DIPLOMASI INDONESIA DENGAN OPEC

Dosen : Rachmayani, M.Si
Kelompok 6:
ALFAREZI RIDWANDA (2016230151)
ALFATHAN NUR ESA S. (2016230165)
DHIAZ ARMANDHA (2016230159)
QURAISH SHIHAB (2016230156)
M. TAUFAN A. H. (2016230082)

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (IISIP)
JAKARTA


BAB I

1.1 Latar Belakang

Sebuah kebanggaan tersendiri bagi sebuah negara bangsa yang mampu berperan aktif dalam setiap proses pembuatan kebijakan yang menentukan arah masa depan dunia, apalagi kebijakan itu menyangkut posisi tawar sebuah negara dalam percaturan politik global dan pastinya dengan terlibat langsung dalam proses pembuatan kebijakan tersebut. Indonesia adalah salah satu negara yang mampu dengan baik memainkan peran itu, yakni terlibat langsung dalam proses pembuatan kebijakan tersebut tentunya demi tercapainya kepentingan nasional yang bertujuan memakmurkan rakyat dan pada level lebih tinggi untuk kepentingan umat manusia dengan cara berperan aktif di kancah global sesuai dengan koridor hukum dan Politik Luar Negeri kita yang bebas aktif. 
     Keikutsertaan Indonesia dalam kancah global tidak bisa diraguakan lagi, tinta emas sejarah telah tertoreh bahwa bangsa kita adalah salah satu pencetus Gerakan Non-Blok dilanjutkan Konfrensi Asia Afrika, ASEAN, G15 dan tergabung dalam OKI serta tidak kalah bergengsinya 5 adalah kita salah satu dari 13 negara anggota Organisasi negara-negara pengekspor minyak atau The Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) yang menguasai 40% pasar minyak dunia. 
     Disini jelas OPEC adalah organisasi internasional yang cukup memainkan peran penting dalam menentukan perputaran ekonomi global, karena penguasaanya yang cukup besar dalam pasar minyak dunia yang belum mampu lepas dari ketergantungan akan sumber minyak bumi. Organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) didirikan pada 1960 dengan tujuan mengembalikan penguasaan sumber daya alam minyak kepada kedaulatan pemiliknya yang umumnya negara berkembang. Organisasi ini, menurut anggaran dasarnya, bertujuan menyatukan kebijakan serta melindungi kepentingan anggotanya. Itulah tujuan utama dari pendirian OPEC dalam mengembalikan penguasaan sumber daya alam minyak yang sebelum terbentuk di kuasai oleh perusahan multinasional negara-negara kaya dan maju, mereka menikmati pasar minyak dunia, namun dengan lahirnya OPEC keadan itu pun drastis berubah. Penguasaan minyak bumi tidak hanya terfokus pada segelintir negara maju yang merupakan perpanjangan tangan dari MNC, tapi kini juga dimilki oleh sekelompok negara berkembang yang kaya akan sumber minyak dan mereka tergabung dalam organisasi yang solid.
     Berbagai upaya dilakukan OPEC dalam menjalankan fungsinya yaitu: menstabilkan harga di pasar internasional, berupaya mencegah fluktuasi, mengamankan penerimaan minyak yang tetap untuk anggota serta sekaligus menjamin pasokan yang teratur, efisien, dan ekonomis kepada negara-negara konsumen, selain itu juga memperhatikan keuntungan yang pantas untuk investor. Dengan melihat perjuaangan organisasi tersebut mendorong Indonesia bergabung dengan OPEC pada tahun 1962.
    OPEC merupakan organisasi perjuangan negara-negara ketiga dan pada saat itu Indonesia telah menjadi pengekspor minyak, sehingga memiliki kepentingan yang sama dengan negara-negara anggota OPEC lainnya. Dengan bergabungnya menjadi anggota OPEC, Indonesia mendapat berbagai keuntungan antara lain dari segi ekonomi, kita menikmati kenaikan harga minyak dari US$ 2 per barrel menjadi US$ 12 setelah embargo minyak perang Arab-Israel, 1974. Kenaikan harga minyak 600% tersebut memberi mamfaat yang sangat besar bagi Indonesia yang tengah berada dipuncak produksi. Pada tahun 1980an pun Indonesia juga kecipratan rejeki akibat harga minyak mentah kembali meroket, dari sekitar 13 dollar di tahun 1978 menjadi sekitar 32 dollar per barrel di tahun 1980 dan menjadi sekitar 35 dollar per barrel di tahun 1981. Secara matematisnya jika pada saat itu produksi minyak RI sekitar 1.6 juta barell dan kebutuhan dalam negeri hanya 1 jutaan barell, maka surplus sekitar 600.000 barell, jadi devisa yang masuk sekitar US$ 21 juta. Kenaikan harga minyak dunia yang sangat besar ini sangat berperan sekali menghasilkan devisa dan tentu saja membantu pembangunan Indonesia dikala itu. Selain itu mamfaat ekonomi lainnya yang kita dapat melalui dana OPEC Funds (lembaga keuangan OPEC) telah memberikan bantuan dana darurat sebesar 1,2 juta Euro, dimana separuhnya diperuntukkan bagi Indonesia, untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh serta Sumatera Utara yang dilanda gempa bumi dan tsunami pada akhir tahun 2004. 
    Keanggotaan di OPEC juga meningkatkan posisi tawar Indonesia di forum internasional, antara lain Indonesia mendapatkan gengsi politik OPEC yang memang diperhitungkan dikancah global. Memang yang berpengaruh besar dalam menentukan harga di OPEC tentulah negara-negara produsen minyak besar, seperti Arab Saudi, Iran dan Irak. Suara Indonesia diperhitunghkan di OPEC sebab, negara kita cukup besar diantara negara anggota. Dengan demikian Indonesia mampu memainkan peran sebagai mediator antara negara Arab yang bersikap keras dan berseberangan, yakni Arab Saudi, Iran, Irak dan Lybia, yang sering bersaing pengaruh antara satu dengan lainnya. 
    OPEC merupakan organisasi yang sangat disegani di antara organisasi-organisasi negara-negara berkembang, karena OPEC memiliki solidaritas dan diplomasi yang tinggi, hal ini sering dimanfaatkan Indonesia dalam diplomasinya menghadapi permasalahan nasional, seperti HAM dan integritas nasional. Selain itu dengan bergabungnya Indonesia dalam OPEC, tentu mempunyai posisi yang strategis secara geopolitik karena Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam keanggotaan OPEC sekaligus Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia, yang mampu menjembatani kepentingan negara- 8 negara muslim dengan barat. Sejarahpun mencatat Indonesia telah melahirkan figur-figur terkenal sebagai mediator yang tangguh. Sebagai negara besar dan satusatunya anggota dari Asia Tenggara, OPEC menganggap posisi Indonesia sangat strategis di organisasi itu. Indonesia sudah dianggap sama seperti founder members karena di samping peran historisnya, negara kita juga salah satu anggota tertua. Namun seiring berjalannya waktu dan perubahan-perubahan yang mengiringi perjalanan Indonesia, tentu saja ini sangat berpengauh besar terhadap keanggotaannya di OPEC. Perubahan itu terjadi tepatnya pada tahun 1996-1998, Indonesia mengalami goncangan hebat dalam tatanan poltik domestiknya, yakni krisis multidimensi yang berawal dari krisis sektor keuangan, malapetaka itu berawal dari jatuhnya nilai tukar bath Thailand terhadap dolar Amerika Serikat dan diikuti mata uang Asia lainnya hingga terus merembet menjadi krisis moneter di seluruh Asia tak tertingal Indonesia yang terparah. Krisis finansial yang merontokan perkenomian Indonesia akibat jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap US$, merupakan awal krisis multidimensi di Indonesia yang berakibat instabilitas politik dan keamanan.
     Kekacauan dan demonstrasi terjadi hampir diseluruh negeri, menuntut lengsernya Soeharto yang telah berkuasa lebih dari 32 tahun sebagai presiden, rakyat menilai Soehartolah biang keladi dari krisis semua ini. Melalui bendera reformasi yang dimotori mahasiswa mendesak Soeharto mundur. Akhirnya Tuntutan itu dijawab, pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto mundur. Paska lengsernya Soeharto, kiprah politik luar negeri Indonesia cenderung melemah, terlebih sejak krisis moneter 1997-1998 yang disusul krisis multidimensi, 9 orientasi Indonesia cenderung pada urusan domestik. Politik luar negeri Indonesia paska Soeharto sangat berbeda dengan dua pemerintahan yang lalu, dimana politik luar negeri Indonesia lebih difokuskan pada usaha pemulihan citra nasional yang memburuk di forum Internasional.
     Di tengah situasi 1997-1998, keterperukan di segala aspek mencederai citra Indonesia, tak mengherankan apabila pemerintahan paska-1998, yakni BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati gencar untuk memulihkan kredibilitas dan citra Indonesia dimata internasional. Ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden RI ke-6 melalui pemilihan langsung tahun 2004, SBY mewarisi berbagai persoalan multidimensi akibat krisis ekonomi yang belum tuntas secara utuh oleh pendahulunya. Tidak mengherankan juga SBY mengambil langkah-langkah yang sama seperti pendahulunya diera reformasi dulu, terlebih terhadap politik luar negeri Indonesia. Fokusnya utamanya tetap sama, yaitu memulihkan citra Indonesia yang tercoreng dimata Internasional, apalagi disaat terjadi berbagai peledakan bom disejumlah tempat yang memakan banyak korban warga negara asing, tentu ini persoalan yang tidak mudah bagi SBY dan jajarannya, SBY tentu harus mengangkat citra Indonesia yang kian tecoreng parah di forum Internasional. Disamping itu, Indonesia dalam menjalankan misi poliltik luar negerinya juga disibukkan dengan berbagai peristiwa yang terjadi di dunia internasional, tentu ini berpengaruh terhadap kebijakan luar negeri yang diambil pemerintah berkuasa. 
    Sejarah pernah mencatat Indonesia sangat terkenal dan handal memainkan perannya di dunia internasional, tapi kini peran Indonesia mulai surut terlebih pasca krisis parah 1997- 10 1998 dulu, hal ini juga yang membuat beberapa pemerintahan di zaman reformasi tidak terlalu mempersolkan keanggotaan RI di OPEC. Namun berbeda halnya dengan pemerintahan SBY, sebagaimana setiap negara yang menjalani kebijakan dan politik luar negerinya, tentu punya motif yang intinya adalah demi kepentingan nasional, begitu juga halnya Indonesia. Salah satu kebijakan penting luar negeri yang diambil pemerintah Indonesia paska-reformasi dibawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono adalah keluar dari keanggotaan OPEC pada tahun 2008 ini, pemerintah beranggapan kebijakan ini lebih pas bagi Indonesia mengingat kondisi terkini. Padahal dalam sejarah OPEC yang hampir mencapai 50 tahun, OPEC dan dunia mengakui peran penting Indonesia dalam masa-masa sulit organisasi ini, antara lain: dalam membina hubungan antara negara produsen dan konsumen demi mencari jalan stabilisasi pasar minyak dunia, tapi itu adalah cerita lama, kebijakan telah diambil oleh pemerintah Indonesia.


1.2 Rumusan masalah
Apa itu OPEC dan sejarah Indonesia dalam keanggotaan OPEC?
Keputusan dan Evaluasi indonesia keluar dari OPEC?
Diplomasi seperti apa yang dilakukan indonesia dengan OPEC?

1.3 Tujuan
Menjelaskan tentang studi kasus diplomasi indonesia dengan OPEC
Menjelaskan hubungan bilateral indonesia dengan OPEC
Memenuhi kewajiban mengerjakan tugas Sejarah Diplomasi Indonesia
1.4 Manfaat
Para pembaca diharapkan agar mengerti proses diplomasi indonesia dengan OPEC dan bisa menjadi suatu pembelajaran yang positif.







BAB II
KONSEP
2.1 Kerangka Teori

Diplomasi mempunyai peran yang sangat beragam dalam hubungan internasional.Dalam menjalankan hubungan antara masyarakat yang terorganisasi diplomasi dengan penerapan metode negosiasi,tukar pikiran dan lainnya.mengurangi kemungkinan penggunaan kekuatan yang sering tersembunyi di latar belakang. Pentingnya diplomasi sebagai alat keseimbangan dan kedamaian dunia internasional telah sangat meningkat saat ini. Seperti yang dinyatakan oleh morgenthau,suatu pra kondisi bagi penciptaan dunia yang damai adalah berkembanngnya konsensus internasional baru yang memungkinkan diplomasi mendukung “Peace through accomodation” (damai melalui penyesuaian).


2.1.2 Tujuan diplomasi

     Dapat disimpulkan bahwa tujuan diplomasi sebagai “Pengamanan kepentingan negara sendiri”.dengan kata lain tujuan dari diplomasi yang efektif adalah untuk menjamin keuntungan maksimum negara sendiri. Kepentingan utama nya yaitu Pemeliharaan dan keamanan. Diplomat melakukan diplomasi untuk mengejarkepentingan nasionalnya dengan cara saling bertukar informasi secara terus-menerus dengannegara lain atau rakyat dari negara lain.Tujuan persuasif antar negara nya adalah untuk merubah sikap dan tingkah laku lawannya. Secara umum tujuan utama dari diplomasi adalah pengamanan dan kebebasan politik dan integritas teritorialnya. Diplomasi bisa dicapai dengan menjalin hubungan antar negara,memelihara hubungan erat antar negara dan lain-lainnya.

2.1.3 Definisi OPEC 

     OPEC (Organization of the petroleum exporting countries) adalah organisasi internasional yang terdiri dari negara-negara pengekspor minyak bumi.OPEC didirikan melalui konferensi di baghdad pada tanggal September 1960  oleh lima negara dengan sumber minyak terbanyak yaitu Iran,Irak,Kuwait,Arab saudi,dan Venezuela.Pertemuan di baghdad pada september 1960 terjadi ketika adanya transisi dari sisi ekonomi politik internasional.OPEC terbentuk ketika sebagian besar dari pasar minyak internasional terpisah dari ekonomi dengan perencanaan centrally planned dan didominasi oleh perusahaan multinasional.OPEC memiliki kebijakan yaitu “Semua negara memiliki hak untuk melaksanakan kedaulatan terhadapat sumber daya alamnya”.
    Harga minyak tidak lagi ditentukan oleh negara-negara pengekspor melainkan ditetapkan oleh negara-negara konsumen. Hal inilah yang membuat harga minyak dunia jatuh pada pasar minyak dunia sebelum dibentuknya organisasi OPEC. OPEC dibentuk sebagai jawaban atas jatuhnya harga minyak di pasaran dunia. Kondisi ini terjadi akibat dari perusahaan minyak raksasa seperti British Petrolcum (BP), shell, Exxon Mobil, Texaco, Socal, dan Gulf menurunkan harga minyak dunia sehingga limpahan minyak negara-negara konsumen. Amerika Serikat melalui Exxon Mobil melakukan eksploitasi ini dengan mengambil sumber daya alam (resources) dan juga mendapatkan power. Mereka menguasai 90% ekspor minyak mentah ke pasar dunia dengan mengendalikan setiap jalur pipa yang penting di dunia, seperti Pipeline Trans Arabian 753 mil dari Quisuma di Arab Saudi ke Laut Mediterania, yang dimiliki oleh Exxon, Chevron, Texaco, dan Mobil. Exxon memiliki jalur pipa antar provinsi sepanjang 100 mil di Kanada dan juga pipa sepanjang 143 mil di Vnezuela. Jalur pipa sepanjang 799 mill di Alaska dimiliki oleh British Petroleum dan Exxon. Dengan mengontrol arteri yang penting, mereka dapat membatasi aliran minyak, membatasi pasokan ke kilang.
Pada saat ini, OPEC beranggotakan 14 negara Qatar (1961), Indonesia (1962), Libya (1962), Uni Emirat Arab (1967), Aljazair (1969), Nigeria (1971), Ecuador (1973), Gabon (1975), Angola (2007) dan Equatorial Guinea (2017). Ekuador menangguhkan keanggotaannya pada bulan Desember 1992, namun bergabung kembali dengan OPEC pada bulan Oktober 2007. Indonesia sempat mencabut keanggotaan nya pada tahun 2008, dan  mengaktifkannya lagi pada bulan Januari 2016, namun memutuskan untuk menunda keanggotaannya sekali lagi pada Pertemuan ke-171 Konferensi OPEC. Pada tanggal 30 November 2016 Gabon menghentikan keanggotaannya pada bulan Januari 1995. 

    Namun, ia bergabung kembali dengan Organisasi pada bulan Juli 2016. Statuta OPEC membedakan antara Anggota Pendiri dan Anggota Penuh - negara-negara yang aplikasi keanggotaannya telah diterima oleh Konferensi. Statuta tersebut menetapkan bahwa "setiap negara dengan ekspor minyak mentah mentah yang substansial, yang memiliki kepentingan yang sama persis dengan kepentingan negara-negara anggota, dapat menjadi Anggota Penuh Organisasi, jika diterima oleh mayoritas tiga perempat Anggota Penuh, termasuk suara concurring dari semua Anggota Pendiri. Statuta ini selanjutnya menyediakan untuk Anggota Associate yang merupakan negara-negara yang tidak memenuhi syarat untuk keanggotaan penuh, namun tetap diakui dalam kondisi khusus seperti yang dapat ditentukan oleh Konferensi.
     Pada lima tahun pertama keberadaannya OPEC memiliki kantor pusat di Jenewa, Swiss. Kemudian pada tanggal 11 september 1965 dipindahkan ke Wina, Austria hingga sekarang. OPEC memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dunia sejak didirikan pada tahun 1960. Venezuela adalah negara pertama yang memprakarsai pembentukan OPEC dengan mendekati Iran, Gabon, Libya, Kuwait, dan Saudi Arabia pada tahun 1949, menyarankan mereka untuk menukar pandangan dan mengeksplorasi jalan lebar dan komunikasi yang lebih dekat antara negara-negara penghasil minyak. Pada 10–14 September 1960, atas gagasan dari Menteri Pertambangan dan Energi Venezuela, Juan Pablo Pérez Alfonzo dan Menteri Pertambangan dan Energi Saudi Arabia, Abdullah Al Tariki meminta pemerintahan Irak, Persia, Kuwait, Saudi Arabia, dan Venezuela bertemu di Baghdad untuk mendiskusikan cara-cara untuk meningkatkan harga dari minyak mentah yang dihasilkan oleh masing-masing negara.
     
     Dalam Konferensi Baghdad ini OPEC didirikan dan dicetuskan oleh satu hukum tahun 1960 yang dibentuk oleh Presiden Amerika, Dwight Eisenhower yang mendesak kuota dari impor minyak Venezuela dan Teluk Persia seperti industri minyak Kanada dan Mexico. Eisenhower membentuk keamanan nasional dan akses darat persediaan energi pada waktu perang. Presiden Venezuela yang menurunkan harga dari minyak dunia di negara ini, Romulo Betancourt bereaksi dengan berusaha membentuk aliansi dengan negara-negara produsen minyak sebagai satu strategi untuk melindungi otonomi dan profabilitas dari minyak Venezuela. Sebagai hasilnya, OPEC didirikan untuk menggabungkan dan mengkoordinasi kebijakan-kebijakan dari negara-negara anggota sebagai kelanjutan dari yang telah dilakukan.

     Negara - negara OPEC sepakat untuk mengatur kuota produksi yang didasarkan terutama dari kemampuan produksi serta eran minyak bagi perekonomian negara - negara OPEC. Menyangkut harga minyak, OPEC berkepentingan untuk menjaga harga minyak pada tingkat yang menguntungkan semua pihak. Harga minyak terlampau tinggi tidak akan menguntungkan OPEC karena konsumsi akan berkurang dan kemungkinan menimbulkan dampak resesi ekonomi dunia. Sebaliknya apabila harga minyak yang terlalu rendah, tidak akan mendoronh tumbuhnya industri migas negara - negara OPEC. Dalam meregulasikan atau dalam minyak OPEC mempunyai cara diantaranya dengan mengatur jumlah kuota produksi minyak dari negara - negara anggota.

     Bagaimanapun, ketika OPEC mengeluarkan persetujuan produksi minyak ini juga dilakukan dengan harapan bahwa negara produsen minyak non-OPEC akan secara aktif mendukung ukuran dari produksi minyak, ini akan membuat keputusan-keputusan OPEC lebih efisien dan menguntungkan semua pihak. Pengaruh dari keputusan - keputusan OPEC dalam hargaminyak mentah harus dipertimbangkan secara terpisah dari isu perubahan dari harga produksi minyak seperti bensin dan minyak yang sudah jadi lain nya.
2.1.4 Tujuan OPEC

OPEC akhirnya menetapkan tujuan yang hendak dicapainya yaitu “Preserving and enhancing the role of oil as a prime energy source in achieving sustainable economic development” melalui :

1.Koordinasi dan unifikasi kebijakan perminyakan antar negara anggota
2.Menetapkan strategi yang tepat untuk melindungi kepentingan negara anggota
3.Menerapkan cara-cara untuk menstabilkan harga minyak di pasar internasional sehingga tidak terjadi fluktuasi harga
4.Menjamin income yang tetap bagi negara-negara produsen minyak 5.Menjamin suplai minyak bagi konsumen
6.Menjamin kembalinya modal investor di bidang minyak Secara adil


2.1.5 Anggota yang tergabung dalam OPEC :

Aljazair
Ekuador
Iraq
Kuwait
Angola
Arab saudi
Libya
Nigeria
Qatar
Venezuela
Uni emirat arab
Gabon


2.1.6 Organisasi & Manajemen OPEC

Organisasi OPEC terdiri dari :

1.Konferensi
Adalah organ tertinggi yang bertemu 2 kali dalam setahun. Tetapi pertemuan extra-ordinary dapat dilaksanakan jika diperlukan, semua negara anggota harus terwakilkan dalam konferensi dan pihak negara mempunyai satu hak suara.Keputusan ditetapkan setelah mendapat persetujuan dari negara-negara anggota (pasal 11-12).
Konferensi OPEC dipimpin oleh presiden dan wakil  presiden OPEC yang dipilih oleh anggota pada saat pertemuan konferensi (pasal 14)
Konferensi OPEC bertugas merumuskan kebijakan umum organisasi dan mencari upaya mengimplementasikan kebijakan tersebut (pasal 15).

2. Dewan Gubernur
Terdiri dari Gubernur yang dipilih dari masing-masing anggota OPEC untuk duduk dalam dewan yang bersidang sedikitnya dua kali dalam setahun.

 • Tugas Dewan adalah melaksanakan keputusan Konferensi; mempertimbangkan dan memutuskan laporan-laporan yang disampaikan  oleh Sekretaris Jenderal; memberikan rekomendasi & laporan kepada pertemuan Konferensi OPEC; membuat anggaran keuangan organisasi dan menyerahkannya kepada Sidang Konferensi setiap tahun; mempertimbangkan semua laporan keuangan dan menunjuk seorang auditor untuk masa tugas selama 1 tahun; menyetujui penunjukan Direktur-Direktur Divisi, Kepala Bagian yang diusulkan negara anggota; menyelenggarakan pertemuan Extraordinary Konferensi OPEC dan  mempersiapkan agenda sidang (Pasal 20)
Dewan Gubernur dipimpin oleh seorang Ketua & Wakil Ketua yang berasal dari para Gubernur OPEC negara-negara anggota dan yang disetujui oleh Pertemuan Konferensi OPEC untuk masa jabatan selama 1 tahun (Pasal 21).
3. Sekretariat
Adalah pelaksana eksekutif organisasi sesuai dengan statuta dan pengarahan dari Dewan Gubernur. Sekretaris Jenderal harus berasal dari salah satu negara anggota. Dalam melaksanakan tugasnya Sekjen bertanggung jawab kepada Dewan Gubernur dan mendapat bantuan dari para kepala Divisi dan Bagian.





2.1.7 Konferensi OPEC

Konferensi OPEC dilakukan dua kali dalam setahun. Tetapi pertemuan ini dapat dilaksanakan jika diperlukan. Konferensi OPEC dipimpin oleh presiden dan wakil presiden OPEC yang dipilih oleh anggota pada saat konferensi. Pasal 15 menetapkan konferensi OPEC bertugas merumuskan kebijakan umum organisasi tertinggi, pertemuan konferensi OPEC mengukuhkan penunjukan anggota.

2.1.8 Konferensi Tingkat Tinggi 

KTT OPEC pertama di Aljazair tahun 1975, kedua di Caracas tahun 2000, dan kelanjutannya pada KTT ketiga di Riyadh tahun 2007. Di ibukota Arab Saudi, Riyadh digelar konferensi Tingkat Tinggi yang ketiga organisasi negara pengekspor minyak bumi, OPEC. KTT ini juga dihadiri oleh mantan Wapres Indonesia, Jusuf Kalla. Ini merupakan pertemuan ketiga para pemimpin negara anggota organisasi tersebut sejak pendiriannya ditahun 1960. Dalam acara pembukaan KTT OPEC di Riyadh, Raja Arab Saudi Abdullah II mengatakan, minyak tidak boleh dijadikan senjata. Dikatakannya, minyak sebagai sumber energy harusnya digunakan dalam pembangunan dan tidakk dilibatkan dalam konflik. Sehubungan dengan itu, Raja Abdullah II menyatakan negaranya menanamkan modal 200 juta Euro untuk penggunaan teknologi ramah lingkungan. Sasaran pertemuan puncak OPEC yang berakhir Minggu, 18 November 2007 adalah membicarakan penyelesaian masalah lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan minyak bumi sebagai sumber energi. 


2.1.9 Isu-isu yang menonjol
Dalam kaitannya dengan World Summit on Sustainable Development dibidang energi, OPEC menaruh perhatian pada isu target kuantitatif pencapaian “renewable”; pengambilan kebijakan pada tingkat nasional untuk penetapan jadwal penghilangan subsidi energi; pengembangan dan pelaksanaan tindakan dalam kerangka komite pembangunan berkelanjutan - termasuk melalui kemitraan pemerintah dan swasta.
Berkaitan dengan implikasi negosiasi perdagangan multilateral pasca Doha, OPEC mengantisipasi isu-isu seperti isu “Trade-Related  Investment Measures”, Subsidy and Countervailing Measures, Anti-Dumping, Regional Integration and Technical Barriers to Trade”. 
Bidang energi serta menjadikan OPEC sebagai wahana bersama untuk meningkatkan rasa persaudaraan sesama negara anggota dan negara berkembang lainnya.  
• Akses terhadap Informasi. Sebagai anggota OPEC, Indonesia mendapatkan akses terhadap informasi, baik yang bersifat terbuka dari Sekretariat OPEC maupun informasi rahasia mengenai dinamika pasar minyak bumi. 

2.1.10 Prakiraan Perkembangan Keadaan
Menurut kajian yang dilakukan OPEC, peranan OPEC dalam menentukan stabilitas produksi dan harga minyak dunia akan tetap penting, setidaknya hingga tahun 2025, karena pangsa pasar negara-negara OPEC masih lebih besar dari negara- negara non-OPEC. Pentingnya peran OPEC dapat dilihat dengan jelas selama tahun 2004, ketika harga minyak mentah dunia melambung tinggi, OPEC ikut berperan menstabilkan harga antara lain dengan menjaga pasokan minyak dunia.
Keanggotaan Indonesia masih diperlukan oleh negara-negara anggota lainnya karena Indonesia dipandang sebagai negara yang selalu menjaga solidaritas OPEC dan selalu berusaha membangun dialog konstruktif serta konsensus di dalam OPEC. 
OPEC tetap membutuhkan Indonesia sebagai faktor penyeimbang dalam komposisi keanggotaannya. Indonesia merupakan satu-satunya negara Asia yang menjadi anggota OPEC. 




BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Studi kasus dan analis 

“KEPUTUSAN DAN EVALUASI INDONESIA SETELAH KELUAR DARI OPEC”

Dalam satu dekade terakhir ini, Indonesia menghadapi penuaan lapangan minyak. Penuaan lapangan minyak ini berdampak pada penurunan produksi dan makin sukarnya ditemukan lapangan-lapangan minyak baru. Selain berkurangnya kegiatan eksplorasi, yang mana hal ini akibat dari krisis politik dan ekonomi, cadangan terbukti Indonesia sekarang hanya sebesar 4.1 milyar barel, yaitu hanya 0.3% dunia. Setelah mencapai puncaknya pada tahun 1996-an, produksi Indonesia akan minyak buminya terus menurun. Sementara itu, makin sulitnya menemukan kondisi wilayah eksplorasi baru. Belakangan ini kegiatan eksplorasi sudah makin ditingkatkan, namun hasil yang signifikan baru akan dirasakan dalam kurun waktu 6-8 tahun ke depan. Produksi minyak Indonesia kurang dari 1 juta bph (barel per hari) saat ini, Indonesia hanya memiliki sekitar 60-70 persennya dan sisanya merupakan porsi biaya produksi dan hak mitra bagi hasil.
Dengan konsumsi Indonesia yang lebih dari satu juta bph untuk BBM, harus diimpor setidaknya 300 ribu bph minyak mentah dan 400 ribu bph BBM. Dengan demikian, secara keseluruhan berarti Indonesia sudah benar-benar menjadi net importer. Karena Indonesia sendiri juga memiliki kepentingan jangka panjang dalam pengamanan sumber-sumber minyak dan gas untuk kebutuhan dalam negeri. Upaya yang telah dilakukan di dalam negeri yaitu meningkatkan cadangan terbukti dan jumlah produksi melalui peningkatan investasi dan kegiatan eksplorasi dan produksi (Rahman, 2014).

Dikutip dari Cetak biru Pengelolaan Energi Nasional (PEN), diprediksi bahwa dalam 20 tahun ke depan, Indonesia masih akan sangat tergantung kepada minyak sebagai sumber energi. Keadaan tersebut menuntut Indonesia mau tidak mau harus mencari sumber-sumber minyak di luar negeri. Dengan demikian, Indonesia perlu mengembangkan sumber-sumber minyak di luar negeri oleh perusahaan nasional kita. Hubungan baik dengan negara-negara OPEC juga dapat dijadikan aset yang baik dalam usaha ini. Usaha tersebut antara lain yakni diperolehnya konsesi lapangan minyak di Irak bagi Pertamina. Pertamina juga sudah memperoleh wilayah kerja di Libya dan Qatar dan sedang dijajaki di Ekuador. Kerjasama patungan juga sudah diperoleh dengan perusahaan Iran untuk mengelola produksi minyak di satu kawasan di negara tersebut (Rahman, 2014).
Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia memberlakukan kebijakan luar negeri dengan keluarnya Indonesia dari OPEC. Hal ini dikarenakan kepentingan Indonesia sudah bergeser dari yang tadinya adalah net exporter menjadi net importer. Beberapa pendapat menyatakan bahwa Indonesia menerapkan kebijakan luar negeri untuk keluar dari keanggotaan OPEC dianggap lebih cocok bagi Indonesia. Dengan pertimbangan kondisi perminyakan di Indonesia. Keluarnya Indonesia sendiri juga tidak dengan tanpa alasan. Pertama, yaitu Indonesia menghindari konflik kepentingan dalam forum OPEC. Kedua, keluarnya dari keanggotaan OPEC diharapkan lebih menyadarkan masyarakat bahwa negara kita bukan lagi sebagai negara makmur dengan minyak. Melainkan saat ini Indonesia sudah sebagai pengimpor minyak, sehingga harus lebih terpacu untuk meningkatkan efisiensi serta mengembangkan energi alternatif yang cukup banyak di negeri ini (Rahman, 2014).
Keluarnya Indonesia dari OPEC juga bukan hal yang saklek. Karena dengan kebijakan ini, pemerintah Indonesia menimbang pada dinamika kepentingan nasional saat itu. Misalnya saja negara Ekuador yang mana setelah 15 tahun keluar dari OPEC, beberapa tahun kemudian di tahun 2007 lalu masuk kembali ke dalam organisasi tersebut. Indonesia dapat melakukan tindakan yang serupa pada saat yang tepat apabila diperlukan. Hal yang terpenting adalah dalam statusnya yang berada di luar keanggotaan OPEC, strategi Indonesia yaitu memelihara hubungan persahabatan dengan negara-negara anggota OPEC. Hubungan ini tidak lain karena kerjasama yang sudah sangat baik secara bilateral maupun multilateral. Indonesia juga tetap dapat menawarkan peran ke OPEC dalam stabilisasi pasar minyak dunia, antara lain sebagai jembatan antara produsen dan konsumen, khususnya negara-negara berkembang.
Perlu diketahui juga bahwa Indonesia tidaklah keluar sepenuhnya dari OPEC yang mana Indonesia telah menjadi bagian penting dari organisasi tersebut. Melainkan status Indonesia yang pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sudah menjadi net importer minyak dan hal ini merupakan alasan utama karena kepentingan Indonesia telah bergeser dari produsen menjadi konsumen. Kemudian, status suspensi merupakan jalan tengah untuk Indonesia, karena bukan berarti withdrawal atau Indonesia keluar sepenuhnya. Dengan demikian, citra keutuhan OPEC masih tetap terpelihara. Di sisi lain, kebijakan Indonesia ini adalah yang paling baik bagi Indonesia untuk tetap memelihara persahabatan dengan anggota OPEC yang dikenal dalam dunia internasional sebagai pemilik 70 persen cadangan minyak dunia (Rahman, 2014).
Setelah keluarnya Indonesia dari OPEC (dengan status suspensi), di masa yang akan datang, Indonesia juga menjadi lebih aktif dalam forum energi lain, seperti International Energy Forum (IEF) dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga energi internasional seperti International Energy Agency (IEA) yang akan dibahas di bab IV. Indonesia juga tetap harus menjaga hubungan baik dengan OPEC itu sendiri, walaupun kini bukan menjadi negara anggota. Selain itu, Indonesia pun melakukan kerja sama di bidang energi kawasan dalam ASEAN dan APEC demi memperkuat keamanan energi negara Indonesia.
Seperti pembahasan sebelumnya, isu keamanan energi di dalam kancah internasional semakin mengkhawatirkan. Kekhawatiran ini meningkat disebabkan oleh beberapa hal. Antara lain yang saat ini Indonesia tengah hadapi yaitu menipisnya cadangan bahan bakar fosil, meningkatnya ketergantungan terhadap sumber energi non-domestik, geopolitik yang menghambat pasokan energi, dan meningkatnya pemakaian energi di negara berkembang. Selain itu, faktor peningkatan jumlah penduduk yang semakin bertambah, lingkungan dan perubahan iklim yang semakin mengancam, dan belum signifikannya peran energi terbarukan untuk dimanfaatkan, serta belum optimalnya energi alternatif lain. Pada umumnya, pemerintah negara penghasil minyak yang mana tergabung dalam OPEC maupun negara yang tidak tergabung, mereka cenderung ingin memaksimalkan pendapatan negaranya dari minyak yang dihasilkan. Banyak juga yang memperdebatkan mengenai tujuan ini, apakah sebaiknya dicapai dengan memaksimalkan pendapatan hasil minyak saat ini atau dengan mengembangkan kebijakan yang bisa memaksimalkan pendapatan pada periode satu atau dua dekade mendatang. Tentunya bukan hanya untuk satu tahun atau dua tahun mendatang saja (Svetlana Tsalik, 2005).
Keluarnya Indonesia dari OPEC tentunya juga berdampak pada Indonesia itu sendiri, baik bersifat positif maupun negatif. Apabila kita melihat dari dampak positifnya, Indonesia tidak lagi membayar iuran keanggotaan OPEC yang besarnya hingga 2 USD (dolar Amerika Serikat) juta per tahun, dan tidak lagi terikat oleh batasan-batasan yang diberlakukan oleh OPEC. Besarnya iuran keanggotaan yang dibayarkan tiap tahunnya untuk OPEC yang sebesar USD 2 juta per tahun, dapat dikatakan cukup banyak untuk Indonesia. Sebab, pada tahun 2008 tengah terjadi ancaman krisis ekonomi yang bermuara di negara Amerika Serikat (Sugianto, 2015).
Status Indonesia yang keanggotaannya dibekukan sementara dalam OPEC, tidak mengharuskan Indonesia membayar uang iuran keanggotaan tersebut. Selain itu, Indonesia juga tidak lagi terikat dengan peraturan yang dibuat oleh OPEC dan tidak adanya batasan-batasan untuk Indonesia. Artinya, Indonesia dapat mengelola sumber daya energinya, khususnya minyak bumi, tanpa terikat regulasi OPEC. Hal ini penting karena cadangan minyak Indonesia yang semakin menipis sehingga tidak memungkinkan untuk menjadi net importer kembali. Sehingga cadangan minyak yang dihasilkan Indonesia dapat dikelola secara domestik dan dapat menjadi cadangan energi minyak jangka panjang.
Tidak mampunya Indonesia dalam memproduksi dan mengontrol cadangan minyak mentah, serta menentukan volume ekspor pada skala dunia karena minimnya cadangan minyak. Kondisi inilah yang kemudian mendorong Indonesia menentukan kebijakan untuk keluar dari keanggotaan OPEC. Hal ini mengingat keanggotaan OPEC ditentukan oleh kontrol negara anggota terhadap cadangan dan produksi minyak mentah masingmasing negara, sehingga bisa mengatur politik harga minyak. Produksi minyak Indonesia juga tidak lepas dari campur tangan asing. Dalam kata lain, produksi minyak dibantu oleh perusahaan asing atau kontraktor asing. Negara juga tidak bisa memaksa kontraktor asing untuk memacu volume produksi, karena kedudukan mereka sebagai kontraktor pemerintah, yang dalam hal ini melalui badan pelaksana, sehingga tidak dapat secara langsung memimpin kegiatan produksi (Syamsul Hadi, 2012).

Diplomasi Indonesia dengan negara anggota OPEC

Indonesia adalah salah satu negara dengan kebutuhan minyak yang cukup tinggi. Indonesia juga merupakan salah satu pemain utama dalam pasar energi di kawasan Asia Pasifik. Konsumsi energi Indonesia dapat dikatakan berada dalam urutan terbesar kelima di bawah Tiongkok, India, Jepang, dan Korea Selatan. Selain akan konsumsi minyak buminya, ketersediaan Indonesia akan batu bara yang cukup besar menjadikan Indonesia memegang peranan penting sebagai pemain dalam pasar batu bara di Asia Pasifik. Dalam sektor batu bara ini, Indonesia menjadi produsen. Dalam produksinya, Indonesia mampu memproduksi batu bara hingga sebesar 143.652 Ktoe atau berada di urutan keempat setelah Tiongkok, India, dan Australia. Tentunya, produksi tersebut tidak hanya digunakan untuk kebutuhan dalam negeri, sebab kebutuhan Indonesia akan batu bara ini sudah tercukupi tanpa harus mengimpor dari negara lain. Dengan banyaknya ketersediaan batu bara ini, Indonesia juga mengekspornya ke negara-negara Asia Pasifik maupun di luar kawasan Asia Pasifik. Negara-negara importir utama dari batu bara Indonesia antara lain seperti India, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Tiongkok, dan Malaysia. Khusus yang terbesar yang melakukan impor ini adalah India dan Tiongkok (Alami, 2014).
Selain batu bara, Indonesia juga merupakan pemain utama dalam pasar minyak bumi di kawasan Asia Pasifik yang cukup signifikan. Peran Indonesia dalam sektor minyak bumi ini adalah sebagai produsen dan konsumen, artinya Indonesia sebagai negara eksportir sekaligus importir bagi minyak mentah (crude oil). Indonesia yang kini menjadi negara
importir minyak di kawasan Asia Pasifik, adalah salah satu negara dengan impor minyak terbesar. Tingginya konsumsi minyak di tengah keterbatasan cadangan dan produksi minyak, menjadikan Indonesia tidak dapat hanya bertumpu pada produksi minyak dalam negeri saja (Alami, 2014).
Dengan kebutuhan minyak Indonesia yang semakin meningkat, yang mana hal ini juga diiringi dengan pertumbuhan ekonomi nasional dan pertambahan populasi penduduk Indonesia. Terlebih saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia telah memasuki era industrialisasi. Oleh sebab itu, kebutuhan konsumsi minyak Indonesia harus dapat dipenuhi dengan cara mengimpor minyak dari negara lain. Pada tahun 2010 saja, impor minyak Indonesia telah mencapai 101.093.030 barel minyak. Tentunya impor minyak ini berasal dari negara Arab Saudi (44.050.541), Malaysia (24.451.592), Turki (11.340.882), Nigeria (10.344.698), Brunei Darussalam (7.644.040), Aljazair (1.988.948), Sudan (655.341), dan Tiongkok (616.988) (Kementerian ESDM, 2010).
Apabila kita cermati, total impor minyak Indonesia tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai ekspor minyak bumi Indonesia di tahun 2010. Nilai ekspor minyak bumi Indonesia di tahun tersebut hanya sebesar 121 ribu barel saja. Situasi impor dan ekspor Indonesia mengisyaratkan kepada kita bahwa tentunya nilai ekspor minyak bumi semakin menurun. Sedangkan kebutuhan konsumsi minyak semakin meningkat, dengan ini jumlah impor minyak bumi juga akan terus semakin meningkat. Pasca keluarnya Indonesia dari OPEC atau lebih tepatnya dibekukan secara sementara, Indonesia di sini perlu menjalin hubungan yang baik serta komunikasi yang berkelanjutan dengan negara-negara anggota OPEC. Kehadiran Indonesia sendiri adalah sebagai penyeimbang dalam posisi keanggotaan OPEC, karena Indonesia merupakan satu-satunya negara Asia yang tergabung dalam keanggotaan OPEC.
Bergabungnya Indonesia ke dalam OPEC sendiri diduga dapat menetralisasi citra OPEC yang negatif, karena kebanyakan negara-negara yang bergabung di dalamnya adalah dominasi dari negara-negara Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin (Alami, 2014).
Selain negara Indonesia yang hanya berasal dari kawasan Asia, Indonesia juga memiliki kedekatan emosional keagamaan di antara negaranegara anggota OPEC secara mayoritas. Karena mayoritas dari para negara adalah negara dengan populasi penduduknya adalah muslim. Kemudian di antara negara anggota, Indonesia juga mengalami kedekatan historis, seperti halnya dengan negara Aljazair. Aljazair ini adalah salah satu negara yang memiliki relasi khusus dengan Indonesia. Pada masa pemerintahan presiden Soekarno, Indonesia adalah negara yang sangat mendukung perjuangan kemerdekaan Aljazair. Relasi baik inilah yang kemudian terus dijaga Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan energi minyak Indonesia di masa yang akan datang.
Meskipun Indonesia bukan lagi menjadi negara anggota penuh OPEC, dengan kita menjaga hubungan baik antara negara-negara anggota OPEC, Indonesia akan mendapat akses informasi dan jaringan terkait mengenai sumber pasokan energi (Sutoyo, 2005).
Konstelasi pasar minyak bumi di kawasan Asia Pasifik ini tidak dipungkiri, saat ini didominasi oleh negara-negara net importer yang mana persaingan perebutan pasokan minyak akan semakin ketat. Dengan adanya kedekatan emosional dan sejarah terhadap negara-negara anggota OPEC inilah, Indonesia memiliki modal yang begitu berharga. Kelebihan ini dapat digunakan Indonesia bukan hanya untuk mendapatkan lobi-lobi pasokan minyak, namun juga dapat meningkatkan posisi tawar-menawar (bargaining position) di kancah internasional (Alami, 2014).
Walaupun posisi Indonesia yang saat ini hanya sebatas negara net importer minyak bumi, Indonesia masih memiliki peluang untuk memainkan peran dalam pasar minyak kawasan Asia Pasifik maupun global. Beberapa peluang yang dapat dimainkan Indonesia dalam kancah internasional tersebut di antaranya yakni tidak terlepas dari hubungan diplomasi dengan negara-negara anggota OPEC. Yang pertama yaitu Indonesia harus tetap menjaga relasinya dengan negara-negara anggota OPEC, karena dengan relasi tersebut Indonesia dapat meningkatkan bargaining position di dalam dunia internasional. Meskipun dengan status yang disandang Indonesia karena kebijakannya keluar dai OPEC, tentu tidak menghalangi Indonesia untuk tetap bekerjasama dengan negara penghasil minyak utama. Seperti, Arab Saudi, Iran dan Venezuela, meskipun di dalam internal OPEC, Indonesia sangat terbatas perannya (Alami, 2014).
Dengan posisi Indonesia yang dulu pernah menjadi bagian dari OPEC inilah memberikan Indonesia ke dalam posisi yang strategis.Kemudian yang kedua yaitu, Indonesia yang kaya akan potensial sumber energi non-fosil atau dengan kata lain energi terbarukan. Pemanfaatannya dapat lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan domestik atau dalam negeri. Pemanfaatan energi terbarukan ini pun masih belum optimal, dan sebagian besar memang tidak dapat dijadikan barang ekspor. Akan tetapi dapat digunakan untuk konsumsi energi di dalam negeri, sehingga cadangan minyak yang ada di Indonesia dapat dihematuntuk kebutuhan jangka panjang. Energi terbarukan yang dimiliki Indonesia antara lain sumber energi panas bumi. Sumber energi ini memiliki potensi sebesar 27.199 MW yang apabila dikonversikan akan setara dengan 11 miliar barel minyak (Alami,2014).
Perlu diketahui bahwa jenis energi semacam ini perlu dimaksimalkan penggunaannya karena sifatnya yang ramah lingkungan, selain itu juga tidak berdampak buruk pada kelestarian lingkungan apalagi sebagai penyebab pemanasan global. Sektor energi terbarukan ini mulai mengalami kenaikan yang cukup signifikan ketika terjadinya kenaikan harga komoditas energi berbasis fosil. Dalam ranah global, beberapa negara mulai meningkatkan upaya dalam pengembangan industri ini. Dengan peningkatan sektor energi terbarukan yang relatif signifikan, investasi dalam bidang tersebut juga mulai meningkat. Meskipun sempat mengalami penurunan pada tahun 2008 yang diakibatkan oleh krisis ekonomi global beserta masalah lainnya (Alami,2014).
Hal ini menjadikan Indonesia masuk dalam peluang untuk berinvestasi atau sebagai lahan investasi yang sangat menjanjikan dalam rangka penggunaan sumber energi untuk pemenuhan konsumsi maupun sebagai pemasukan anggaran negara. Yang ketiga yaitu, Indonesia harus lebih mendorong perusahaan milik negara seperti Pertamina untuk lebih aktif dalam mencari sumber energi. Upaya tersebut dapat berupa investasi di negara lain, dengan cara memperluas peluang dan kiprahnya di pasar internasional. Negara-negara Afrika dan Rusia juga dapat menjadi tujuan investasi karena tujuan investasi Indonesia ini bersifat meluas dan untuk menjamin pasokan minyak. Diketahui juga negara-negara tersebut adalah negara penghasil minyak nonkonvensional. Adapun yang keempat yaitu Indonesia dapat memainkan perannya dengan melakukan investasi dan kerjasama dalam sektor industri energi konvensional seperti batu bara dan minyak bumi (Alami, 2014).

Status keanggotaan indonesia di OPEC

  Setelah resmi menjadi anggota OPEC pada  tahun 1962, Indonesia ikut berperan aktif dalam penentuan kebijakan OPEC khususnya menstabilisasi jumlah produksi dan  harga minyak di pasar internasional.Sejak berdirinya sekretariat OPEC di wina tahun 1965 ,KBRI/PTRI Wina terliba aktif dalam kegiatan pemantauan harga minyak dan penanganan masalah substansi serta diplomasi di berbagai persidangan yang diselenggarakan di OPEC.
 Pentingnya peran yang dimainkan oleh indonesia di OPEC telah membawa Indonesia pernah ditunjuk sebagai  sekjen OPEC dan Presiden Konferensi OPEC,pada tahun 2004,Menteri energi dan Sumber daya mineral (MESDM) Indonesia terpilih menjadi Presiden dan Sekjen sementara OPEC.
  Namun akhir-akhir ini ,status keanggotaan Indonesia di OPEC telah menjadi Wacana perdebatan berbagai pihak di dalam negeri,karena Indonesia saat ini dianggap telah menjadi negara pengimpor minyak.Dalam kaitan ini,Indonesia sedang mengkaji mengenai keanggotaanya di dalam OPEC dan telah membentuk tim untuk membahas masalah tersebut dari segi ekonomi dan politik.


Diplomasi Indonesia di OPEC

Indonesia pada tahun 2008 keluar dari OPEC karna indonesia bukan lagi negara yang mampu mengekspor minyak(net exporter) dan minyak yang diimpor lebih banyak daripada minyak yang diekspor.Menurut Menteri ESDM indonesia “Indonesia sudah mempertimbangkan untuk keluar dari OPEC. Menurut menteri ESDM , Indonesia akan kembali ke OPEC apabila produksi minyak indonesia meningkat dan ekspor minyak lebih besar daripada impor minyak.Dan setelah berdiplomasi dengan OPEC hasilnya indonesia keluar dari OPEC karna sudah tidak bisa menadi negara pengekspor minyak.

Peran Indonesia dalam OPEC

Indonesia memiliki peran penting bagi OPEC yaitu :

Membawa OPEC menjadi lembaga yang dipandang oleh lembaga lembaga internasional.
Menentukan arah dan penentuan kebijakan OPEC.

Analisis Perspektif Liberalisme

Dalam Studi kasus ini kelompok kami menggunakan perspektif liberalisme.Karena dalam studi kasus ini kepentingan milik bersama bukan hanya satu negara saja.Jadi kita menggunakan perspektif liberalisme untuk kepentingan bagi negara OPEC dan negara diluar OPEC.

Hambatan dan Peluang
Secara ekonomi,keanggotaan Indonesia di OPEC membawa implikasi kewajiban untuk tetap membayar iuran keanggotaan senilai US$ 2juta setiap tahunnya,disamping biaya untuk sidang-sidang OPEC yang diikuti oleh Delegasi Indonesia.
OPEC melihat bahwa penurunan tingkat ekspor di beberapa negara anggota OPEC,termasuk indonesia. Disebabkan karena kuragnya investasi baru di sektor perminyakan.
Disamping hambatan-hambatan tersebut ,keanggotaan Indonesia di OPEC akan memberikan berbagai keuntungan Politis,yaitu :
Meningkatkan Posisi Indonesia dalam proses tawar-menawar dalam dunia internasional
Peningkatan solidaritas antar negara berkembang .Di dalam forum-forum OPEC,semua negara anggota memiliki visi dan misi yang sama di bidang energi serta menjadikan OPEC sebagai wahana bersama untuk meningkatkan rasa persaudaraan sesama negara anggota dan negara berkembang lainnya.
Akses terhadap informasi.Sebagai anggota OPEC,Indonesia mendapatkan akses terhadap informasi,baik yang bersifat terbuka dari sekretariat OPEC maupun informasi rahasia mengenai dinamika pasar minyak bumi.





BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
OPEC merupakan organisasi antarpemerintah yang berdiri tahun 1960.OPEC adalah organisasi internasional yang bergerak dibidang minyak bumi (Organization of the petroleum exporting countries).Sejak menjadi anggota OPEC tahun 1962,Indonesia memang pernah berperan aktif dalam penentuan arah kebijakan OPEC namun pada tanggal 6 mei 2008 melalui forum sidang kabinet presiden susilo bambang yudhoyono menyatakan hasil rapat terbatas kabinet membahas soal keanggotaan indonesia di OPEC. Alasan keluardari OPEC menurut Susilo bambang yudhoyono karena indonesia bukan lagi net exporter.Minyak yang diimpor lebih banyak daripada minyak yang diekspor.Apalagi produksi minyak indonesia semakin menurun, Pada mei 2008 indonesia keluar dari keanggotaan OPEC. Lalu, pada masa presiden Joko widodo tepatnya pada mei 2016 indonesia kembali aktif menjadi anggota OPEC.Menteri energi dan sumber daya mineral (MESDM) Sudirman said menyatakan keinginannya indonesia kembali aktif di OPEC agar bisa lebih mudah mengikuti dinamika dalam industri migas jika bergabung dalam organisasi tersebut.

4.2 Saran
Penyusun mengharapkan informasi  yang diberikan dapat secara detail namun penyusunan makalah ini masih belum sempurna dan banyak kekurangannya.hal ini karena singkatnya waktu untuk menyusun makalah dan kesulitan mencari data informasi yang secara spesifik. Maka dari itu kritik dan saran pembaca sangat membantu kami untuk menjadi motivasi dan perbaikan agar lebih baik lagi .



Daftar Pustaka

-Roy,S.L,1995. Diplomasi. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada
-https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/peranan-indonesia-dalam-opec
-https://bisnis.tempo.co/read/699040/begini-cerita-indonesia-keluar-dari-opec-tahun-2008
-Ikbar,Yanuar.1995. Ekonomi Politik Internasional. Bandung : PT.Angkasa
-http://www.opec.org/opec_web/en/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANTANGAN DIPLOMASI MULTILATERAL INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN JOKOWI

DIPLOMASI PADA ERA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY)

MAKALAH SEJARAH DIPLOMASI INDONESIA “KETERLIBATAN INDONESIA DI WTO”