DIPLOMASI PADA ERA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY)

Dosen : Rachmayani, M.Si

Kelompok 12 :
Hema Dwi Ariyani                     2016230014
Anna Cendana Loka                   2016230016
Okto Orlando Jonatan                 2016230019
Adelia Vianca                              2016230055
Syifaurrohmah N                         2016230138

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (IISIP)
JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang Masalah
Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara demokratis sebagai Presiden Indonesia pada tahun 2004, memunculkan sejumlah harapan publik dalam menyelesaikan berbagai permasalahan domestik akibat krisis 1997. Salah satu tugas berat SBY adalah melakukan revitalisasi peran internasional Indonesia agar dapat kembali berperan aktif dalam berkontribusi terhadap permasalahan internasional maupun pemenuhan kepentingan nasional melalui instrumen politik luar negeri. Peringatan ke-50 Konferensi Asia-Afrika pada April 2005 dengan menawarkan kerja sama New Asian-African Strategic Partnership (NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam pergaulan masyarakat internasional.

Million friends zero enemy merupakan sebuah semboyan yang hadir menghiasi kebijakan luar negeri Indonesia era presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah terpilihnya beliau untuk yang kedua kalinya. Sebuah semboyan yang dimaksudkan untuk menampilkan Indonesia sebagai negara yang mampu menjalin kerjasama ke segala penjuru (all direction foreign Policy) dalam dunia yang sedang bergejolak sebagaimana dilukiskan presiden SBY lewat kiasan “navigating a turbulent ocean” (mengarungi samudera bergejolak). Dapat dintisarikan, bahwa pemerintah meyakini era sekarang mendorong perlunya sikap kerjasama tanpa menunjukkan keberpihakan.  Dengan kata lain, semboyan million friends zero enemy yang dilandasi atas prinsip tanpa musuh penting untuk menjadi penekanan netralitas sikap Indonesia ditengah pusaran gejolak polaritas yang semakin kompleks.

Indonesia era presiden SBY hendak mengimajinasikan suatu dunia yang memungkinkan kerjasama antara negara-negara Utara dan Selatan. Sebagaimana diungkapkan Dino Patti Djalal (2009, 107): "Filosofi kerjasama antarnegara presiden SBY ke Utara ke Selatan itu oke. Siapa punyang pro-Indonesia, kita akan mengulurkan tangan.” Dalam diskursus war on terror kontemporer, million friends zero enemy seolah ingin menunjukkan bahwa Indonesia dapat melakukan kolaborasi diantara dua nilai yang secara teoritis maupun praksis acap kali menjadi oposisi biner, yakni nilai Islam dan demokrasi. Berikut ini merupakan contoh pernyataan Presiden SBY mengenai Islam demokratis sebagai berikut: “Indonesia akan menjadi model bahwa tidak perlu ada konflik antara Islam dengan modernitas dan demokrasi. Kami harus mempertahankan Islam kami yang moderat” (Yudhoyono, 2009). 

Berangsur-angsur Indonesia mengalami transisi citra ke arah yangpositif. Reputasi positif diperlukan guna mengklarifikasi adanya mispersepsi publik Internasional kepada Indonesia yang semula diasosiasikan sebagai surga koruptor, pelanggar Hak Asasi Manusia, dan sarang terroris. Dalam derajat tertentu, citra positif tersebut turut berkontibusi menjadikan Indonesia sebagai pemegang amanah tuan  rumah berbagai forum Internasional, sekaligus menjadikan Presiden SBY sebagai presiden yang sepanjang sejarahnya paling sering menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah forum Internasional. Posisi Indonesia dalam konstelasi global menjadi semakin krusial dengan terlibatnya Indonesia dalam G-20. Sedangkan dalam kancah regional Asia Tenggara, Indonesia didaulat menjadi ketua ASEAN tahun 2011.Bahkan Presiden SBY secara pribadi sempat menjadi salah satu kandidat peraih nobel perdamaian, serta yang terbaru diwacanakan sebagai kandidat Sekjen Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Memahami alasan pemilihan redaksional million friend agaknya cukup sulit dimaknai secara nalar. Jika diperhatikan, jumlah total negara didunia tentu jauh dari angka satu juta. Namun alasan pemerintah memilih ungkapan satu juta sahabat karena dilandasi oleh kesadaranjika sahabat Indonesia bukan hanya negara. Hubungan Interasional saatini bukan lagi hubungan antar negara, melainkan juga diplomasi antar individu (people to people). Dengan kata lain, tantangan yang harus dihadapi Indonesia masa kini semakin kompleks, layaknya mengarungi samudera bergejolak. Dalam istilah yang berbeda, menlu Marty Natalegawa mendeskripsikan samudera bergejolak dengan ungkapan keseimbangan dinamis (dynamic equillibrium), dimana kondisi multipolaritas yang senantiasa dinamis tanpa adanya kekuatan dominan tunggal. Sebuah kondisi yang memungkinkan berbagai negara berinteraksi secara saling menguntungkan (Tan 2007, 150). Melalui semboyan million friends zero enemy, Indonesia berusaha untuk tidak terjebak dalam dikotomi antarpolaritas.

1.2       Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat disimpulkan pertanyaan sebagai berikut :
a.       Bagaimana diplomasi Indonesia saat era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)?
b.      Bagaimana kondisi Indonesia di bawah kebijakan-kebijakan luar negeri era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui diplomasi soft power nya?
c.       Bagaimana pola politikluar negeri Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) guna mencapai tujuan-tujuan diplomasi Indonesia menggunakan prinsip “Million friends, zero enemy”?
1.3       Tujuan Penulisan
a.       Agar mahasiswa, atau pembaca dapat mengetahui tentang diplomasi Indonesia di saat era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
b.      Untuk mengetahui kebijakan apa saja yang dikeluarkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) guna mencapai tujuan-tujuan diplomasi Indonesia pada masa pemerintahannya
c.       Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
d.      Diajukan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Sejarah Diplomasi Indonesia




BAB II
LANDASAN TEORI

2.1       Perspektif Liberalisme
Dalam mempermudah pemecahan masalah, diperlukan adanya suatu kerangka teori atau konsep dasar sebagai acuan untuk mempermudah penulisan dan analisa dalam makalah. Konsep dasar harus berpijak berdasarkan pada teori-teori yang dapat di pertanggungjawabkan dan dibuktikan secara empiris. Berikut adalah penjabaran dari teori dan konsep yang digunakan dalam makalah ini:
Teori Liberalisme
Setelah Perang Dunia I berakhir, muncul berbagai teori dan perspektif berbeda dari para penstudi Hubungan Internasional.Teori dan perspektif tersebut bertujuan untuk dapat mengakhiri peperangan dan menjelaskan fenomena-fenomena global secara empiris.Namun, berbagai perspektif berbada tersebutlah yang mengakibatkan adanya The Great Debates dalam Hubungan Intenasional. Salah satu debat yang paling klasik adalah antara realisme dan liberalisme. Berbeda dengan realisme yang pesimis akan sifat alamiah manusia, pendekatan perspektif liberalisme berfokus pada optimisme sifat positif manusia. Sehingga dalam asumsi dasar, konsep-konsep, serta posisinya dalam dinamika dunia internasional, liberalisme menggunakan fokus tersebut.
Sebenarnya liberalisme sudah ada sejak abad ke-17, dan banyak dipengaruhi oleh esai-esai karya Immanuel Kant pada tahun 1795 yang berjudul Perpetual Peace.Namun, lieberalisme sebagai perspektif baru muncul pada abad ke-20, tepatnya setelah Perang Dunia I. Ketika itu liberalisme memiliki banyak andil dalam pembuatan kebijakan dalam hubungan internasional dan opini publik (Dunne, 2001: 110).bLiberalisme sebagai perspektif sendiri muncul akibat rasa trauma manusia atas perang-perang yang terjadi.Dengan dampak perang yang begitu merugikan, manusia merasa membutuhkan sesuatu untuk dapat meraih perdamaian dunia.Sehingga muncullah perpektif liberalisme dalam Hubungan Internasional sebagai salah satu upaya untuk dapat melembagakan perdamaian dunia.
Liberalisme memiliki lima karakteristik yang dapat menjadi pembeda dengan perspektif lain.
a.       Pertama, liberalisme memiliki pandangan positif terhadap sifat manusia.
b.      Kedua, yakin bahwa sejarah dapat memberikan perubahan terhadap hubungan internasional.
c.       Ketiga, kaum liberal menganggap kedudukan politik internasional dan politik domestik sama penting, karena liberalisme berfokus pada tatanan politik internasional maupaun politik domestik.
d.      Keempat, kaum liberal menilai bahwa kerjasama ekonomi antarnegara sangat dibutuhkan, karena dengan ketergantungan ekonomi negara dapat mencegah terjadinya perang.
e.       Kelima, menekankan pada efek positif dalam hubungan internasional. Kaum liberal juga berpendapat bahwa perdamaian dan stabilitas dunia dapat dicapai apabila manusia dapat bekerjasama dengan baik, serta dihargai hak martabatnya.
Liberalisme beranggapan bahwa kerjasama merupakan suatu hal yang penting dalam hubungan antarnegara. Dengan dasar optimisme terhadap sikap manusia, kaum liberal yakin bahwa akal pikiran manusia dapat tiba pada kerjasama yang menguntungkan dan akhirnya dapat mengakhiri perang (Jackson dan Sorensen, 1999: 142).

2.1.1 Asumsi-Asumsi Dasar Liberalisme
1. Kaum Liberal percaya bahwa seluruh umat manusia adalah makhluk rasional. Rasionalitas bisa digunakan dalam dua cara yang berbeda:
a. Dalam pengertian instrumen, sebagai kamampuan untuk mengungkapkan pkiran dan mengejar ‘kepentingan’ seseorang.
b. Kemampuan untuk memahami prinsip-prinsip moral dan hidup berdasarkan aturan hukum.
2. Kaum liberal menilai kebebasan individu di atas segalanya.
3. Liberalisme berpandangan positif atau progresif tentang karateristik manusia. Kaum liberal percaya bahwa perubahan-perubahan dalam hubngan internasional merupakan hal yang sangat mungkin dicapai.
4. Kaum liberal enekankan kemungkinan bagi agensi manusia untuk memengaruhi perubahan.
5. Dengan berbagai cara, liberalisme menentang pembagian antara wilayah domestik dan internasional:
a. Liberalisme merupakan pada beberapa konsepsi tentag suatu komunitas umat manusia yang uniersal yang melmpui pengidentisikasian diri denan dan keanggotaan dari komunitas negara-bangsa.
b. Konsep kaum liberal tentang interpedensi dan masyarakat dunia menyatakan bahwa dalam dunia kontemporer batas-batas antar-negara menjadi lebih mudah ditembus.



2.1.2    Negara dan Kekusaan menurut Liberalisme
            Liberalisme menganggap negara sebaik-baiknya sebgai ‘sosok ancaman yang diperlukan’ (necessary evil). Kaum liberal juga membuat suatu pembedaan di antara berbagai macam bentuk negara. Rezim otoritarian atau tiran yang kekuasaannya tidak dikontrl sangat berpeluang memiliki  perilaku yang makin kejam atau agresif, sedikit sekali menghormati hak asasi manusia, atau peduli penderitaan manusia. Sebaliknya, di negara-negara demokrasi-liberal, keberadaan negara dipandang sebagai ‘penengag netral’ (neutral abriter) di antara berbagai kepentingan yang saling bersaing dalam suatu masyarakat yang terbuka dan prural. Negara memberikan kerangka acuan (secara hhuku dan politik) yag di dalamnya memungkinkan seseorang untuk enjalankan urusan sehari-hari dengan perasaan aman dari bahaya, sehingga berbabagai jenis kesepakatan akan dilindungi dan orang-orang akan mampu mengejar berbagai tujuan dan kepentingan mereka tanpa ada larangan, namun dengan catatan bahwa mereka tida membahayakan orang lain.
            Pemikiran tentang kebutuhan atas kontrol kekuasaan negara ini memunculkan konsep pluralise yang liberal. Pada awalnya penggunaan stilah pruralisme mengac pada kepercayaan terhadap kebutuhan unuk mendistribusikan kekuasaan politik melalui beberapa institusi, yang tak atu pun berkuasa. Misalnya, dalam demokrasi liberal, peerintah mempunyai kekuasaan eksekutif dan legislatif tertentu dan berkuasa atas kekuatan tentara atau kepolisian atau yang disebut sebagai badan kekuasaaan negara yang punya kecederungan untuk mengancam.
            Kaum liberal sangat serius menanggapi gagasan bahwa rakyat bisa meluaskn pengaruh. Sejauh kekuasaan dapat dilihat sebagai kapasitas untuk bertindak guna meningkatkn keuntugan atau untuk memengaruhi hasil suatu peristiwa atau sebuah keputusan, kaum liberal percaya bahwa kekuasaan disebarkan pada serangkaian intitui dan di antara berbagai negara dan aktor non-negara. (Steans dan Pettiford, 2012)




BAB III
PEMBAHASAN

3.1       Profil Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
            Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono atau yang biasa disebut SBY lahir pada 9 september 1949di Pacitan, jawa timur.  Beliau adalah seorang ilmuan yang berhasil mendapat gelar Master in Management dari Webster University di Amerika Serikat pada tahun 1991. Kemudian beliau melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 dan berhasil mendapatgelar Doktor Ekonomi Pertanian. Pada tahun 2005 beliau mendapat anugrah dua Doctor Honoris Causa. Masing-masing almamaternya Webster University di Ilmu Hukum dan dari Thammasat University di Thailand untuk bidang ilmu politik. Selain itu beliau juga mendapatkan lulusan terbaik AKABRI Darat di tahun 1973 dan terus mengabdi seba gaiperwira TNI selama 27 tahun. Beliau juga meraih pangkat jenderal TNI tahun 2000. Disepanjang masa itu, beliau juga mengikuti berbagai serangkaian pendidikan dan pelatihandiindonesia dan luar negeri antara lain seskoad dan command and general staff college diAmerika Serikat. Selain di dalam negeri, beliau juga bertugas pada misi-misi luarnegeri  seperti ketika menjadi Chief Military Observer United Nations Peace KeepingOperations (CMO UNPKO) dan Komandan Kontingen Indonesia di Bosnia Herzegovina pada1995-1996. Setelah mengabdi sebagai perwira TNI selama 27 tahun, beliau mengalamipercepatan masa pensiun maju 5 tahun ketika menjabat Menteri di tahun 2000. Atas pengabdiannya, beliau menerima 24 tanda kehormatan dan bintang jasa, diantaranya Satya Lencana PBB UNPKF, Bintang Dharma dan Bintang Maha Putra Adipurna. Atas jasa-jasanyayang melebihi panggilan tugas, beliau menerima bintang jasa tertinggi di Indonesia, Bintang Republik Indonesia Adipurna.

Seperti yang kita ketahui bahwa Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI yang ke enam dan presiden yang pertama dipilih langsung oleh rakyat indonesia bersama Drs. M. Jusuf kalla sebagai wakil presidenya. Beliau dipilih dalam pemilihan presiden pada thun 2004. Dan MPR melantik beliau pada menjadi presiden pada 20 Oktober 2004. Sebelum dipilih oleh rakyat dalam pemilihan presiden langsung, SBY melaksanakan banyak tugas pemerintahan yaitu sebagai  Menteri Pertambangan dan Energi serta Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan pada Kabinet Persatuan Nasional di jaman Presiden Abdurrahman Wahid. Beliaujuga bertugas sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dalam Kabinet Gotong Royongdi masa Presiden Megawati Soekarnoputri. Selain itu, beliau juga pernah menjabat sebagai Co-Chairman of the Governing Board of the Partnership for the Governance Reform.  Beliau adalah juga Ketua Dewan Pembina di Brighten Institute, sebuah lembagakajian tentang teori dan praktik kebijakan pembangunan nasional. Tak hanya itu, padabeberapa tahun terakhir. SBY juga berperan aktif di berbagai forum internsional yaitu upayapenyelamatan lingkungan hidup, pelaksanaan konfereni bali mengenai perubahan iklim yangmenghasilkan copenhagen accord. SBY juga memprakarsai  terbentuknya Coral TriangleInitiative, yang merupakan upaya kerjasama antara Indonesia, Malaysia, Philipina, PapuaNugini, Kepulauan Solomon, Timor Leste dan Brunei Darussalam, dalam melindungikeanekaragaman sumber daya hayati lautan di wilayah ini, serta terbentuknya Forest - 11 (F11), kelompok negara-negara pemilik hutan tropis di dunia.

SBY juga dikenal sebagai penggemar baca dengan mengoleksi ribuan buku dan dan telahmenulis sejumlah buku dan artikel seperti: Transforming Indonesia: Selected InternationalSpeeches (2005), Peace deal with Aceh is just a beginning (2005), The Making of aHero (2005), Revitalization of the Indonesian Economy: Business, Politics and Good Governance (2002), dan Coping with the Crisis - Securing the Reform (1999). Ada pulaTaman Kehidupan, sebuah antologi yang ditulisnya pada 2004. 

SBY menikah dengan ibu Ani Herrawati dan mereka dikaruniai dua anak laki-laki, anak yangpertama adalah Kapten Inf. Agus harimurti Yudhoyono merupakan lulusan terbaik militer ditahun 2000 dan telah menyelesaikan Program Master di bidang Strategic Studies di IDSS, Nanyang Technological University, Singapura. Pada akhir bulan mei 2010 yang bersangkutanjuga telah menyelesaikan Program Master di bidang Public Policy di Kennedy School of Goverment, Harvard University, Amerika Serikat. Dan Telah menikah dengan Annisa Larasati Pohan, dan dikaruniai seorang putri, Almira Tunggadewi Yudhoyono. kemudian anak keduanya adalah Edhie Baskoro Yudoyhono, yang merupakan lulusan bachelor of Commerce Finance dan Electronic Commerce dari Curtin University of Technology, Perth, Western Australia. Serta lulusan Program Master bidang International Political Economy di S.Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University (NTU) Singapura. Dan sampai Saat ini aktif sebagai anggota DPR RI dan sebagai Sekretaris Jenderal Partai Demokrat.

3.2       Karakteristik Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono

Beda pemimpin beda juga karakter individu maupun cara kepemimpinannya, apabila padamasa orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto yang cenderung bergaya otoriter danmiliteristik dan untuk diterapkan kembali pada era sekarang ini bisa dikatakan sulit karena,adanya peningkatan kebebasan baik itu bagi rakyat dan pers yang luas. Karena, adanya peningkatan pada kebebasan pada era sekarang ini akan mempengaruhi gaya kepemimpinan kepala negara di era reformasi sekarang ini. Untuk itu makalah ini akan mencoba menganalisis karakter kepemimpinan SBY dari berbagai indikator-indikator gaya kepemimpinan yang ada.

a.       SBY Dalam Tipe Militeristik

Pada analisis pertama karakteristik kepemimpinan SBY dikaitkan dengan militeristik. Hal ini bisa disebabkan karena, yang mempengaruhi corak kepemimpinan suatukepala negara bisa berupa pengalaman dan pendidikannya. Karena seperti yang masyarakat ketahuim dari segi pendidikan danpengalaman ini lah yang mengindikasikan SBY memiliki gaya kepemimpina yang militeristik, SBY merupakan lulusan AKABRI terbaik dan mengabdi kepada TNI selama 27tahun, serta meraih pangkat jendral pada tahun 2000. Meskipun SBY cukup lama berkecimpung di dunia militer, SBY juga berkembang dalam pendidikan sipil seperti meraihgelar Master in Management dari Webster University pada tahun 1991 dan melanjutkanstudinya di Institut Pertanian Bogor dan pada tahun 2004 meraih gelar doktor dalam bidang ekonomi pertanian.

Meskipun SBY telah lama menyesuaikan diri dengan kepemimpinan sipil yang egaliter dandemokratis tetapi budaya militer sebagai dasar pembentukan karakter kepemimpinan SBYtidak bisa hilang begitu saja. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa contoh kasus gaya kepemimpinan militeristik SBY yang masih melekat, seperti beberapa kali memarahi menterinya didepan umum, memarahi para bupati dan walikota seluruh Indonesia yang tidur ketika SBY sedang berpidato. Selain itu gaya militeristik SBY tergambar dari tindakan-tindakannya

SBY dalam pelaksanaan administrai negara yang formalitas dan kaku. Ini merupakan salah satu karakteristik dari gaya kepemimpinan militeriktik yaitu, segala sesuatu bersifat formal. Terlihat dari pelaksanaan pemerintahan SBY yang berjalan denganprinsip bahwa segala sesuatunya sesuai dengan peraturan artinya setiap pikiran baru harus bersabar untuk menunggu sampai peraturannya berubah dulu, terobosan menjadi barang langka.

b.      SBY Dalam Tipe Karismatik

Kharisma adalah hal wajib yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Kharisma seorang pemimpin bisa dilihat melalui cara memimpinnya. SBY adalah salah satu pemimpin yang berkharisma, kharismanya bukan hanya dalam hal mencari perhatian. Kharisma yang terdapatpada SBY telah menyatu dengan kepribadian beliau yang telah unggul dalam segala bidang,baik itu dalam ideologi, politik, ekonomi, budaya sosial maupun pendidikan.


d.      SBY Dalam Tipe Demokratis

Menurut pandangan dan sepengetahuan penulis, karakter dari kepemimpinan SBY termasuk ke dalam tipe demokratis, ini mungkin disebabkan karena tuntutan pada era sekarang yang semakin liberal. Dimana gaya kepemimpinan ini selalu mengajak beberapa perwakilan yang berada di bawah dalam pengambilan keputusan, namun keputusan tetap terdapat pada pemimpinnya. Selain itu, pemimpin yang demokratis berusaha untuk mendengar berbagai aspirasi dan menganalisis aspirasi tersebut untuk kemudian dijadikan sebagai pengambilan keputusan.

3.3       Tujuan Politik Luar Negeri di Era Susilo Bambang Yudhoyono

Ada tiga hal yang menjadi tujuan utama politik luar negeri Indonesia saat SBY menduduki kursi presiden. Yang  pertama adalah untuk meningkatkan peranan Indonesia di dunia Internasional dalam rangka membina dan meningkatkan persahabatan dan kerjasama yang saling bermanfaat antara bangsa-bangsa. Hal ini terealisasikan dengan Indonesia aktif dalam keanggotaan ASEAN, SBY sadar bahwa sebagai anggota ASEAN, Indonesia harus bisa menjalin hubungan yang baik dengan Negara-negara anggota ASEAN ataupun Negara manapun di seluruh dunia. Dalam mottonya “Million friends, zero enemy”. Indonesia bisa diartikan sebagai Negara yang menentang penjajahan serta Negara yang cinta damai. Tujuan yang kedua yaitu, untuk memperkuat persatuan dan kerjasama di dalam bidang ekonomi melalui kerjasama perdagangan maupun pertukaran barang. Tujuan ketiga yaitu, meningkatkan kerjasama antar negara untuk membuat suatu kondisidamai dan ketertiban dunia demi kesejahteraan yang berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial. Di bidang kerjasama internasional, kinerja yang telah dicapai pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono antara lain, ialah :

1.      Menyelesaikan masalah sengketa perbatasan Indonesia dengan negara lain. Misalnya perbatasan dengan Malaysia, dan Timor Leste sedangkan Papua Nugini masih dalam tahap perundingan.

2.      Support Indonesia terhadap Palestina dalam konflik Palestina dengan Israel. support positifini  penting bagi kinerja politik luar negeri Indonesia yang mulai bersifat pro aktif dan high profile dalam usaha untuk menciptakan perdamaian dunia.

3.      Meningkatkan kerjasama di ASEAN  dalam bidang ekonomi internasional, Indonesia terus mengikuti berbagai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) seperti KTT APEC XII, KTTASEAN, KTT Tsunami dan KTT Asia Afrika.

4.      Kegiatan saling mengunjungi presiden dan wakil presiden ke negara – negara lain menghasilkan perjanjian – perjanjian yang saling menguntungkan kedua belah pihak terutama didalam sector ekonomi yaitu banyaknya investasi masuk dan meningkatnya perdagangan Indonesia.

3.4       Kebijakan Luar Negeri di Era Susilo Bambang Yudhoyono

Pada masa kepimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia menjadi negara yangcukup disegani oleh dunia internasional. Sebagai seorang Jenderal TNI (Purn). SBY memilikikarakter yang kuat dalam memimpin negara Indonesia ini. Beliau membuat negara Indonesia dipandang dan juga cukup disegani oleh dunia internasional. Hal ini membuat negara lain merasa nyaman dan aman dalam menjalin kerjasama dengan Indonesia meskipun beberapa tahun sebelumnya Indonesia sempat diisukan sebagai negara  sarang teroris.

Dalam masa kepemimpinan SBY ini, Indonesia aktif mengikuti berbagai organisasi internasional hingga konvensi tingkat dunia. Di sini menunjukkan peran total diplomasi Indonesia dalam menarik perhatian negara lain di dunia serta menunjukkan bahwa Indonesia ikut berperan aktif dalam dunia internasional. Beberapa bukti eksistensi Indonesia di mata internasional antara lain pada tahun 2011 Indonesia merupakan tuan rumah Sea Games XXIV Palembang. Selain itu Indonesia juga menjadi tuan rumah KTT ASEAN pada tahun 2011serta KTT APEC pada Oktober 2013 di Bali, dan yang paling membanggakan adalah tahun2013 lalu, Indonesia menjadi tuan rumah perhelatan Miss World 2013 di pulau Dewata Bali.Hal ini membuktikan adanya peningkatan kepercayaan masyarakat internasional padaIndonesia.

Beberapa langkah kerjasama internasional beserta pemantapan politik luar negeri yang dilaksanakan oleh pemerintahan Indonesia dalam masa kepimpinan presiden SBY antara lain:

1.      Memperkuat hubungan serta kerjasama bilateral, regional, maupun internasional di segala bidang.

2.      Meningkatkan peranan aktif Indonesia dalam proses integrasi ASEAN dan juga di AsiaPasifik, membangun kemitraan strategis baru Asia-Afrika dan hubungan antar sesama negara berkembang, serta organisasi internasional.

3.      Meningkatkan peranan aktif Indonesia dalam keamanan dan perdamaian internasional,serta memperkuat multilateralisme.

4.      Meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada WNI di luar negeri.

5.Mendorong pencapaian Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera melalui pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional, serta upaya peningkatan investasi, penyediaan lapangan pekerjaan serta perkembangan teknologi.

Era reformasi memberikan dampak positif bagi perkembangan HAM di Indonesia. Reformasijuga memberikan kebebasan kepada rakyat dan khususnya adalah media massa dalam memberikan informasi. Sebagai salah satu usaha dalam pegakan hukum HAM di Indonesia,pada tanggal 28 Oktober 2005 Indonesia telah meratifikasi dua instrumen internasional utamadalam bidang HAM, yaitu Kovenan Internasional tentang hak-hak Ekonomi, Sosial, danBudaya (International Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights/ICESCR) dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil andPolitical Rights/ICCPR).

Pada level hubungan bilateral,  telah dilaksanakan dialog tahunan antara Norwegia dan Kanada yang menghasilkan berbagai program kerja sama dalam peningkatan kapasitas dalambidang HAM. Saat ini, pemerintah Indonesia sedang menggagas dialog serupa dengan Rusiadan Swedia. Pemerintah Indonesia secara aktif dan konsisten sangat mendukung pembentukan mekanisme regional HAM ASEAN serta dimasukkannya strategi yang dalam bidang HAM kedalam Rencana Aksi Masyarakat Keamanan ASEAN 2004 (ASEAN Security CommunityPlan of Action 2004).

Kebijakan luar negeri lain yang di keluarkan pada masa kepemimpinan Susilo BambangYudhoyono dan mengarah ke bidang ekonomi adalah :

1.      Menekankan program ekonomi makro daripada program peningkatan ekspor secara spesifik.

2.      Resep perbaikan iklim investasi, pembangunan infrastruktur massal untuk menciptakan lapangan kerja baru.

3.      Melanjutkan pertumbuhan ekonomi pada masa pemerintahan Megawati.

4.      Indeks harga saham gabungan (IHSG) membumbung ke rekor 861.318. Kurs antara Rp 8.900 sampai Rp 9.150 per US $.

5.      Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.


Dari kebijakan ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki banyak modalitas yang bisa dikatakan cukup baik pada saat ini sebagai pelaku dalam politik internasional, selain itu di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono karena dari modalitas dari Indonesia yang saat ini sudah baik menjadikan bangsa Indonesia lebih percaya diri dalam mengambil peran diranah politik internasional. Dari faktor ini juga mendorong Indonesia untuk kembali berminat dan mengambil peran aktif dalam masalah-masalah Internasional, Indonesia juga memilikipeluang yang besar dalam berinteraksi dengan dunia internasional dengan modal sebagainegara demokratis ketiga terbesar di dunia dan posisi Indonesia sebagai anggota dalam Dewan Keamanan PBB serta Indonesia juga dianggap memiliki profil sebagai pemimpin negara berkembang di dunia.

3.5       Keadaan Indonesia di bawah kebijakan-kebijakan luar negeri Susilo  Bambang Yudhoyono (SBY) melalui diplomasi Soft Power

Pada tataran domestik, kondisi Indonesia dibawah pemerintahan SBY secara politikdan ekonomi telah mengalami perkembangan yang relatif lebih baik dan stabil. Demokratisasi yang dimulai sejak 1998 telah mengantarkan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Dengan populasi penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadi model yang ideal dimana Islam dandemokrasi dapat berjalan bersama tanpa adanya pertentangan. Jonas Parello-Plesne rmengkategorikan Indonesia sebagai negara kekuatan menengah baru (middle power)di Asia Pasifik dimana salah satu indikator yang digunakan adalah keberhasilan Indonesia dalam melaksanakan demokrasi ditengah-tengah masyarakat yang multi-etnik dan multi-religius.Bahkan Freedom House menilai Indonesia sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggarayang relatif bebas secara politik. Penyelenggaraan pemilihan umum 2004 dan 2009 yang berlangsung dengan damai dan tertib merupakan refleksi dari tingginya tingkat stabilitas politik domestik Indonesia. Menguatnya demokratisasi yang mengarah pada konsolidasi demokrasi menjadi salah satu faktor yang mendorong pemerintahan SBY untuk memproyeksikan nilai-nilai demokrasi ke dalam politik luar negeri.

Dari aspek ekonomi, Indonesia menjadi salah satu negara yang mampu menunjukan pertumbuhan ekonomi yang positif ditengah resesi global. Pada tahun 2011, Indonesia memiliki GDP nominal sebesar US$ 854 miliar dan menempati peringkat ke-16 ekonomi terbesar dunia serta menjadi satu-satunya negara ASEAN yang menjadi anggota tetap dalam forum G-20. Pemerintahan Presiden SBY bahkan telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen, meningkatkan pendapatan per kapita dari 2,590 dollar menjadi4,500 dollar per hari, serta mengurangi pengangguran dari 7,9 persen menjadi 6 atau 5 persen pada akhir periode pemerintahannya di 2014.Kebutuhan akan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tersebut setidaknya akan mengarahkan diplomasi dan politik luar negeri SBY pada upaya-upaya untuk mengamankan akses pasar bagi produk ekspor Indonesia dan menarik investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI)yang menjadi dua elemen penting  dalam pembangunan ekonomi nasional.

Dari aspek militer, embargo senjata dari Amerika Serikat telah mengakibatkan
penurunan kekuatan relatif militer Indonesia karena kondisi alat utama sistem persenjataan Indonesia yang tergolong tua turut mempengaruhi kesiapan tempur militer Indonesia. Anggaran pertahanan yang dialokasian oleh pemerintah juga dipandang kurang dari cukup untuk mencapai Kekuatan Pokok Minimal (Minimun Essential Force/MEF). Dari kondisi ini menjadi sangat sulit bagi Indonesia untuk menggunakan kekuatan militer sebagai instrumen penangkal (deterrent) ataupun untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang bersifat konfrontatif maupun offensive dalam konstelasi politik global.

Presiden SBY memandang lingkungan eksternal Indonesia sebagai dunia yang penuh dengan gejolak dan perubahan, karena itu prinsip bebas aktif dalam postur politik luar negeri Indonesia harus didasarkan atas pendekatan konstruktif. Pendekatan konstruktif dapat dimaknai sebagai kemampuan  untuk merubah musuh menjadi teman, dan dari teman berubah menjadi mitra kerjasama. Inti dari pendekatan konstruktif Presiden SBY tersebut adalah pola pikir positif dalam mengelola kerumitan permasalahan luar negeri; konektifitas yang sehat dalam urusan urusan internasional; dan identitas internasional yang solid bagi Indonesia yang didasarkan pada pencapaian-pencapaian domestik dan diplomatiknya.SBY juga memandang bahwa politik luar negeri merupakan hasil dari proses berpikir yang mengedepankan aspek rasional daripada emosional dan mengutamakan pendekatan lunak (soft power) daripada hard power.Artinya, Indonesia dalam menjalankan politik luar negerinya harus menerapkan sikap dan pola pikir yang tidak didasarkan pada kecurigaan berlebihan, ketakutan atau defensif, melainkan sikap percaya diri dan semangat menjalin kemitraan dengan negara-negara lain dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional.Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia harus mampu menjalin kemitraan dengan berbagai pihak untuk merealisasikan agenda pembangunan nasional yang telah dirumuskan.

Menurut Rizal Sukma, setidaknya terdapat tiga strategi utama yang dapat dilihat dari politik luar negeri Indonesia pada saat itu. Pertama, Indonesia tetap memberikan prioritas pada proses pembangunan komunitas regional dengan memberikan penekanan pada fungsi dan manfaat dari multilateralisme. Indonesia berpartisipasi aktif dalam institusi-institusi kunci regional – ASEAN, ASEAN+3, ASEAN Regional Forum (ARF), East Asia Summit (EAS),dan APEC. Kedua, disamping menekankan akan pentingnya multilateralisme, Indonesia juga mengakui perjanjian bilateral dalam kerangka kemitraan strategis dan komprehensif dengan major dan regional powers – Tiongkok, India, Korea Selatan, Australia, Jepang, Amerika Serikat. Ketiga, Indonesia aktif berkontribusi dalam upaya-upaya global untuk menemukan solusi atas masalah krisis ekonomi, keamanan energi dan pangan, serta perubahan iklim. Dalam konteks ini, keanggotaan Indonesia dalam G-20 merupakan priorita sbaru dalam politik luar negeri SBY.

Berkaitan dengan isu-isu strategis yang berkembang pada tataran internasional da nasional, maka pola politik luar negeri Indonesia dibawah kepemimpinan SBY diimplementasikan ke dalam empat hal: Pertama, secara normatif politik luar negeri Indonesia akan tetap berpegang teguh pada prinsip bebas aktif dengan merangkul negara-negara major powers dan regional powers di Asia Pasifik dalam ikatan comprehensive partnership maupun strategic partnership. Kedua, Indonesia akan tetap menggunakan ASEAN sebagai pilar utama dalam politik luar negeri dan pembentukan arsitektur atau tatanan regional (regional order). Ketiga, memanfaatkan forum kerjasama G-20 sebagai sarana untuk mengatasi krisis finansial global. Keempat, menggunakan Bali Democracy Forum sebagai sarana untuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi kepada negara lain.

3.6       Semboyan “Million friends, zero enemy” era SBY

            Pada hakikatnya semboyan million friends zero enemy merupakan repetisi dari implementasi kebijakan yang dilakukan pemerintah pada periode pemerintahan 2004-2009. Hanya saja periode SBY sebelumnya, slogan tersebut belumlah diperkenalkan ke publik. Dalam makalah ini, semboyan million friends zero enemy akan dibahas lebih luas sebagai suatu paradigma. Artinya, semboyan tersebut bukanlah hanya semata aksesoris dalam kebijakan luar negeri Indonesia, namun juga merupakan sebuah nilai yang dianut oleh pemerintah. Melalui semboyan tersebutlah pemerintah Indonesia berupaya untuk tidak menekankan sikap permusuhan dengan aktor internasional lain sebagaimana kutipan presiden SBY sebagai berikut:

“Kebijakan politik luar negeri Indonesia adalah all direction foreign policy dengan mengangkat slogan mencari sebanyak mungkin teman dan menghindarkan permusuhan (million friends and zero enemy). Indonesia kini telah menjadi kekuatan regional dengan global responsibility dan global interest. Kami akan selalu aktif menguatkan hubungan kerja sama dan kemitraan dengan negara sahabat manapun, tentu atas kepentingan nasional dan kepentingan bersama kita.” (Transkrip paparan Presiden Republik Indonesia Mengenai Perkembangan Tanah Air Kepada Kalangan Diplomatik pada 15 Februari 2012.)

            Sesungguhnya tidak ada yang baru dalam million friends zero enemy. Dilacak pada periode SBY sebelumnya, kebijakan seperti ini juga terlihat diterapkan walaupun tanpa embel-embel slogan million friends zero enemy. Dalam dunia yang sedang bertranformasi atau yang disebut Menlu Marty Natalegawa pada saat itu sebagai dynamic equillibrium, sikap non-konfrontatif diyakini sebagai sebuah langkah strategis. Prinsip million friends zero enemy juga diasumsikan Menlu sesuai dengan prinsip bebas aktif yang selama ini menjadi landasan idiil poitik luar negeri Indonesia. Semboyan million friends zero enemy bukan dimaksudkan untuk menggatikan prinsip bebas aktif, justru semboyan ini menadi komplemen atas prinsip bebas aktif dalam konteks kekinian.
           
            Pemilihan kalimat million friends agaknya cukup sulit dimaknai, bahkan jika melihat fakta bahwa jumlah negara di dunia jauh dari angka satu juta. Namun, alasan pemerintah memakai semboyan tersebut adalah perlunya satu juta sahabat yang dilandasi oleh kesadaran jika sahabat Indonesia bukan hanya negara. Era kontemporer memungkinkan diplomasi antar individu (people to people). Maka dari itu pada tanggal 15 Agustus 2011 pemerintah meresmikan PfOi (presidential friend of Indonesia). PfOi diasumsikan dapat mendukung tema kekuatan Indonesia di ASEAN tahun 2011 dengan motto ASEAN Community within the Global Community of Nations.
           
Pada era Million Friends Zero Enemy, Indoenesia juga ternyata mendapat banyak pujian. Pada saat itu, Menlu menunjukkan posisi Indonesia di forum internasional merupakan sebuah bentuk penghargaan internasional atas sikap bersahabat Indonesia. Bahkan tidak jarang beberapa kali Indonesia didaulat untuk menjadi mediator dalam kasus konflik di luar teritori Indonesia, semisal antara Kamboja dan Thailand tahun 2010. Terlebih lagi, Indonesia dimasa pemerintahan SBY secara intensif ditunjuk menjadi tuan rumah dalam beberapa konferensi terkemuka seperti United Nation Forest and Climate Change, Konferensi Asia Afrika, dan Bali Democracy Forum. Tak bisa dipungkiti Indonesia pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tercatat paling banyak menjadi tuan rumah dibandingkan era presiden sebelumnya.




3.7       Pola Politik Luar Negeri SBY

Gaya diplomasi yang dijalankan oleh SBY pada satu sisi memiliki kesamaan dengan Soekarno yang memiliki fokus pada masalah-masalah global yang memiliki dampak langsung terhadap Indonesia seperti krisis finansial global.Kendati demikian, PresidenSBY tidak mengikuti serangkaian kebijakan konfrontatif Soekarno yang terbukti justrumengisolasi Indonesia dari komunitas internasional, SBY justru berupaya untuk merangkul sebanyak mungkin pihak dalam kerangka kemitraan yang saling menguntungkan. Hal ini berhubungan dengan inti konstruksi pemikiran politik luar negeri SBY yang memberikan penekanan pada konektifitas yaitu bagaimana Indonesia mampu menjalin hubungan baikdengan semua pihak melalui proses diplomasi, karena melalui jalinan itulah yang akanmenentukan pengaruh dan kemampuan Indonesia dalam membentuk tatanan duniai nternasional yang dikehendaki.

3.7.1    Kemitraan Strategis dan Komprehensif dengan Major Powers

Kemitraan strategis maupun kemitraan komprehensif merupakan suatu upaya untuk menyusun struktur hubungan, persetujuan berdasarkan prioritas dan bagaimana untuk mencapai target yang telah ditetapkan sehingga hubungan kemitraan yang telah terjalin menjadi lebih terukur dan dapat diprediksi. Dalam pengertian lain, kemitraan strategis menunjukan suatu hubungan kemitraan yang didasari oleh sebuah persetujuan untuk menempa dan melembagakan kerjasama berdasarkan seperangkat isu yang telah disepakati bersama dan berjangka panjang. Selama beberapa tahun terakhir salah satu prioritas utama diplomasi Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden SBY adalah membangun kedekatan hubungan dengan negara-negara mitra kunci, baik negara maju maupun berkembang, dalam bentuk strategic partnerships ataupun comprehensive partneships. Hal ini dapat dilihat sebagai penerapan konkrit daripada semboyan “million friends, zero enemy” yang diusung pada era presiden SBY.

Kemitraan strategis maupun komprehensif ini menjadi bagian penting dan tuntutan diplomasi luar negeri Indonesia yang lebih pro-aktif dan well thought out, dimana Indonesia ingin dilihat sebagai negara yang secara strategis dan politis mempunyai arti bagi stabilitas dan perdamaian kawasan.

a. Tiongkok

Persetujuan Kemitraan Strategis (Strategic Partnership Agreement) antara Indonesia dengan Tiongkok ditandatangani pada 25 April 2005. Terdapat tiga bidang luas yang dicakup dalam perjanjian kemitraan strategis ini, yaitu kerjasama politik dan keamanan, kerjasama ekonomi dan pembangunan, dan kerjasama sosial budaya.Kemitraan strategis Indonesia dengan Tiongkok terselenggara utamanya karena dilatarbelakangi oleh kesamaan kepentingan kedua negara. Dalam pandangan Indonesia, Tiongkok adalah salah satu kekuatan regional dan sekaligus kekuatan global yang pengaruhnya semakin meningkat. Kedudukan dan peran Tiongkok yang menonjol tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam hubungan dan kerjasama kawasan. Sebaliknya, Tiongkok memandang Indonesia sebagai mitra strategis yang memiliki peran penting bagi stabilitas kawasan dan memiliki potensi ekonomi yang cukup besar, sekaligus juga tetangga yang bersahabat (friendly neighbors).

Penandatanganan deklarasi kemitraan strategis Indonesia-Tiongkok ini menjadi pertanda dimulainya suatu fase baru dalam sejarah hubungan dua negara. Mengingat hubungan diplomatik Indonesia dengan Tiongkok sempat dibekukan selama lebih dari 32 tahun dan kembali dinormalisasi pada tahun 1990. Sejak penandatangan kemitraan strategis pada 2005 tersebut, hubungan Indonesia dengan Tiongkok mengalami perkembangan yang signifikan.Dalam kerangka kemitraan strategis ini kedua negara menyepakati untuk meningkatkan volume perdagangan sebesar US$ 30 miliar pada 2010, namun target tersebut telah terlampaui pada 2008, yaitu sebesar US$ 31,5 miliar dengan ekspor Indonesia sebesar US$14.2 milyar dan impor US$ 17.3 milyar.Total nilai perdagangan Indonesia dengan Tiongkokdari 2005-2010 mengalami peningkatan yang progresif dari US$ 12,5 miliar  menjadi US$42,8 miliar. Melihat progresifitas kegiatan perdagangan kedua negara tersebut,  Indonesia danTiongkok dalam kerangka kemitraan strategis kembali menargetkan untuk meningkatkan volume perdagangan sebesar US$ 80 miliar pada 2015. Nilai investasi Tiongkok di Indonesia juga mengalami peningkatan sejak deklarasi kemitraan strategis resmi ditandatangani. Pada tahun 2011, investasi Tiongkok mencapai US$ 173 dolar dan berada diurutan ke-11 negara investor terbesar di Indonesia.

b. Amerika Serikat

Kemitraan komprehensif Indonesia-AS ditandatangani secara resmi pada November2010 ketika Presiden Obama melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Terdapat tigabidang kerjasama yang tercakup dalam kemitraan komprehensif Indonesia-AS ini, yaitu bidang politik dan keamanan, ekonomi dan pembangunan, sosial-budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara politis, kemitraan komprehensif ini dapat membantu penguatan kapasitas institusi-institusi demokrasi di Indonesia. Dari perspektif ekonomi, kemitraan komprehensif ini dapat meningkatkan aktivitas ekonomi kedua negara seperti perdagangan dan investasi sekilgus dukungan dan bantuan untuk menguatkan fondasi ekonomi Indonesia khususnya dalam hal pendidikan, kesehatan, infrastruktur, manufakturdan teknologi. Kemitraan ini juga dapat meningkatkan peran Indonesia sebagai mitra Amerika Serikat dalam mengatasi berbagai isu global.

Amerika Serikat merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Sejak 20092011, aktivitas perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat menunjukan perkembangan yang progresif. Pada 2009, volume perdagangan kedua negara sebesar US$ 17.933.955 dengan nilai ekspor Indonesia US$ 10.850.023 dan impor US$ 7.083.932. Pada 2010, total nilai perdagangan kedua negara meningkat menjadi US$ 23.665.785 dengan nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 14.266.634 dan impor sebesar US$ 9.399.150. Pada tahun 2011, aktivitas perdagangan Indonesia-AS mencapai US$ 27.272.354 atau meningkat sebesar 15,74% dengan nilai ekspor Indonesia sebesar US$ 16.459.139 dan impor sebesar US$ 10.813.206.
c. Jepang

Kemitraan strategis Indonesia dengan Jepang secara resmi ditandatangani oleh Presiden SBY dan Perdana Menteri Shinzo Abe pada 28 November 2006. Dari aspek ekonomi, Jepang merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Indonesia menjadi salah satu negara pemasok utama kebutuhan energi Jepang untuk keperluan industri seperti gas alam,batu bara, nikel; sementara Jepang menjadi negara donor utama sekaligus salah satu negara investor terbesar dalam penanaman modal asing di Indonesia. Pada 20 Agustus 2007, Indonesia dan Jepang menandatangani kesepakatan pembentukan Indonesia and Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan volume perdagangan kedua negara sekaligus memfasilitasi investasi Jepang di Indonesia.

Sejak penandatangan EPA Indonesia dan Jepang tersebut, seperti yang diharapkan sebelumnya kegiatan investasi Jepang di Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan. Menurut data dari BKPM (2011), investasi Jepang untuk sektor transportasi, keuangan, dan industri telekomunikasi mencapai US$ 3,8 miliar; sektor pertambangan,listrik, air dan gas mencapai US$ 1,9 miliar; sektor industri baja dan mesin-mesin elektronikmencapai US$ 1,8 miliar; dan sektor industri bahan kimia dan farmasi mencapai US$ 1,5miliar.Hal yang sama juga terjadi di sektor perdagangan. Berdasarkan data dari Kementrian Perindustrian Indonesia, sejak 2009-2011, Jepang menjadi negara tujuan ekspor terbesar kedua Indonesia untuk kategori produk hasil industri, yaitu sebesar US$ 7.034.537.989 miliar(2009), US$ 10.020.127.349 miliar (2010), dan US$ 12.577.409.967 miliar (2011).

d. India
Kemitraan strategis Indonesia dengan India telah ditandatangani secara resmi pada November 2005, ketika Presiden SBY melakukan kunjungan kenegaraan ke India. Padakunjungan kenegaraan Presiden SBY ke India ditahun 2011, kedua negara kembali menyepakati untuk memperkuat kemitraan strategis yang telah terjalin sebagai bentuk langkah konkret untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan yang berkelanjutan bagi kedua negara. Hal ini menjadi tonggak utama dalam sejarah panjang hubungan bilateral India dan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar pertama dan ketiga di dunia. Dalam jointstatement-nya, Presiden SBY dan PM Manmohan Singh menyatakan keinginan mereka untuk memainkan peran aktif untuk mempromosikam demokrasi, perdamaian dan stabilitas dikawasan Asia Pasifik dan dunia.
Dari aspek ekonomi, dalam kerangka kemitraan strategis tersebut, pada tahun 2005 kedua negara telah menyepakati pencapaian target volume perdagangan sebesar US$ 10 miliar pada 2010. Ternyata target US$ 10 miliar tersebut telah tercapai pada tahun 2008 danpada tahun 2010 nilai total perdagangan kedua negara mencapai US$ 13 miliar Melihatpotensi perdagangan yang besar, pada tahun 2011 kedua negara kembali menargetkan volume perdagangan sebesar US$ 25 miliar pada 2015. Peningkatan kerjasama juga terjadi pada bidang investasi, nilai total investasi India di Indonesia selama periode 1999-2009 mencapai 320,5 juta dollar AS yang terdiri dari 145 proyek.

3.8       Kerjasama Indonesia dengan Amerika Serikat

Amerika Serikat dan Indonesia menyepakati Kemitraan Milenium Menyeluruh, atau Millenium Comprehensive Partnership, MCP, di bidang pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan.
Peningkatan kerjasama antara Indonesia dan Amerika Serikat ini disampaikan dalam keterangan pers bersama Presiden AS Barack Obama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai pertemuan bilateral di sela-sela KTT Asia Timur di Nusa Dua, Bali pada tahun 2011 lalu.
Kemitraan Milenium Menyeluruh ini senilai US$600 juta atau sekitar Rp5,4 triliun, yang ditujukan untuk mendukung pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan, kesehatan masyarakat dan meningkatkan pelayanan publik di Indonesia.
Kesepakatan ini termasuk penandatanganan kerjasama investasi. Di bidang ekonomi juga terdapat peningkatan yang sangat signifikan sebagai contoh ditandatanganinya OPIC, Overseas Private Investment Cooperation. Kerjasama ini, menurut SBY, menjadi pedoman perdagangan dan investasi diantara kedua negara.
Hasil dari OPIC yang terlihat hari ini adalah pembelian pesawat Boeing 737 oleh maskapai penerbangan Lion Air. Keputusan perusahaan maskapai Indonesia untuk membeli lebih dari 230 pesawat Boeing senilai setidaknya $20 miliar dolar menyetak transaksi komersial terbesar di antara kedua negara, dan menunjukkan besarnya potensi hubungan antara kedua Negara.
Di bidang keamanan, Indonesia-AS menyepakati sejumlah langkah untuk meningkatkan kerjasama termasuk pelatihan dan dukungan untuk memutakhirkan militer Indonesia.
Kesepakatan milenium ini merupakan lanjutan dari Kesepakatan Kemitraan Menyeluruh yang dibuat kedua kepala negara saat Obama berkunjung ke Indonesia November tahun lalu. Peningkatan kerjasama yang paling mencolok di antara kedua negara adalah di bidang militer. Setelah embargo terhadap TNI dicabut secara berkala, dalam setahun belakangan Amerika Serikat terlihat royal memberikan bantuan kepada militer Indonesia.
Selain memberikan pelatihan kepada perwira TNI, AS juga menghibahkan pesawat tempur F16. Presiden Barack Obama dalam kesempatan itu sekali lagi menyampaikan misi Amerika yang ingin memperkuat pengaruh di kawasan Asia Pasifik .
Presiden Obama juga merasa senang dapat menjadi presiden Amerika pertama yang menghadiri KTT Asia Timur, ini adalah contoh lain bagaimana AS fokus kembali ke Asia Pasifik dan lebih terlibat dalam kawasan sehingga kita bisa mencapai tantangan bersama, dan tampaknya Indonesia memang menjadi mitra strategis bagi Amerika.
Di bidang keamanan, Indonesia-As menyepakati sejumlah langkah untuk meningkatkan kerjasama termasuk pelatihan dan dukungan untuk memutakhirkan militer Indonesia. Kerjasama pertahanan ini diharapkan bukan hanya meningkatkan kapasitas Indonesia untuk mengamankan dalam negeri tetapi juga membantu Indonesia memainkan peran aktif dalam keamanan di kawasan.
Sebelum datang ke Bali, Obama dan Perdana Menteri Australia Julia Gillard telah meyepakati untuk meningkatkan kehadiran militer AS dengan membangun pangkalan militer di Darwin , daerah utara Australia yang berbatasan dengan perairan Indonesia.[1]



3.9       Analisis Kebijakan Diplomasi Soft Power Berdasarkan Paradigma  
            Liberalisme
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden selama 2 periode berturut-turut, yaitu periode pertama pada tahun 2004-2009 serta periode kedua pada tahun 2009-2014. Padaperiode pertama, SBY memimpin bersama Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden, sedangkanpada periode kedua, SBY memimpin bersama Boediono. Gaya diplomasi soft power SBYdinilai unik karena mengedepankan politik santun, prosedural dan teoritis. Pada kedua periode ini, SBY menjalankan politik luar negeri yang biasa disebut million friends zeroenemy. Selain itu, SBY juga sering menjadikan Indonesia sebagai tempat konferensi-konferensi internasional, seperti KTT ASEAN, APEC, ARM, OKI, dsb.

Dari konferensi-konferensi dan kerjasama-kerjasama antar negara itulah strategi diplomasi soft power SBY dapat terealisasikan, karena diplomasi soft power itu sendiri adalah kemampuan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dengancara membuat pihak lain tertarik sehingga keinginan pihak lain sejalan dengan keinginan kitatanpa melalui pemaksaan atau iming-iming imbalan. Dari ini, dapat dilihat bahwa pelaksanaan politik luar negeri SBY dirasa cukup bagus dan memberi dampak positif baik didalam maupun diluar negeri. SBY mewujudkan suasana tenang, damai, dan bebas darikerusuhan terhadap negara-negara tetangganya. Selain itu, semasa pemerintahan SBY,  kredibilitas Indonesia menjadi semakin meningkat dimata dunia..

Dari penjabaran di atas, hal-hal mengenai kebijakan-kebijakan luar negeri pada era SBY, yang berujung pada diplomasi-diplomasi dan kerjasama-kerjasama dengan negara lain, sangat sesuai dengan paradigma liberalisme yang menjunjung tinggi terjalinnya kerja sama antar negara. Terutama dapat dilihat dari kerjasama Indonesia dengan Amerika Serikat pada Kemitraan Milenium Menyeluruh, atau Millenium Comprehensive Partnership yang menghasilkan kepentingan-kepentingan nasional. Dalam wilayah internasional, kaum liberal memercayai kesempatan bekerja sama antar negara, dan menyatakan bahwa semua negara bisa meraih tujuan-tujuan mereka. Dalam HI kontemporer, kaum liberal juga berpendapat
bahwa interpedensi memaksa negara-negara untuk saling bekerja sama secara lebih ekstensif daripada sebelumnya.

BAB IV
PENUTUP
4.1              Kesimpulan

Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara demokratis sebagai Presiden Indonesia pada tahun 2004, memunculkan sejumlah harapan publik dalam menyelesaikan berbagai permasalahan domestik akibat krisis 1997. Salah satu tugas berat SBY adalah melakukan revitalisasi peran internasional Indonesia agar dapat kembali berperan aktif dalam berkontribusi terhadap permasalahan internasional maupun pemenuhan kepentingan nasional melalui instrumen politik luar negeri.
Million friends zero enemy merupakan sebuah semboyan yang hadir menghiasi kebijakan luar negeri Indonesia era presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah terpilihnya beliau untuk yang kedua kalinya. Sebuah semboyan yang dimaksudkan untuk menampilkan Indonesia sebagai negara yang mampu menjalin kerjasama ke segala penjuru (all direction foreign Policy) dalam dunia yang sedang bergejolak
Ada tiga hal yang menjadi tujuan utama politik luar negeri Indonesia saat SBY menduduki kursi presiden. Yang  pertama adalah untuk meningkatkan peranan Indonesia di dunia Internasional dalam rangka membina dan meningkatkan persahabatan dan kerjasama yang saling bermanfaat antara bangsa-bangsa. Hal ini terealisasikan dengan Indonesia aktif dalam keanggotaan ASEAN, SBY sadar bahwa sebagai anggota ASEAN, Indonesia harus bisa menjalin hubungan yang baik dengan Negara-negara anggota ASEAN ataupun Negara manapun di seluruh dunia. Dalam mottonya “Million friends, zero enemy”. Indonesia bisa diartikan sebagai Negara yang menentang penjajahan serta Negara yang cinta damai. Tujuan yang kedua yaitu, untuk memperkuat persatuan dan kerjasama di dalam bidang ekonomi melalui kerjasama perdagangan maupun pertukaran barang. Tujuan ketiga yaitu, meningkatkan kerjasama antar negara untuk membuat suatu kondisidamai dan ketertiban dunia demi kesejahteraan yang berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial.



DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Jackson, Robert dan George Sorensen. 2015. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Steans, Jill dan Llyoyd Pettiford. 2012. Hubungan Internasional: Perspektif dan Tema. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Dunnne, Tim. 2001. “Liberalism” dalam Baylis, John & Steve Smith. The Globalization of World Politics, 2nd Edition. Oxford: Oxford University Press. Pp. 110-121

Kemenlu. Diplomasi Indonesia. 2010. Jakarta: Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia

Wuryandari, Ganewati. 2008. Politk Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik. Jakarta: P2P-LIPI

Yudhoyono, S. Bambang. 2009. Indonesia Unggul: Kumpulan Pemikiran dan Tulisan Pilihan oleh Presiden Republik Indonesia. Jakarta: Gramedia

Djalal, Dino P. 2009. Harus Bisa: Seni Kepimimpinan ala SBY. Jakarta: R&W




JURNAL:

Tan, P. Johnson. 2007. Navigating a Turbulent Ocean: Indonesia Worldview and Foreign Policy. ASEAN Perspective, 31: 147-181

Haryanto, Agus. 2014. Prinsip Bebas Aktif dalam Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Perspektif dan Peran. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Volume. IV No.II/Desember 2014

Reni Windiani. 2011. Respon Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Globalisasi. Politik Luar Negeri dan Globalisasi


SUMBER LAIN:

“Transkrip paparan Presiden Republik Indnesia Mengenai Perkembangan Tanah Air Kepada Kalangan Diplmatik”. 15 Februari 2012 (http://www.setkab.go.id/index.php?pg=detailartikel&p=4012)

Yudhoyono, S. Bambang. 2012. Menjalankan Diplomasi yang Cerdas Cekatan dan Efektif. Tabloid Diplomasi (www.tabloiddiplomasi.org/index.php/2012/03/19/menjalankan-diplomasi-yang-cerdas-cekatan-dan-efektif/)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANTANGAN DIPLOMASI MULTILATERAL INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN JOKOWI

SEJARAH DIPLOMASI INDONESIA PERAN OKI DAN INDONESIA DALAM KONFLIK ISRAEL-PALESTINA