 2011.Bahkan Presiden SBY secara pribadi sempat menjadi salah satu
kandidat peraih nobel perdamaian, serta yang terbaru diwacanakan sebagai
kandidat Sekjen Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Memahami alasan
pemilihan redaksional million friend
agaknya cukup sulit dimaknai secara nalar. Jika diperhatikan, jumlah total negara didunia
tentu jauh dari angka satu juta. Namun alasan pemerintah
memilih ungkapan satu juta sahabat karena dilandasi oleh
kesadaranjika sahabat Indonesia bukan hanya negara. Hubungan Interasional
saatini bukan lagi hubungan antar negara, melainkan juga diplomasi antar
individu (people
to people). Dengan kata lain, tantangan yang harus
dihadapi Indonesia masa kini semakin kompleks, layaknya
mengarungi samudera bergejolak. Dalam istilah yang berbeda, menlu Marty Natalegawa
mendeskripsikan samudera bergejolak dengan ungkapan
keseimbangan dinamis (dynamic
equillibrium), dimana kondisi multipolaritas yang senantiasa dinamis tanpa adanya
kekuatan dominan tunggal. Sebuah kondisi yang memungkinkan berbagai negara
berinteraksi secara saling menguntungkan (Tan 2007, 150).
Melalui semboyan million friends zero
enemy, Indonesia berusaha untuk tidak
terjebak dalam dikotomi antarpolaritas.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di atas dapat disimpulkan pertanyaan
sebagai berikut :
a.
Bagaimana
diplomasi Indonesia saat era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)?
b.
Bagaimana
kondisi Indonesia di bawah kebijakan-kebijakan luar negeri era Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) melalui diplomasi soft power nya?
c.
Bagaimana
pola politikluar negeri Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) guna mencapai
tujuan-tujuan diplomasi Indonesia menggunakan prinsip
“Million friends, zero enemy”?
1.3 Tujuan Penulisan
a.
Agar mahasiswa, atau pembaca
dapat mengetahui tentang diplomasi
Indonesia di saat era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
b.
Untuk
mengetahui kebijakan apa saja yang dikeluarkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) guna mencapai tujuan-tujuan diplomasi Indonesia pada masa pemerintahannya
c.
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
d.
Diajukan sebagai pemenuhan tugas mata
kuliah Sejarah Diplomasi Indonesia
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Perspektif Liberalisme
Dalam mempermudah pemecahan masalah, diperlukan adanya
suatu kerangka teori atau konsep dasar sebagai acuan untuk mempermudah
penulisan dan analisa dalam makalah. Konsep dasar harus berpijak berdasarkan
pada teori-teori yang dapat di pertanggungjawabkan dan dibuktikan secara
empiris. Berikut adalah penjabaran dari teori dan konsep yang digunakan dalam
makalah ini:
Teori Liberalisme
Setelah Perang Dunia I berakhir, muncul berbagai teori
dan perspektif berbeda dari para penstudi Hubungan Internasional.Teori dan
perspektif tersebut bertujuan untuk dapat mengakhiri peperangan dan menjelaskan
fenomena-fenomena global secara empiris.Namun, berbagai perspektif berbada
tersebutlah yang mengakibatkan adanya The Great Debates dalam Hubungan
Intenasional. Salah satu debat yang paling klasik adalah antara realisme dan
liberalisme. Berbeda dengan realisme yang pesimis akan sifat alamiah manusia, pendekatan
perspektif liberalisme berfokus pada optimisme sifat positif manusia. Sehingga
dalam asumsi dasar, konsep-konsep, serta posisinya dalam dinamika dunia
internasional, liberalisme menggunakan fokus tersebut.
Sebenarnya liberalisme sudah ada sejak abad ke-17, dan
banyak dipengaruhi oleh esai-esai karya Immanuel Kant pada tahun 1795 yang
berjudul Perpetual
Peace.Namun, lieberalisme sebagai perspektif baru muncul pada abad
ke-20, tepatnya setelah Perang Dunia I. Ketika itu liberalisme memiliki banyak
andil dalam pembuatan kebijakan dalam hubungan internasional dan opini publik
(Dunne, 2001: 110).bLiberalisme sebagai perspektif sendiri muncul akibat rasa
trauma manusia atas perang-perang yang terjadi.Dengan dampak perang yang begitu
merugikan, manusia merasa membutuhkan sesuatu untuk dapat meraih perdamaian
dunia.Sehingga muncullah perpektif liberalisme dalam Hubungan Internasional
sebagai salah satu upaya untuk dapat melembagakan perdamaian dunia.
Liberalisme memiliki lima karakteristik yang dapat
menjadi pembeda dengan perspektif lain.
a.
Pertama,
liberalisme memiliki pandangan positif terhadap sifat manusia.
b.
Kedua,
yakin bahwa sejarah dapat memberikan perubahan terhadap hubungan internasional.
c.
Ketiga,
kaum liberal menganggap kedudukan politik internasional dan politik domestik
sama penting, karena liberalisme berfokus pada tatanan politik internasional
maupaun politik domestik.
d.
Keempat,
kaum liberal menilai bahwa kerjasama ekonomi antarnegara sangat dibutuhkan,
karena dengan ketergantungan ekonomi negara dapat mencegah terjadinya perang.
e.
Kelima,
menekankan pada efek positif dalam hubungan internasional. Kaum liberal juga
berpendapat bahwa perdamaian dan stabilitas dunia dapat dicapai apabila manusia
dapat bekerjasama dengan baik, serta dihargai hak martabatnya.
Liberalisme beranggapan bahwa kerjasama merupakan suatu
hal yang penting dalam hubungan antarnegara.
Dengan dasar optimisme terhadap sikap manusia, kaum
liberal yakin bahwa akal pikiran manusia dapat tiba pada kerjasama yang
menguntungkan dan akhirnya dapat mengakhiri perang (Jackson dan Sorensen, 1999:
142).
2.1.1
Asumsi-Asumsi Dasar Liberalisme
1. Kaum Liberal percaya bahwa seluruh umat manusia
adalah makhluk rasional. Rasionalitas bisa digunakan dalam dua cara yang
berbeda:
a. Dalam pengertian instrumen, sebagai kamampuan
untuk mengungkapkan pkiran dan mengejar ‘kepentingan’ seseorang.
b. Kemampuan untuk memahami prinsip-prinsip moral
dan hidup berdasarkan aturan hukum.
2. Kaum liberal menilai kebebasan individu di atas
segalanya.
3. Liberalisme berpandangan positif atau progresif
tentang karateristik manusia. Kaum liberal percaya bahwa perubahan-perubahan
dalam hubngan internasional merupakan hal yang sangat mungkin dicapai.
4. Kaum liberal enekankan kemungkinan bagi agensi
manusia untuk memengaruhi perubahan.
5. Dengan berbagai cara, liberalisme menentang
pembagian antara wilayah domestik dan internasional:
a. Liberalisme merupakan pada beberapa konsepsi
tentag suatu komunitas umat manusia yang uniersal yang melmpui
pengidentisikasian diri denan dan keanggotaan dari komunitas negara-bangsa.
b. Konsep kaum liberal tentang interpedensi dan
masyarakat dunia menyatakan bahwa dalam dunia kontemporer batas-batas
antar-negara menjadi lebih mudah ditembus.
2.1.2
Negara dan Kekusaan menurut Liberalisme
Liberalisme menganggap negara
sebaik-baiknya sebgai ‘sosok ancaman yang diperlukan’ (necessary evil). Kaum
liberal juga membuat suatu pembedaan di antara berbagai macam bentuk negara.
Rezim otoritarian atau tiran yang kekuasaannya tidak dikontrl sangat berpeluang
memiliki perilaku yang makin kejam atau
agresif, sedikit sekali menghormati hak asasi manusia, atau peduli penderitaan
manusia. Sebaliknya, di negara-negara demokrasi-liberal, keberadaan negara
dipandang sebagai ‘penengag netral’ (neutral abriter) di antara berbagai
kepentingan yang saling bersaing dalam suatu masyarakat yang terbuka dan
prural. Negara memberikan kerangka acuan (secara hhuku dan politik) yag di
dalamnya memungkinkan seseorang untuk enjalankan urusan sehari-hari dengan
perasaan aman dari bahaya, sehingga berbabagai jenis kesepakatan akan
dilindungi dan orang-orang akan mampu mengejar berbagai tujuan dan kepentingan
mereka tanpa ada larangan, namun dengan catatan bahwa mereka tida membahayakan
orang lain.
Pemikiran tentang kebutuhan atas
kontrol kekuasaan negara ini memunculkan konsep pluralise yang liberal. Pada
awalnya penggunaan stilah pruralisme mengac pada kepercayaan terhadap kebutuhan
unuk mendistribusikan kekuasaan politik melalui beberapa institusi, yang tak
atu pun berkuasa. Misalnya, dalam demokrasi liberal, peerintah mempunyai
kekuasaan eksekutif dan legislatif tertentu dan berkuasa atas kekuatan tentara
atau kepolisian atau yang disebut sebagai badan kekuasaaan negara yang punya
kecederungan untuk mengancam.
Kaum liberal sangat serius
menanggapi gagasan bahwa rakyat bisa meluaskn pengaruh. Sejauh kekuasaan dapat
dilihat sebagai kapasitas untuk bertindak guna meningkatkn keuntugan atau untuk
memengaruhi hasil suatu peristiwa atau sebuah keputusan, kaum liberal percaya
bahwa kekuasaan disebarkan pada serangkaian intitui dan di antara berbagai
negara dan aktor non-negara. (Steans dan Pettiford, 2012)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Profil
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Dr. H.
Susilo Bambang Yudhoyono atau yang biasa disebut SBY lahir pada 9 september 1949di Pacitan,
jawa timur. Beliau adalah seorang ilmuan
yang berhasil mendapat gelar Master in Management dari Webster University di Amerika Serikat
pada tahun 1991. Kemudian beliau melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor pada
tahun 2004 dan berhasil mendapatgelar Doktor Ekonomi Pertanian. Pada tahun 2005
beliau mendapat anugrah dua Doctor Honoris Causa. Masing-masing almamaternya Webster
University di Ilmu Hukum dan dari Thammasat University di Thailand untuk bidang
ilmu politik. Selain itu beliau juga mendapatkan lulusan terbaik AKABRI Darat di tahun 1973
dan terus mengabdi seba gaiperwira TNI selama 27 tahun. Beliau juga meraih
pangkat jenderal TNI tahun 2000. Disepanjang masa itu, beliau juga mengikuti berbagai
serangkaian pendidikan dan pelatihandiindonesia dan luar negeri antara lain
seskoad dan command and general staff college diAmerika Serikat. Selain di
dalam negeri, beliau juga bertugas pada misi-misi luarnegeri seperti ketika menjadi Chief Military
Observer United Nations Peace KeepingOperations (CMO UNPKO) dan Komandan
Kontingen Indonesia di Bosnia Herzegovina pada1995-1996. Setelah mengabdi
sebagai perwira TNI selama 27 tahun, beliau mengalamipercepatan masa pensiun maju
5 tahun ketika menjabat Menteri di tahun 2000. Atas pengabdiannya, beliau
menerima 24 tanda kehormatan dan bintang jasa, diantaranya Satya Lencana PBB
UNPKF, Bintang Dharma dan Bintang Maha Putra Adipurna. Atas jasa-jasanyayang
melebihi panggilan tugas, beliau menerima bintang jasa tertinggi di Indonesia,
Bintang Republik Indonesia Adipurna.
Seperti yang kita
ketahui bahwa Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI yang ke enam dan
presiden yang pertama dipilih langsung oleh rakyat indonesia bersama Drs. M.
Jusuf kalla sebagai wakil presidenya. Beliau dipilih dalam pemilihan presiden pada thun
2004. Dan MPR melantik beliau pada menjadi presiden pada 20 Oktober 2004.
Sebelum dipilih oleh rakyat dalam pemilihan presiden langsung, SBY melaksanakan
banyak tugas pemerintahan yaitu sebagai
Menteri Pertambangan dan Energi serta Menteri Koordinator Politik,
Sosial dan Keamanan pada Kabinet Persatuan Nasional di jaman Presiden
Abdurrahman Wahid. Beliaujuga bertugas sebagai Menteri Koordinator Politik dan
Keamanan dalam Kabinet Gotong Royongdi masa Presiden Megawati Soekarnoputri.
Selain itu, beliau juga pernah menjabat sebagai Co-Chairman of the Governing
Board of the Partnership for the Governance Reform. Beliau adalah juga Ketua Dewan Pembina di
Brighten Institute, sebuah lembagakajian tentang teori dan praktik kebijakan
pembangunan nasional. Tak hanya itu, padabeberapa tahun terakhir. SBY juga
berperan aktif di berbagai forum internsional yaitu upayapenyelamatan
lingkungan hidup, pelaksanaan konfereni bali mengenai perubahan iklim
yangmenghasilkan copenhagen accord. SBY juga memprakarsai terbentuknya Coral TriangleInitiative, yang
merupakan upaya kerjasama antara Indonesia, Malaysia, Philipina, PapuaNugini,
Kepulauan Solomon, Timor Leste dan Brunei Darussalam, dalam
melindungikeanekaragaman sumber daya hayati lautan di wilayah ini, serta
terbentuknya Forest - 11 (F11), kelompok negara-negara pemilik hutan tropis di
dunia.
SBY juga dikenal
sebagai penggemar baca dengan mengoleksi ribuan buku dan dan telahmenulis
sejumlah buku dan artikel seperti: Transforming Indonesia: Selected
InternationalSpeeches (2005), Peace deal with Aceh is just a beginning (2005),
The Making of aHero (2005), Revitalization of the Indonesian Economy: Business,
Politics and Good Governance (2002), dan Coping with the Crisis - Securing the Reform (1999).
Ada pulaTaman Kehidupan, sebuah antologi yang ditulisnya pada 2004.
SBY menikah dengan
ibu Ani Herrawati dan mereka dikaruniai dua anak laki-laki, anak yangpertama
adalah Kapten Inf. Agus harimurti Yudhoyono merupakan lulusan terbaik militer
ditahun 2000 dan telah menyelesaikan Program Master di bidang Strategic Studies
di IDSS, Nanyang Technological University, Singapura. Pada akhir bulan mei 2010 yang
bersangkutanjuga telah menyelesaikan Program Master di bidang Public Policy
di Kennedy School of Goverment, Harvard University, Amerika Serikat. Dan
Telah menikah dengan Annisa Larasati Pohan, dan dikaruniai seorang putri,
Almira Tunggadewi Yudhoyono. kemudian anak keduanya adalah Edhie Baskoro Yudoyhono, yang merupakan lulusan bachelor of Commerce Finance
dan Electronic Commerce dari Curtin University of Technology, Perth, Western Australia.
Serta lulusan Program Master bidang International Political Economy di
S.Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University
(NTU) Singapura.
Dan sampai Saat ini aktif sebagai anggota DPR RI dan sebagai Sekretaris
Jenderal Partai Demokrat.
3.2 Karakteristik Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Beda pemimpin beda
juga karakter individu maupun cara kepemimpinannya, apabila padamasa orde baru
dibawah kepemimpinan Soeharto yang cenderung bergaya otoriter danmiliteristik
dan untuk diterapkan kembali pada era sekarang ini bisa dikatakan sulit
karena,adanya peningkatan kebebasan baik itu bagi rakyat dan pers yang luas.
Karena, adanya peningkatan pada kebebasan pada era sekarang ini akan
mempengaruhi gaya kepemimpinan kepala negara di era reformasi sekarang ini.
Untuk itu makalah ini akan mencoba menganalisis karakter kepemimpinan SBY dari
berbagai indikator-indikator gaya kepemimpinan yang ada.
a.
SBY
Dalam Tipe Militeristik
Pada analisis
pertama karakteristik kepemimpinan SBY dikaitkan dengan militeristik. Hal ini
bisa disebabkan karena, yang mempengaruhi corak kepemimpinan suatukepala negara
bisa berupa pengalaman dan pendidikannya. Karena seperti yang masyarakat
ketahuim dari segi pendidikan danpengalaman ini lah yang mengindikasikan SBY
memiliki gaya kepemimpina yang militeristik, SBY merupakan lulusan AKABRI
terbaik dan mengabdi kepada TNI selama 27tahun, serta meraih pangkat jendral
pada tahun 2000. Meskipun SBY cukup lama berkecimpung di dunia militer, SBY juga berkembang dalam
pendidikan sipil seperti meraihgelar Master in Management dari Webster
University pada tahun 1991 dan melanjutkanstudinya di Institut Pertanian Bogor
dan pada tahun 2004 meraih gelar doktor dalam bidang
ekonomi pertanian.
Meskipun SBY telah
lama menyesuaikan diri dengan kepemimpinan sipil yang egaliter dandemokratis
tetapi budaya militer sebagai dasar pembentukan karakter kepemimpinan SBYtidak
bisa hilang begitu saja. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa contoh kasus
gaya kepemimpinan militeristik SBY yang masih melekat, seperti beberapa kali
memarahi menterinya didepan umum, memarahi para bupati dan walikota seluruh
Indonesia yang tidur ketika SBY sedang berpidato. Selain itu gaya militeristik
SBY tergambar dari tindakan-tindakannya
SBY dalam pelaksanaan administrai negara yang formalitas
dan kaku. Ini merupakan salah satu karakteristik dari gaya kepemimpinan militeriktik
yaitu, segala sesuatu bersifat formal. Terlihat dari pelaksanaan pemerintahan SBY yang
berjalan denganprinsip bahwa segala sesuatunya sesuai dengan peraturan artinya
setiap pikiran baru harus bersabar untuk menunggu sampai peraturannya berubah dulu,
terobosan menjadi barang langka.
b.
SBY
Dalam Tipe Karismatik
Kharisma adalah hal
wajib yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Kharisma seorang
pemimpin bisa dilihat melalui cara memimpinnya. SBY
adalah salah satu pemimpin yang berkharisma, kharismanya bukan hanya dalam hal mencari
perhatian. Kharisma yang terdapatpada SBY telah menyatu dengan kepribadian
beliau yang telah unggul dalam segala bidang,baik itu dalam ideologi, politik,
ekonomi, budaya sosial maupun pendidikan.
d. SBY Dalam Tipe Demokratis
Menurut pandangan
dan sepengetahuan penulis, karakter dari kepemimpinan SBY termasuk ke dalam
tipe demokratis, ini mungkin disebabkan karena tuntutan pada era sekarang yang
semakin liberal. Dimana gaya kepemimpinan ini selalu mengajak beberapa perwakilan yang
berada di bawah dalam pengambilan keputusan, namun keputusan tetap terdapat
pada pemimpinnya. Selain itu, pemimpin yang demokratis berusaha untuk mendengar
berbagai aspirasi dan menganalisis aspirasi tersebut untuk kemudian dijadikan sebagai
pengambilan keputusan.
3.3 Tujuan Politik Luar Negeri di Era Susilo Bambang Yudhoyono
Ada tiga hal yang
menjadi tujuan utama politik luar negeri Indonesia saat SBY menduduki
kursi presiden. Yang
pertama adalah untuk meningkatkan peranan Indonesia di dunia
Internasional dalam rangka membina dan meningkatkan
persahabatan dan kerjasama yang saling bermanfaat antara bangsa-bangsa. Hal ini
terealisasikan dengan Indonesia aktif dalam
keanggotaan ASEAN, SBY sadar bahwa sebagai anggota ASEAN,
Indonesia harus bisa menjalin hubungan yang baik dengan Negara-negara anggota
ASEAN ataupun Negara manapun di seluruh dunia. Dalam mottonya “Million
friends, zero enemy”. Indonesia bisa diartikan sebagai Negara yang menentang penjajahan serta
Negara yang cinta damai. Tujuan yang kedua yaitu, untuk memperkuat persatuan
dan kerjasama di dalam bidang ekonomi melalui kerjasama perdagangan maupun pertukaran
barang. Tujuan ketiga yaitu, meningkatkan kerjasama antar negara untuk membuat
suatu kondisidamai dan ketertiban dunia demi kesejahteraan yang berdasarkan
kemerdekaan dan keadilan sosial. Di bidang kerjasama internasional, kinerja
yang telah dicapai pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
antara lain, ialah :
1.
Menyelesaikan
masalah sengketa perbatasan Indonesia dengan negara lain. Misalnya
perbatasan dengan Malaysia, dan Timor Leste sedangkan
Papua Nugini masih dalam tahap perundingan.
2.
Support
Indonesia terhadap Palestina dalam konflik Palestina dengan Israel. support
positifini penting bagi kinerja politik
luar negeri Indonesia yang mulai bersifat pro aktif dan high
profile dalam usaha untuk menciptakan perdamaian dunia.
3.
Meningkatkan
kerjasama di ASEAN dalam bidang ekonomi
internasional, Indonesia terus mengikuti berbagai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
seperti KTT APEC XII, KTTASEAN, KTT Tsunami dan KTT Asia Afrika.
4.
Kegiatan
saling mengunjungi presiden dan wakil presiden ke negara – negara lain
menghasilkan perjanjian – perjanjian yang saling
menguntungkan kedua belah pihak terutama didalam sector ekonomi yaitu banyaknya investasi
masuk dan meningkatnya perdagangan Indonesia.
3.4 Kebijakan Luar Negeri di Era Susilo Bambang Yudhoyono
Pada masa
kepimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia menjadi negara yangcukup
disegani oleh dunia internasional. Sebagai seorang Jenderal TNI (Purn). SBY
memilikikarakter yang kuat dalam memimpin negara Indonesia ini. Beliau membuat
negara Indonesia dipandang dan juga cukup disegani oleh dunia internasional. Hal ini membuat
negara lain merasa nyaman dan aman dalam menjalin kerjasama dengan Indonesia
meskipun beberapa tahun sebelumnya Indonesia sempat diisukan sebagai negara sarang teroris.
Dalam masa kepemimpinan SBY ini, Indonesia aktif
mengikuti berbagai organisasi internasional hingga konvensi tingkat dunia. Di
sini menunjukkan peran total diplomasi Indonesia dalam menarik perhatian negara lain di dunia
serta menunjukkan bahwa Indonesia ikut berperan aktif dalam dunia internasional. Beberapa
bukti eksistensi Indonesia di mata internasional antara lain pada tahun 2011 Indonesia
merupakan tuan rumah Sea Games XXIV Palembang. Selain itu Indonesia juga
menjadi tuan rumah KTT ASEAN pada tahun 2011serta KTT APEC pada Oktober 2013 di
Bali, dan yang paling membanggakan adalah tahun2013 lalu, Indonesia menjadi
tuan rumah perhelatan Miss World 2013 di pulau Dewata Bali.Hal ini membuktikan
adanya peningkatan kepercayaan masyarakat internasional padaIndonesia.
Beberapa langkah kerjasama internasional beserta
pemantapan politik luar negeri yang dilaksanakan oleh pemerintahan Indonesia dalam masa
kepimpinan presiden SBY antara lain:
1.
Memperkuat
hubungan serta kerjasama bilateral, regional, maupun internasional di segala
bidang.
2.
Meningkatkan
peranan aktif Indonesia dalam proses integrasi ASEAN dan juga di AsiaPasifik,
membangun kemitraan strategis baru Asia-Afrika dan
hubungan antar sesama negara berkembang, serta organisasi internasional.
3.
Meningkatkan
peranan aktif Indonesia dalam keamanan dan perdamaian internasional,serta
memperkuat multilateralisme.
4.
Meningkatkan
pelayanan dan perlindungan kepada WNI di luar negeri.
5.Mendorong pencapaian Indonesia yang adil, makmur, dan
sejahtera melalui pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional, serta upaya
peningkatan investasi, penyediaan lapangan pekerjaan serta perkembangan teknologi.
Era reformasi
memberikan dampak positif bagi perkembangan HAM di Indonesia. Reformasijuga
memberikan kebebasan kepada rakyat dan khususnya adalah media massa dalam
memberikan informasi. Sebagai salah satu usaha dalam
pegakan hukum HAM di Indonesia,pada tanggal 28 Oktober 2005 Indonesia telah
meratifikasi dua instrumen internasional utamadalam bidang HAM, yaitu Kovenan
Internasional tentang hak-hak Ekonomi, Sosial, danBudaya (International
Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights/ICESCR) dan
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
(International Covenant on Civil andPolitical Rights/ICCPR).
Pada level hubungan bilateral, telah dilaksanakan dialog tahunan antara
Norwegia dan Kanada yang menghasilkan berbagai program kerja sama dalam peningkatan
kapasitas dalambidang HAM. Saat ini, pemerintah Indonesia sedang menggagas
dialog serupa dengan Rusiadan Swedia. Pemerintah Indonesia secara aktif dan
konsisten sangat mendukung pembentukan mekanisme regional HAM ASEAN serta dimasukkannya strategi
yang dalam bidang HAM kedalam Rencana Aksi Masyarakat Keamanan ASEAN 2004
(ASEAN Security CommunityPlan of Action 2004).
Kebijakan luar negeri lain yang di keluarkan pada masa
kepemimpinan Susilo BambangYudhoyono dan mengarah ke bidang ekonomi adalah :
1.
Menekankan
program ekonomi makro daripada program peningkatan ekspor secara
spesifik.
2.
Resep
perbaikan iklim investasi, pembangunan infrastruktur massal untuk menciptakan
lapangan kerja baru.
3.
Melanjutkan
pertumbuhan ekonomi pada masa pemerintahan Megawati.
4.
Indeks
harga saham gabungan (IHSG) membumbung ke rekor 861.318. Kurs antara Rp 8.900
sampai Rp 9.150 per US $.
5.
Mengandalkan
pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta
mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.
Dari kebijakan ini
membuktikan bahwa Indonesia memiliki banyak modalitas yang bisa dikatakan cukup
baik pada saat ini sebagai pelaku dalam politik internasional, selain itu di
era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono karena dari modalitas dari Indonesia
yang saat ini sudah baik menjadikan bangsa Indonesia lebih percaya diri dalam
mengambil peran diranah politik internasional. Dari faktor ini juga mendorong
Indonesia untuk kembali berminat dan mengambil peran aktif dalam masalah-masalah
Internasional, Indonesia juga memilikipeluang yang besar dalam berinteraksi
dengan dunia internasional dengan modal sebagainegara demokratis ketiga
terbesar di dunia dan posisi Indonesia sebagai anggota dalam
Dewan Keamanan PBB serta Indonesia juga dianggap memiliki
profil sebagai pemimpin negara berkembang di dunia.
3.5 Keadaan
Indonesia di bawah kebijakan-kebijakan luar negeri Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui diplomasi Soft Power
Pada tataran
domestik, kondisi Indonesia dibawah pemerintahan SBY secara politikdan ekonomi
telah mengalami perkembangan yang relatif lebih baik dan stabil.
Demokratisasi yang dimulai sejak 1998 telah mengantarkan
Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan
Amerika Serikat. Dengan populasi penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadi
model yang ideal dimana Islam dandemokrasi dapat berjalan bersama tanpa adanya
pertentangan. Jonas Parello-Plesne rmengkategorikan Indonesia sebagai negara kekuatan
menengah baru (middle power)di
Asia Pasifik
dimana salah satu indikator yang digunakan adalah keberhasilan Indonesia dalam
melaksanakan demokrasi ditengah-tengah masyarakat yang
multi-etnik dan multi-religius.Bahkan Freedom House menilai Indonesia sebagai
satu-satunya negara di Asia Tenggarayang relatif bebas secara politik.
Penyelenggaraan pemilihan umum 2004 dan 2009 yang
berlangsung dengan damai dan tertib merupakan refleksi
dari tingginya tingkat stabilitas politik domestik Indonesia. Menguatnya demokratisasi yang
mengarah pada konsolidasi demokrasi menjadi salah satu faktor yang mendorong
pemerintahan SBY untuk memproyeksikan nilai-nilai demokrasi ke dalam politik
luar negeri.
Dari aspek ekonomi,
Indonesia menjadi salah satu negara yang mampu menunjukan
pertumbuhan ekonomi yang positif ditengah resesi global.
Pada tahun 2011, Indonesia memiliki GDP nominal sebesar US$ 854 miliar dan menempati
peringkat ke-16 ekonomi terbesar dunia serta menjadi satu-satunya negara ASEAN
yang menjadi anggota tetap dalam forum G-20. Pemerintahan Presiden SBY bahkan telah menetapkan target
pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen, meningkatkan pendapatan per kapita dari 2,590
dollar menjadi4,500 dollar per hari, serta mengurangi pengangguran dari 7,9
persen menjadi 6 atau 5 persen pada akhir periode pemerintahannya di 2014.Kebutuhan akan
pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tersebut setidaknya akan mengarahkan diplomasi dan
politik luar negeri SBY pada upaya-upaya untuk mengamankan akses pasar bagi produk
ekspor Indonesia dan menarik investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI)yang menjadi dua elemen penting dalam
pembangunan ekonomi nasional.
Dari aspek militer,
embargo senjata dari Amerika Serikat telah mengakibatkan
penurunan kekuatan relatif militer Indonesia karena
kondisi alat utama sistem persenjataan Indonesia yang tergolong tua turut mempengaruhi kesiapan
tempur militer Indonesia. Anggaran pertahanan yang dialokasian oleh pemerintah juga
dipandang kurang dari cukup untuk mencapai Kekuatan Pokok Minimal (Minimun Essential Force/MEF). Dari kondisi ini menjadi sangat sulit bagi Indonesia untuk
menggunakan kekuatan militer sebagai instrumen penangkal (deterrent) ataupun untuk
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang bersifat konfrontatif maupun offensive dalam konstelasi politik global.
Presiden SBY
memandang lingkungan eksternal Indonesia sebagai dunia yang penuh
dengan gejolak dan perubahan, karena itu prinsip bebas
aktif dalam postur politik luar negeri Indonesia harus didasarkan atas pendekatan konstruktif.
Pendekatan konstruktif dapat dimaknai sebagai kemampuan
untuk merubah musuh menjadi teman, dan dari teman berubah menjadi mitra
kerjasama. Inti dari pendekatan konstruktif Presiden SBY
tersebut adalah pola pikir positif dalam mengelola kerumitan permasalahan luar negeri;
konektifitas yang sehat dalam urusan urusan internasional; dan identitas internasional yang solid
bagi Indonesia yang didasarkan pada pencapaian-pencapaian domestik dan diplomatiknya.SBY
juga memandang bahwa politik luar negeri merupakan hasil dari proses berpikir
yang mengedepankan aspek rasional daripada emosional dan mengutamakan pendekatan lunak (soft power) daripada
hard power.Artinya, Indonesia
dalam menjalankan politik luar negerinya harus menerapkan sikap dan
pola pikir yang tidak didasarkan pada kecurigaan
berlebihan, ketakutan atau defensif, melainkan sikap percaya diri dan semangat menjalin
kemitraan dengan negara-negara lain dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional.Hal ini
mengindikasikan bahwa Indonesia harus mampu menjalin kemitraan dengan berbagai
pihak untuk merealisasikan agenda pembangunan nasional yang telah dirumuskan.
Menurut Rizal
Sukma, setidaknya terdapat tiga strategi utama yang dapat dilihat dari
politik luar negeri Indonesia pada saat itu. Pertama, Indonesia tetap memberikan
prioritas pada proses pembangunan komunitas regional dengan memberikan
penekanan pada fungsi dan manfaat dari multilateralisme. Indonesia
berpartisipasi aktif dalam institusi-institusi kunci regional – ASEAN, ASEAN+3,
ASEAN Regional Forum (ARF), East Asia Summit (EAS),dan APEC. Kedua, disamping menekankan akan
pentingnya multilateralisme, Indonesia juga mengakui perjanjian bilateral dalam
kerangka kemitraan strategis dan komprehensif dengan major dan regional
powers – Tiongkok, India, Korea Selatan, Australia, Jepang, Amerika Serikat.
Ketiga, Indonesia aktif
berkontribusi dalam upaya-upaya global untuk menemukan solusi atas masalah
krisis ekonomi, keamanan energi dan pangan, serta perubahan iklim. Dalam
konteks ini, keanggotaan Indonesia dalam G-20 merupakan priorita sbaru dalam
politik luar negeri SBY.
Berkaitan dengan
isu-isu strategis yang berkembang pada tataran internasional da nasional, maka
pola politik luar negeri Indonesia dibawah kepemimpinan SBY diimplementasikan
ke dalam empat hal: Pertama, secara
normatif politik luar negeri Indonesia akan tetap berpegang teguh pada prinsip
bebas aktif dengan merangkul negara-negara major
powers dan regional powers di Asia Pasifik dalam ikatan comprehensive partnership maupun
strategic partnership. Kedua, Indonesia akan tetap
menggunakan ASEAN sebagai pilar utama dalam politik luar negeri dan pembentukan
arsitektur atau tatanan regional (regional order).
Ketiga, memanfaatkan forum
kerjasama G-20 sebagai sarana untuk mengatasi krisis finansial global. Keempat, menggunakan Bali Democracy Forum sebagai sarana untuk mempromosikan
nilai-nilai demokrasi kepada negara lain.
3.6 Semboyan “Million friends, zero enemy” era SBY
Pada hakikatnya
semboyan million friends zero enemy merupakan repetisi dari implementasi
kebijakan yang dilakukan pemerintah pada periode pemerintahan 2004-2009. Hanya
saja periode SBY sebelumnya, slogan tersebut belumlah diperkenalkan ke publik.
Dalam makalah ini, semboyan million friends zero enemy akan dibahas
lebih luas sebagai suatu paradigma. Artinya, semboyan tersebut bukanlah hanya
semata aksesoris dalam kebijakan luar negeri Indonesia, namun juga merupakan
sebuah nilai yang dianut oleh pemerintah. Melalui semboyan tersebutlah
pemerintah Indonesia berupaya untuk tidak menekankan sikap permusuhan dengan
aktor internasional lain sebagaimana kutipan presiden SBY sebagai berikut:
“Kebijakan politik luar negeri Indonesia adalah all
direction foreign policy dengan mengangkat slogan mencari sebanyak mungkin
teman dan menghindarkan permusuhan (million friends and zero enemy). Indonesia
kini telah menjadi kekuatan regional dengan global responsibility dan global
interest. Kami akan selalu aktif menguatkan hubungan kerja sama dan
kemitraan dengan negara sahabat manapun, tentu atas kepentingan nasional dan
kepentingan bersama kita.” (Transkrip paparan Presiden Republik Indonesia
Mengenai Perkembangan Tanah Air Kepada Kalangan Diplomatik pada 15 Februari
2012.)
Sesungguhnya
tidak ada yang baru dalam million friends zero enemy. Dilacak pada
periode SBY sebelumnya, kebijakan seperti ini juga terlihat diterapkan walaupun tanpa
embel-embel slogan million friends zero enemy. Dalam dunia yang sedang
bertranformasi atau yang disebut Menlu Marty Natalegawa pada saat itu sebagai dynamic
equillibrium, sikap non-konfrontatif diyakini sebagai sebuah langkah
strategis. Prinsip million friends zero enemy juga diasumsikan Menlu
sesuai dengan prinsip bebas aktif yang selama ini menjadi landasan idiil poitik
luar negeri Indonesia. Semboyan million friends zero enemy bukan
dimaksudkan untuk menggatikan prinsip bebas aktif, justru semboyan ini menadi
komplemen atas prinsip bebas aktif dalam konteks kekinian.
Pemilihan
kalimat million friends agaknya cukup sulit dimaknai, bahkan jika
melihat fakta bahwa jumlah negara di dunia jauh dari angka satu juta. Namun,
alasan pemerintah memakai semboyan tersebut adalah perlunya satu juta sahabat
yang dilandasi oleh kesadaran jika sahabat Indonesia bukan hanya negara. Era
kontemporer memungkinkan diplomasi antar individu (people to people). Maka dari
itu pada tanggal 15 Agustus 2011 pemerintah meresmikan PfOi (presidential
friend of Indonesia). PfOi diasumsikan dapat mendukung tema kekuatan Indonesia
di ASEAN tahun 2011 dengan motto ASEAN Community within the Global Community of
Nations.
Pada era Million
Friends Zero Enemy, Indoenesia juga ternyata mendapat banyak pujian. Pada
saat itu, Menlu menunjukkan posisi Indonesia di forum internasional merupakan
sebuah bentuk penghargaan internasional atas sikap bersahabat Indonesia. Bahkan
tidak jarang beberapa kali Indonesia didaulat untuk menjadi mediator dalam
kasus konflik di luar teritori Indonesia, semisal antara Kamboja dan Thailand tahun 2010. Terlebih lagi, Indonesia dimasa pemerintahan
SBY secara intensif ditunjuk menjadi tuan rumah dalam beberapa konferensi
terkemuka seperti United Nation Forest and Climate Change, Konferensi Asia
Afrika, dan Bali Democracy Forum. Tak bisa dipungkiti Indonesia pada masa
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tercatat paling banyak menjadi tuan
rumah dibandingkan era presiden sebelumnya.
3.7 Pola
Politik Luar Negeri SBY
Gaya diplomasi yang
dijalankan oleh SBY pada satu sisi memiliki kesamaan dengan Soekarno yang
memiliki fokus pada masalah-masalah global yang memiliki dampak langsung
terhadap Indonesia seperti krisis finansial global.Kendati demikian,
PresidenSBY tidak mengikuti serangkaian kebijakan konfrontatif Soekarno yang
terbukti justrumengisolasi Indonesia dari komunitas internasional, SBY justru
berupaya untuk merangkul sebanyak mungkin pihak dalam kerangka kemitraan yang
saling menguntungkan. Hal ini berhubungan dengan inti konstruksi pemikiran
politik luar negeri SBY yang memberikan penekanan pada konektifitas yaitu
bagaimana Indonesia mampu menjalin hubungan baikdengan semua pihak melalui
proses diplomasi, karena melalui jalinan itulah yang akanmenentukan pengaruh
dan kemampuan Indonesia dalam membentuk tatanan duniai nternasional yang
dikehendaki.
3.7.1 Kemitraan Strategis dan Komprehensif dengan Major Powers
Kemitraan strategis
maupun kemitraan komprehensif merupakan suatu upaya untuk menyusun struktur
hubungan, persetujuan berdasarkan prioritas dan bagaimana untuk mencapai target
yang telah ditetapkan sehingga hubungan kemitraan yang telah terjalin menjadi
lebih terukur dan dapat diprediksi. Dalam pengertian lain, kemitraan strategis
menunjukan suatu hubungan kemitraan yang didasari oleh sebuah persetujuan untuk
menempa dan melembagakan kerjasama berdasarkan seperangkat isu yang telah
disepakati bersama dan berjangka panjang. Selama beberapa tahun terakhir salah
satu prioritas utama diplomasi Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden SBY
adalah membangun kedekatan hubungan dengan negara-negara mitra kunci, baik
negara maju maupun berkembang, dalam bentuk strategic
partnerships ataupun comprehensive partneships. Hal ini dapat
dilihat sebagai penerapan konkrit daripada semboyan “million friends, zero
enemy” yang diusung pada era presiden SBY.
Kemitraan strategis
maupun komprehensif ini menjadi bagian penting dan tuntutan diplomasi luar
negeri Indonesia
yang lebih pro-aktif dan well thought
out, dimana Indonesia ingin dilihat sebagai negara yang secara strategis
dan politis mempunyai arti bagi stabilitas dan perdamaian kawasan.
a. Tiongkok
Persetujuan
Kemitraan Strategis (Strategic
Partnership Agreement) antara Indonesia dengan Tiongkok ditandatangani
pada 25 April 2005. Terdapat tiga bidang luas yang dicakup dalam perjanjian
kemitraan strategis ini, yaitu kerjasama politik dan keamanan, kerjasama ekonomi
dan pembangunan, dan kerjasama sosial budaya.Kemitraan strategis Indonesia dengan
Tiongkok terselenggara utamanya karena dilatarbelakangi oleh kesamaan kepentingan
kedua negara. Dalam pandangan Indonesia, Tiongkok adalah salah satu kekuatan
regional dan sekaligus kekuatan global yang pengaruhnya semakin meningkat.
Kedudukan dan peran Tiongkok yang menonjol tersebut diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam hubungan dan kerjasama kawasan. Sebaliknya, Tiongkok memandang Indonesia
sebagai mitra strategis yang memiliki peran penting bagi stabilitas kawasan dan memiliki
potensi ekonomi yang cukup besar, sekaligus juga tetangga yang bersahabat (friendly neighbors).
Penandatanganan
deklarasi kemitraan strategis Indonesia-Tiongkok ini menjadi pertanda dimulainya
suatu fase baru dalam sejarah hubungan dua negara. Mengingat hubungan diplomatik
Indonesia dengan Tiongkok sempat dibekukan selama lebih dari 32 tahun dan kembali
dinormalisasi pada tahun 1990. Sejak penandatangan kemitraan strategis pada
2005 tersebut, hubungan Indonesia dengan Tiongkok mengalami perkembangan yang
signifikan.Dalam kerangka kemitraan strategis ini kedua negara menyepakati
untuk meningkatkan volume perdagangan sebesar US$ 30 miliar pada 2010, namun
target tersebut telah terlampaui pada 2008, yaitu sebesar US$ 31,5 miliar dengan
ekspor Indonesia sebesar US$14.2 milyar dan impor US$ 17.3 milyar.Total nilai
perdagangan Indonesia dengan Tiongkokdari 2005-2010 mengalami peningkatan yang
progresif dari US$ 12,5 miliar menjadi
US$42,8 miliar. Melihat progresifitas kegiatan perdagangan kedua negara
tersebut, Indonesia danTiongkok dalam
kerangka kemitraan strategis kembali menargetkan untuk meningkatkan volume
perdagangan sebesar US$ 80 miliar pada 2015. Nilai investasi
Tiongkok di Indonesia juga mengalami peningkatan sejak deklarasi kemitraan strategis
resmi ditandatangani. Pada tahun 2011, investasi Tiongkok mencapai US$ 173 dolar dan
berada diurutan ke-11 negara investor terbesar di Indonesia.
b. Amerika Serikat
Kemitraan
komprehensif Indonesia-AS ditandatangani secara resmi pada November2010 ketika
Presiden Obama melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Terdapat tigabidang
kerjasama yang tercakup dalam kemitraan komprehensif Indonesia-AS ini, yaitu
bidang politik dan keamanan, ekonomi dan pembangunan,
sosial-budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara politis, kemitraan
komprehensif ini dapat membantu penguatan kapasitas institusi-institusi demokrasi di
Indonesia. Dari perspektif ekonomi, kemitraan komprehensif ini dapat
meningkatkan aktivitas ekonomi kedua negara seperti perdagangan dan investasi
sekilgus dukungan dan bantuan untuk menguatkan fondasi ekonomi Indonesia khususnya
dalam hal pendidikan, kesehatan, infrastruktur, manufakturdan teknologi.
Kemitraan ini juga dapat meningkatkan peran Indonesia sebagai mitra
Amerika Serikat dalam mengatasi berbagai isu global.
Amerika Serikat
merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Sejak 20092011,
aktivitas perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat
menunjukan perkembangan yang progresif. Pada 2009, volume perdagangan kedua
negara sebesar US$ 17.933.955 dengan nilai ekspor Indonesia US$ 10.850.023 dan impor
US$ 7.083.932. Pada 2010, total nilai perdagangan kedua negara meningkat menjadi US$
23.665.785 dengan nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 14.266.634 dan impor sebesar US$
9.399.150. Pada tahun 2011, aktivitas perdagangan Indonesia-AS mencapai US$ 27.272.354 atau meningkat
sebesar 15,74% dengan nilai ekspor Indonesia sebesar US$ 16.459.139 dan impor sebesar US$
10.813.206.
c. Jepang
Kemitraan strategis
Indonesia dengan Jepang secara resmi ditandatangani oleh Presiden SBY dan Perdana Menteri Shinzo Abe pada 28 November
2006. Dari aspek ekonomi, Jepang merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Indonesia
menjadi salah satu negara pemasok utama kebutuhan energi Jepang untuk
keperluan industri seperti gas alam,batu bara, nikel; sementara Jepang menjadi
negara donor utama sekaligus salah satu negara
investor terbesar dalam penanaman modal asing di
Indonesia. Pada 20 Agustus 2007, Indonesia dan Jepang menandatangani kesepakatan
pembentukan Indonesia and Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan
volume perdagangan kedua negara sekaligus memfasilitasi
investasi Jepang di Indonesia.
Sejak penandatangan
EPA Indonesia dan Jepang tersebut, seperti yang diharapkan
sebelumnya kegiatan investasi Jepang di Indonesia
mengalami perkembangan yang signifikan. Menurut data dari BKPM (2011), investasi
Jepang untuk sektor transportasi, keuangan, dan industri telekomunikasi mencapai US$ 3,8
miliar; sektor pertambangan,listrik, air dan gas mencapai US$ 1,9 miliar;
sektor industri baja dan mesin-mesin elektronikmencapai US$ 1,8 miliar; dan
sektor industri bahan kimia dan farmasi mencapai US$ 1,5miliar.Hal yang sama
juga terjadi di sektor perdagangan. Berdasarkan data dari Kementrian
Perindustrian Indonesia, sejak 2009-2011, Jepang menjadi
negara tujuan ekspor terbesar kedua Indonesia untuk kategori produk hasil industri,
yaitu sebesar US$ 7.034.537.989 miliar(2009), US$ 10.020.127.349 miliar (2010),
dan US$ 12.577.409.967 miliar (2011).
d. India
Kemitraan strategis
Indonesia dengan India telah ditandatangani secara resmi pada
November 2005, ketika Presiden SBY melakukan kunjungan
kenegaraan ke India. Padakunjungan kenegaraan Presiden SBY ke India ditahun
2011, kedua negara kembali menyepakati untuk memperkuat kemitraan strategis
yang telah terjalin sebagai bentuk langkah konkret untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan yang berkelanjutan bagi kedua negara. Hal ini menjadi tonggak
utama dalam sejarah panjang hubungan bilateral India dan
Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar pertama dan
ketiga di dunia. Dalam jointstatement-nya,
Presiden SBY dan PM Manmohan Singh menyatakan keinginan mereka untuk
memainkan peran aktif untuk mempromosikam demokrasi,
perdamaian dan stabilitas dikawasan Asia Pasifik dan dunia.
Dari aspek ekonomi,
dalam kerangka kemitraan strategis tersebut, pada tahun 2005
kedua negara telah menyepakati pencapaian target volume
perdagangan sebesar US$ 10 miliar pada 2010. Ternyata target US$ 10 miliar tersebut
telah tercapai pada tahun 2008 danpada tahun 2010 nilai total perdagangan kedua
negara mencapai US$ 13 miliar Melihatpotensi perdagangan yang besar, pada tahun
2011 kedua negara kembali menargetkan volume
perdagangan sebesar US$ 25 miliar pada 2015.
Peningkatan kerjasama juga terjadi pada
bidang investasi, nilai total investasi India di
Indonesia selama periode 1999-2009 mencapai
320,5 juta dollar AS yang terdiri dari 145 proyek.
Peningkatan kerjasama antara Indonesia dan Amerika Serikat ini disampaikan
dalam keterangan pers bersama Presiden AS Barack Obama dengan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono usai pertemuan bilateral di sela-sela KTT Asia Timur di Nusa
Dua, Bali pada tahun 2011 lalu.
Kemitraan Milenium Menyeluruh ini senilai US$600 juta atau sekitar Rp5,4
triliun, yang ditujukan untuk mendukung pembangunan ekonomi berwawasan
lingkungan, kesehatan masyarakat dan meningkatkan pelayanan publik di
Indonesia.
Kesepakatan ini termasuk penandatanganan kerjasama investasi. Di bidang
ekonomi juga terdapat peningkatan yang sangat signifikan sebagai contoh
ditandatanganinya OPIC, Overseas Private Investment Cooperation.
Kerjasama ini, menurut SBY, menjadi pedoman perdagangan dan investasi diantara
kedua negara.
Hasil dari OPIC yang terlihat hari ini adalah pembelian pesawat Boeing 737
oleh maskapai penerbangan Lion Air. Keputusan perusahaan maskapai Indonesia
untuk membeli lebih dari 230 pesawat Boeing senilai setidaknya $20 miliar dolar
menyetak transaksi komersial terbesar di antara kedua negara, dan menunjukkan
besarnya potensi hubungan antara kedua Negara.
Di bidang keamanan, Indonesia-AS menyepakati sejumlah langkah untuk
meningkatkan kerjasama termasuk pelatihan dan dukungan untuk memutakhirkan
militer Indonesia.
Kesepakatan milenium ini merupakan lanjutan dari Kesepakatan Kemitraan
Menyeluruh yang dibuat kedua kepala negara saat Obama berkunjung ke Indonesia
November tahun lalu. Peningkatan kerjasama yang paling mencolok di antara kedua
negara adalah di bidang militer. Setelah embargo terhadap TNI dicabut secara
berkala, dalam setahun belakangan Amerika Serikat terlihat royal memberikan
bantuan kepada militer Indonesia.
Selain memberikan pelatihan kepada perwira TNI, AS juga menghibahkan
pesawat tempur F16. Presiden Barack Obama dalam kesempatan itu sekali lagi
menyampaikan misi Amerika yang ingin memperkuat pengaruh di kawasan Asia
Pasifik .
Presiden Obama juga merasa senang dapat menjadi presiden Amerika pertama
yang menghadiri KTT Asia Timur, ini adalah contoh lain bagaimana AS fokus
kembali ke Asia Pasifik dan lebih terlibat dalam kawasan sehingga kita bisa
mencapai tantangan bersama, dan tampaknya Indonesia memang menjadi mitra
strategis bagi Amerika.
Di bidang keamanan, Indonesia-As menyepakati sejumlah langkah untuk
meningkatkan kerjasama termasuk pelatihan dan dukungan untuk memutakhirkan
militer Indonesia. Kerjasama pertahanan ini diharapkan bukan hanya meningkatkan
kapasitas Indonesia untuk mengamankan dalam negeri tetapi juga membantu
Indonesia memainkan peran aktif dalam keamanan di kawasan.
Sebelum datang ke Bali, Obama dan Perdana Menteri Australia Julia Gillard
telah meyepakati untuk meningkatkan kehadiran militer AS dengan membangun
pangkalan militer di Darwin , daerah utara Australia yang berbatasan dengan
perairan Indonesia.[1]
3.9 Analisis
Kebijakan Diplomasi Soft Power Berdasarkan Paradigma
Liberalisme
Liberalisme
Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menjadi Presiden selama 2 periode berturut-turut, yaitu
periode pertama pada tahun 2004-2009 serta periode kedua pada tahun 2009-2014.
Padaperiode pertama, SBY memimpin bersama Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden,
sedangkanpada periode kedua, SBY memimpin bersama Boediono. Gaya diplomasi soft
power SBYdinilai unik karena mengedepankan politik santun, prosedural dan
teoritis. Pada kedua periode ini, SBY menjalankan politik luar negeri yang
biasa disebut million friends zeroenemy. Selain itu, SBY juga sering menjadikan
Indonesia sebagai tempat konferensi-konferensi internasional, seperti KTT
ASEAN, APEC, ARM, OKI, dsb.
Dari
konferensi-konferensi dan kerjasama-kerjasama antar negara itulah strategi
diplomasi soft power SBY dapat terealisasikan,
karena diplomasi soft power itu sendiri adalah kemampuan untuk mendapatkan apa
yang kita inginkan dengancara membuat pihak lain tertarik sehingga keinginan
pihak lain sejalan dengan keinginan kitatanpa melalui pemaksaan atau
iming-iming imbalan. Dari ini, dapat dilihat bahwa pelaksanaan politik luar
negeri SBY dirasa cukup bagus dan memberi dampak positif baik didalam maupun
diluar negeri. SBY mewujudkan suasana tenang, damai, dan bebas darikerusuhan
terhadap negara-negara tetangganya. Selain itu, semasa pemerintahan SBY, kredibilitas Indonesia menjadi semakin
meningkat dimata dunia..
Dari penjabaran di
atas, hal-hal mengenai kebijakan-kebijakan luar negeri pada era SBY, yang berujung
pada diplomasi-diplomasi dan kerjasama-kerjasama dengan negara lain, sangat
sesuai dengan paradigma liberalisme yang menjunjung tinggi terjalinnya kerja
sama antar negara. Terutama dapat dilihat dari kerjasama Indonesia dengan
Amerika Serikat pada Kemitraan Milenium
Menyeluruh, atau Millenium Comprehensive Partnership yang menghasilkan
kepentingan-kepentingan nasional. Dalam wilayah internasional,
kaum liberal memercayai kesempatan bekerja sama antar negara, dan menyatakan
bahwa semua negara bisa meraih tujuan-tujuan mereka. Dalam HI kontemporer, kaum
liberal juga berpendapat
bahwa interpedensi memaksa negara-negara untuk saling
bekerja sama secara lebih ekstensif daripada sebelumnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara demokratis sebagai
Presiden Indonesia pada tahun 2004, memunculkan sejumlah harapan publik dalam
menyelesaikan berbagai permasalahan domestik akibat krisis 1997. Salah satu
tugas berat SBY adalah melakukan revitalisasi peran
internasional Indonesia agar dapat kembali berperan aktif dalam berkontribusi terhadap permasalahan internasional
maupun pemenuhan kepentingan nasional melalui instrumen politik luar negeri.
Million friends zero enemy merupakan sebuah semboyan yang
hadir menghiasi kebijakan luar negeri
Indonesia era presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah terpilihnya beliau untuk yang kedua kalinya.
Sebuah semboyan yang dimaksudkan untuk menampilkan Indonesia sebagai negara yang mampu menjalin kerjasama ke segala penjuru (all direction foreign Policy) dalam dunia yang sedang bergejolak
Ada tiga hal yang menjadi tujuan utama politik luar negeri Indonesia saat
SBY menduduki kursi presiden. Yang
pertama adalah untuk meningkatkan peranan Indonesia di dunia Internasional dalam rangka membina dan meningkatkan
persahabatan dan kerjasama yang saling bermanfaat antara bangsa-bangsa. Hal ini terealisasikan dengan
Indonesia aktif dalam keanggotaan ASEAN, SBY sadar
bahwa sebagai anggota ASEAN, Indonesia harus bisa menjalin hubungan yang baik dengan Negara-negara
anggota ASEAN ataupun Negara manapun di seluruh dunia. Dalam mottonya “Million friends, zero enemy”.
Indonesia bisa diartikan sebagai Negara yang
menentang penjajahan serta Negara yang cinta damai. Tujuan yang kedua yaitu,
untuk memperkuat persatuan dan kerjasama di dalam bidang ekonomi melalui kerjasama perdagangan maupun
pertukaran barang. Tujuan ketiga yaitu, meningkatkan kerjasama antar negara
untuk membuat suatu kondisidamai dan ketertiban dunia demi kesejahteraan yang
berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial.
DAFTAR
PUSTAKA
BUKU:
Jackson,
Robert dan George Sorensen. 2015. Pengantar Studi Hubungan Internasional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Steans, Jill dan Llyoyd Pettiford.
2012. Hubungan Internasional: Perspektif dan Tema. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Dunnne,
Tim. 2001. “Liberalism” dalam Baylis, John & Steve Smith. The
Globalization of World Politics, 2nd Edition. Oxford: Oxford
University Press. Pp. 110-121
Kemenlu. Diplomasi
Indonesia. 2010. Jakarta: Kementrian Luar Negeri Republik
Indonesia
Wuryandari,
Ganewati. 2008. Politk Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik
Domestik. Jakarta: P2P-LIPI
Yudhoyono,
S.
Bambang. 2009. Indonesia Unggul: Kumpulan Pemikiran dan Tulisan Pilihan oleh
Presiden Republik Indonesia. Jakarta: Gramedia
Djalal,
Dino P. 2009. Harus Bisa: Seni Kepimimpinan ala SBY. Jakarta: R&W
JURNAL:
Tan, P. Johnson. 2007. Navigating
a Turbulent Ocean: Indonesia Worldview and Foreign Policy. ASEAN
Perspective, 31: 147-181
Haryanto, Agus. 2014. Prinsip
Bebas Aktif dalam Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Perspektif dan Peran.
Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Volume. IV No.II/Desember 2014
Reni
Windiani. 2011. Respon Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Globalisasi.
Politik Luar Negeri dan Globalisasi
SUMBER LAIN:
“Transkrip paparan Presiden
Republik Indnesia Mengenai Perkembangan Tanah Air Kepada Kalangan Diplmatik”.
15 Februari 2012 (http://www.setkab.go.id/index.php?pg=detailartikel&p=4012)
Yudhoyono,
S. Bambang. 2012. Menjalankan Diplomasi yang Cerdas Cekatan dan Efektif.
Tabloid Diplomasi (www.tabloiddiplomasi.org/index.php/2012/03/19/menjalankan-diplomasi-yang-cerdas-cekatan-dan-efektif/)
Indonesia-AS
sepakati kerjasama US$600 juta (http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2011/11/111118_indonesiaobama)
[1] Indonesia-AS
sepakati kerjasama US$600 juta: (http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2011/11/111118_indonesiaobama)
Komentar
Posting Komentar