Peran Diplomasi Indonesia Pada Era Presiden Joko Widodo
Dosen : Rachmayani, M.Si
Kelompok 13 :
SEPTIAN DICKY ARDIANSYAH 2014230066
AZIZ MAULANA 2015230127
VERBY BAGAS 2015230076
LUTHFI ANDRIAWAN 2015230135
DEVIRA ANNISA MAHARANI 2016230056
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (IISIP)
JAKARTA
Kelompok 13 :
SEPTIAN DICKY ARDIANSYAH 2014230066
AZIZ MAULANA 2015230127
VERBY BAGAS 2015230076
LUTHFI ANDRIAWAN 2015230135
DEVIRA ANNISA MAHARANI 2016230056
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (IISIP)
JAKARTA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Joko
Widodo yang akrab dipanggil dengan Jokowi resmi menjadi presiden RI pada
tanggal 20 Oktober 2014, sesuai dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor
535/KPTS/KPU/2014 tertanggal 22 Juli 2014 tentang penerapan rekapitulasi
penghitungan perolehan suara tahun 2014 dan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi
RI Nomor 1/PHPU.Pres.12/2014. Dan wakil presiden yang mendampingi Jokowi adalah
Jusuf Kalla.
Dalam
jabatannya sebagai Presiden RI yang menggantikan kepemimpinan Susilo Bambang
Yudhoyono atau SBY bukan berarti masalah-masalah yang ada di dalam negeri dapat
terselesaikan.Dimasa kepemimpinan Jokowi saat ini yang baru saja berjalan
selama kurang lebih 3tahun
2 bulan,
tentu banyak program kerja yang belum terealisasikan dengan baik atau berjalan
dengan lancar. Jokowi mampu menciptakan poin-poin positif.Sebagai contoh, di
awal 100 hari kepemimpinannya Jokowi ditujukan pada isu reformasi tata kelola
migas yang dilakukan kementerian
ESDM.Isu reformasi tata kelola migas mendapat tanggapan positif.Selain isu
reformasi tata kelola migas pemerintahan Jokowi juga berupaya dalam pembenahan industri penerbangan nasional yang
dilakukan kementerian
perhubungan, setelah jatuhnya pesawat Air Asia.Selanjutnya, kegiatan Presiden
Jokowi selama mengikuti pertemuan KTT APEC dan ASEAN, serta kebijakan
penenggelaman kapal asing pencuri ikan juga merupakan poin positif.
Keberhasilan
yang telah dicapai oleh pemerintahan Jokowi sejauh ini adalah sebuah hal yang
besar.Dalam melakukan sebuah diplomasi untuk kepentingan sebuah negara yang
dipimpinnya, Jokowi sudah berusaha dengan baik.Namun, tidak semua yang
direncanakan berjalan dengan baik.Disamping beberapa keberhasilan yang sudah
diraih di masa pemerintahan Jokowi, masih banyak kepentingan negara Indonesia
yang masih diupayakan oleh pemerintahan Jokowi saat ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah yang menjadi bahan
pembahasan dalam makalah ini, yaitu, “Bagaimana peran Diplomasi Indonesia pada
Era Presiden Joko Widodo?”
1.3 Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah yang
telah ditetapkan, tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Diplomasi Indonesia pada Era-Presiden Joko Widodo.
BAB
II
TEORI
DAN KONSEP
2.1 Liberalisme
Berawal
dari premis bahwa sistem internasional merupakan sesuatu yang berhubungan erat
dengan suatu “State of Nature”
internasional, Emmanuel Kant berpendapat bahwa cara satu-satunya agar situasi
ini bisa diatasi adalah menemukan sebuah ‘perdamaian negara’. Kant tidak
membayangkan pembentukan pemerintahan dunia atau menyatukan kedaulatan, tetapi
lebih kepada sebuah federasi yang lebih ‘longgar’ terdiri dari Negara-negara
bebas diperintah oleh aturan hukum, dia tidak melihat situasi ini terwujud secara
kebetulan saja atau dengan cepat.[1]
Pada tahun
1970-an, generasi baru para sarjana liberal mulai membuat serangan-serangan
terhadap dominasi kaum realisme dalam Hubungan Internasional. Perkembangan yang
cepat dalam teknologi, pertumbuhan organisasi-organisasi pada masanya seperti
Komunitas Eropa, dan pengaruh dari berbagai peristiwa seperti krisis minyak
pada tahun 1973 membuktikan tumbuhnya interdependensi dalam hubungan
internasional[2].
Pada masa itu juga muncul salah satu literature kaum liberal tentang hubungan
‘transnasional’ dan ‘masyarakat dunia’ literature ini membuat trobosan yang
signifikan terhadap permisahan-permisahan karakteristik yang kaku seperti inside/outside dan
domestic/internasional yang dipraktekkan oleh kaum realisme. Lebih lanjut lagi,
kaum liberal menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan dari
perusahaan-perusahaan multinasional (MNCs), organisasi internasional
non-pemerintah (NGOs) dan pressure group
sebagai bukti bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya actor penting dalam
hubungan internasional.
Kaum
liberal umumnya mengambil pandangan positif tentang sifat manusia. Mereka
memiliki keyakinan besar terhadap akal pikiran manusia dan mereka yakin bahwa
prinsip-prinsip rasional dapat dipakai pada masalah-masalah internasional. Kaum
liberal mengakui bahwa individu selalu mementingkan diri sendiri dan bersaing terhadap
suatu hal, tetapi merka juga percaya bahwa individu-individu tersebut memiliki
banyak kepentingan dan dengan demikian dapat terlibat dalam aksi social yang
kolaboratif dan kooperatif baik domestic, maupun internasional yang
menghasilkan manfaat besar bagi setiap orang baik di dalam negeri maupun luar
negeri[3].
2.2 Kepentingan
Nasional
Kepentingan
nasional sangat penting untuk menjelaskan dan memahami perilaku internasional.
Konsep kepentingan internasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku
luar negeri suatu negara. Kepentingan nasional juga dapat dijelaskan sebagai
tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mengarahkan para pembuat
keputusan dari suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar negerinya.
Kepentingan nasional suatu negara secara khas merupakan unsur-unsur yang
membentuk kebutuhan negara yang paling vital seperti pertahanan, keamanan,
militer dan kesejahteraan ekonomi (Agung,2014: 35).
Kepentingan
nasional tercipta dari kebutuhan suatu negara. Kepentingan ini dapat dilihat
dari kondisi internalnya, baik dari kondisi politik-ekonomi, militer dan
sosial-budaya. Kepentingan juga didasari akan suatu “power” yang ingin
diciptakan sehingga negara dapat memberikan dampak langsung bagi pertimbangan
negara agar dapat pengakuan dunia. Dengan demikian, kepentingan nasional secara
konseptual digunakan untuk menjelaskan perilaku politik luar negeri dari suatu
negara (Sitepu,2011: 163).
Kepentingan-kepentingan
suatu negara dalam menjelaskan identitas mereka, memiliki kegunaan-kegunaan. Hal
ini dalam penjelasan kepentingan nasional itu sendiri digambarkan oleh
penjabaran James N. Rosenau yang mana penggunaan pertama, sebagai istilah
analitis untuk menggambarkan, menjelaskan atau mengevaluasi politik luar
negeri dan yang berikutnya yaitu sebagai alat tindakan politik yaitu sebagai
sarana guna mengecam, membenarkan ataupun mengusulkan suatu kebijakan (Mas’oe,
1990: 34).
Kepentingan
nasional merupakan kebijakan dari tujuan kebijakan luar negeri negara atau
sebagai suatu bentuk kekuatan strategis. Kepentingan nasional adalah tujuan-tujuan
yang ingin dicapai sehubung dengan kebutuhan bangsa atau negara atau sehubungan
dengan hal yang dicita-citakan. Dalam hal ini, kepentingan nasional yang
relative tetap dan sama diantara semua negara atau bangsa adalah keamanan
(mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayah) serta
kesejahteraan. Kedua hal pokok ini, yaitu keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity),
pasti terdapat serta merupakan dasar dalam merumuskan atau menetapkan
kepentingan nasiona bagi setiap negara (Rudy,2002: 116)
Kepentingan
nasional yang didefinisikan sebagai konsep abstrak yang meliputi berbagai
kategori atau keinginan dari suatu negara berdaulat. Kepentingan nasional
terbagi dalam beberapa jenis, yaitu:
1.
Core/basic/vital interest yakni kepentingan yang sangat tinggi nilainya sehingga
suatu negara bersedia untuk berperang dalam mencapainya. Contohnya seperti
melindungi daerah-daerah wilayahnya, menjaga dan melestarikan nilai-nilai hidup
yang dianut suatu negara.
2.
Secondtary Interest yakni meliputi segala macam keinginan yang hendak
dicapai masing-masing negara namun mereka tidak bersedia berperang dimana masih
terdapat kemungkinan lain untuk mencapainya misalnya melalui jalan perundingan.
Dalam
analisis kepentingan nasional, peran aktor dalam hal ini yakni sebuah negara,
akan mengejar apapun yang dapat membentuk dan mempertahankan, pengendalian
suatu negara atas negara lain. Pengendalian tersebut berhubungan dengan
kekuasaan yang tercipta melalui teknik-teknik paksaan ataupun kerjasama.
Tindakan demikian tergantung dari seberapa besar ‘power’ yang dimiliki negara
tersebut. Negara menggunakan strategi untu mewujudkan kepentingan nasionalnya.
Dalam dunia Internasional, kerjasama juga merupakan tindakan yang dipandang
sebagai panggung atau arena dalam tuntutan-tuntutan yang mana membahas mengenai
kepentingan akan aktor-aktor yang disebabkan karena keterbatasan yang melekat
dalam diri negara yang menjalin kerjasama. Sehingga dalam hal ini negara
berusaha menggunakan kepentingan nasional sebagai komponen yang dirumuskan dan
kemudian diperjuangkan sebagai sebuah “relation”.
2.3 Kerjasama
Internasional
Semua Negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri dalam memenuhi
kebutuhan terlebih dalam meningkatkan perkembangan dan kemajuan negaranya.
Perlu adanya kerjasama dengan Negara lain karena adanya saling ketergantungan
sesuai dengan kebutuhan Negara masing-masing. Perkembangan yang pesat dalam
hubungan luar negeri yang paling penting adalah kerjasama internasional yang dirumuskan
dalam bentuk perjanjian. Setiap perjanjian internasional yang dilaksanakan akan
mengikat suatu Negara yang menyatakan terkait ke dalamnya melalui suatu
peraturan perundang-undangan nasional.[4]
Hubungan dan kerjasama internasional muncul karena keadaan dan kebutuhan
masing-masing Negara yang berbeda sedangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki
pun tidak sama. Hal ini menjadikan suatu Negara membutuhkan kemampuan dan
kebutuhannya yang ada di Negara lainnya. Kerjasama internasional akan menjadi sangat
penting sehingga patut dipelihara dan diadakan suatu pengaturan agar berjalan
dengan tertib dan manfaatnya dapat dimaksimalkan sehingga tumbuh rasa
persahabatan dan saling pengertian antar Negara satu dengan lainnya.
Disamping itu, kerjasama internasional bukan saja dilakukan antara
Negara secara individual, tetapi juga dilakukan antar Negara yang bernaung
dalam organisasi atau lembaga internasional. Mengenai kerjasama internasional,
Koesnadi Kartasasmita mengatakan bahwa kerjasama internasional merupakan suatu
keharusan sebagai akibat adanya hubungan interpedensi dan bertambah
kompleksitas kehidupan manusia dalam masyarakat internasional.[5]
2.4
Perjanjian Internasional
Perjanjian Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah perjanjian
yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk
mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu[6].
Sedangkan menurut ketentuan pasal 1 huruf (a) undang-undang nomor 24 tahun 2000
tentang perjanjian internasional, yang dimaksud perjanjian internasional adalah
perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang dibuat dalam hukum
internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban
di bidang hukum public.[7]
Konvensi tentang Perjanjian Internasional, yang ditentukan dalam
konferensi internasional yang diadakan oleh PBB di Wina, pada 22 Mei 1969 (The Convention on the Law of Treaties),
dalam Pasal 1, menentukan bahwa Konvensi hanya berlaku pada perjanjian
internasional yang dibuat oleh Negara. International
Law Commission (ILC), pada sidangnya yang ke-14 menentukan perjanjian
internasional yang dibuat oleh Organisasi Internasional dari kodifikasi hukum
perjanjian internasional tahun 1969. Namun diakui bahwa makin banyaknya
perjanjian internasional yang dibuat oleh Organisasi Internasional merupakan
kewajiban bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengaturnya. Oleh
karenanya, timbul usul agar Majelis Umum PBB menugaskan ILC untuk membut draf
konvensi yang mengatur tentang perjanjian internasional yang dibuat oleh
Organisasi Internasional.
Berdasarkan Pasal 13(1a) Piagam PBB, majelis Umum PBB mempunyai tugas
untuk mendorong kemajuan hukum internasional (progressive development of international law) dan kodifikasinya.
Guna membantu tugas Majelis Umum dalam bidang kodifikasi dan mendorong kemajuan
hukum internasional maka dibentuklah Komisi Hukum Internasional (International Law Commission),
selanjutnya kita sebut dengan ILC. Mengingat bahwa PBB bukanlah Organisasi
Internasional yang mempunyai sifat super
state maka pembuatan aturan-aturan hukum internasional tetap merupakan hak
Negara-negara. Kewenangan PBB adalah mendorong, membantu, mengharmonisasikan,
dan mewujudkan aturan yang diperlukan.
Kemajuan hukum internasional yang diadakan oleh PBB berguna untuk
memenuhi kebutuhan, adanya aspirasi politik, dan kepentingan dari Negara-negara
dan masyarakat internasioanl secara keseluruhannya. Kebutuhan untuk mengadakan
kemajuan (perkembangan) hukum internasional dan kodifikasinya, selain dilakukan
oleh PBB sendiri atau oleh ILC, sejak 1966 dibentuklah United Nations Commission of International.
Majelis umum PBB telah aktif mengesahkan pengembangan
hukum internasional dan kodifikasinya, misalkan dalam bidang hak-hak asasi
manusia, ruang angkasa, dan masalah-masalah maritim. Pada 1969, selain konvensi
tentang perjanjian internasional antar-negara, juga terbentuk konvensi untuk
misi khusus (Convention on Special
Missions). Dilanjutkan pada 1973, muncul konvensi untuk mencegah dan
menghukum kejahatan internasional terhadap orang-orang yang dilindungi (convention on the prevention and punishment
of crimes against internationally protected persons, including diplomatic
agents) dan pada 1979 dihasilkan konvensi internasional tentang tindakan
melawan penyanderaan (international
convention agains the taking of hostages). Setelah konvensi tentang
perjanjian internasional pada 1969, konvensi internasional tentang suksesi
Negara sehubungan dengan perjanjian internasional (convention on the succession of states with respect to treaties)
diterima pada 1978.
Disamping konvensi-konvensi tersebut, majelis umum PBB masih menganggap
perlunya mengadakan konferensi internasional yang akan membicarakan pembuatan
perjanjian intenasional yang diadakan oleh Negara dan organisasi internasional,
dan antar-organisasi internasional. Oleh karena itu, majelis umum PBB
menugaskan ILC untuk membuat draf konvensi tentang perjanjian internasional
antar-negara dan organisasi internasional atau antar-organisasi internasional
(resolusi majelis umum 2501(XXIV)), 12 November 1969. Pada 1982, majelis umum
PBB, dengan resolusi 37/112. 16 Desember 1982, memutuskan bahwa suatu konvensi
Internasional tentang perjnajian internasional antara Negara denga organisasi
internasional dan antar-organisasi internasional akan dibuat berdasarkan draft
yang dibuat oleh ILC.[8]
2.5 Diplomasi
kata diplomasi diyakini berasal dari kata Yunani “diploun” yang berarti
“melipat”. Menurut Ernest Satow, Burke memakai kata diplomasi untuk menunjukkan
keahlian atau keberhasilan dalam melakukan hubungan internasional dan
perundingan di tahun 1796. Para pakar memberi definisi yang berbeda terhadap
kata diplomasi. Tetapi diantara definisi lain yang dikemukakan oleh pakar,
definisi diplomasi menurut KM Panikkar dalam bukunya The Principle and Pratice of Diplomacy lebih mengena apabila
ditinjau dari konteks hubungan internasional. Dimana menurutnya, diplomasi
dalam hubungannya dengan politik internasional adalah seni yang mengedepankan
kepentungan suatu Negara dalam hubungannya dengan Negara lain.[9]
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Biografi
Joko Widodo
Pemimpin
sederhana, bersih, dan merakyat itulah hal yang banyak melekat pada sosok
Presiden ke 7 Indonesia, Ir.H. Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan
Jokowi. Berasal dari keluarga yang sederhana menyebabkan Jokowi harus merasakan
hidup yang sulit dan keras, sejak ia mulai bersekolah di Sekolah DasarNegeri
111 Tirtoyoso, menjadi seorang kuli panggul, ojek payung dan berdagang sudah ia
jalani sejak kecil hanya untuk membiayai kebutuhan sekolahnya. Lulus Sekolah
Dasar, ia kemudian masuk di SMP Negeri 1 Surakarta kemudian lulus dari sana ia
melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 6 Surakarta. Selepas tamat dari SMA, ia
kemudian mencoba kuliah di perguruan tinggi. Ia kemudian diterima di jurusan
kehutanan di Universitas Gajah Mada
(UGM). Disana ia belajar sangat giat mengenai kayu, teknologi pengolahannya
serta pemanfaatan hingga jokowi dikenal sebagai Juragan Mebel. Jokowi
menyelesaikan kuliahnya tahun 1985, ia kemudian menikah dengan Iriana
Jokowipada tanggal 24 desember 1986 di Solo yang kemudian memberinya tiga orang
anak bernama Gibran Rakabuming, Kaesang Pangarep dan Kahiyang Ayu.
Karier
politik Jokowi dimulai pada tahun 2005, ia dicalonkan menjadi calon Walikota
Solo oleh Parti Kebangkitan Bangsa dan PDI
Perjuangan meskipun ia tidak memiliki pengalaman politik yang cukup, ia
berhasil keluar sebagai pemenang dan menjadi walikota Solo. Kemenangan Jokowi
sebagai Walikota Solo menjadi pijakan awal Jokowi menuju kursi Presiden
Indonesia. Keberhasilan memimpin kota Solo kemudian membuat tokoh Golkar yang
juga mantan wakil presiden, Jusuf Kalla meminta Jokowi untuk maju menjadi
Gubernur. Sempat menolak Jokowi kemudian menerima dan Partai PDI Perjuangan
pimpinan bersama Partai Gerindra resmi mengusungnya pada tahun 2012 sebagai
Calon Gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama atau yang
lebih dikenal dengan sebutan ahok. Belum lama menjabat sebagai Gubernur DKI
Jakarta, PDI Perjuangan melalui mandat dari Megawati Soekarno Putri memberikan
perintah agar Jokowi maju sebagai calon Presiden bersama Jusuf Kalla sebagai wakilnya pada tahun 2014.
3.2 Diplomasi
Indonesia Era Joko Widodo
Presiden Joko Widodo atau yang biasa disapa Jokowi pada
awal masa jabatannya sempat diragukan kemampuannya dalam hubungan dan diplomasi
internasional. Hal itu mengingat latar belakang Jokowi yang dinilai kurang
pengalaman politik luar negeri. Namun, untuk seorang pemimpin yang tidak
memiliki karier diplomatik, dalam dua tahun masa pemerintahan Jokowi dan Jusuf
Kalla, Indonesia mendapat cukup banyak apresiasi untuk kegiatan-kegiatan
diplomasi di kancah internasional. Salah satu langkah penting Pemerintah
Indonesia dalam diplomasi internasional adalah dalam perdamaian dunia,
khususnya menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina dan Kota Suci Yerusalem
(Al-Quds Al-Sharif). Pertemuan luar biasa OKI itu menghasilkan resolusi yang
berisi penegasan kembali posisi negara anggota OKI terhadap permasalahan
Palestina dan Al-Quds Al-Sharif. Negara anggota OKI dan banyak negara lainnya
mengapresiasi inisiatif Pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan perdamaian
di Palestina. Selain itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) OKI Iyaad Madani untuk
kesekian kalinya kembali menyampaikan apresiasi yang tinggi atas inisiatif
Pemerintahan Jokowi dalam upayanya menciptakan perdamaian atas konflik yang
telah berlangsung begitu lama di Palestina.
Penghargaan tersebut disampaikan Sekjen OKI pada
Pertemuan Dewan Menteri Luar Negeri OKI ke-43 yang diselenggarakan di Tashkent,
Uzbekistan pada Selasa (18/10). Sekjen Madani mengatakan, KTT Luar Biasa OKI
ke-5 tentang Palestina dan Al Quds Al Sharif, yang diselenggarakan di Jakarta
pada Maret 2016, merupakan terobosan yang mengingatkan kembali pentingnya
penyelesaian konflik di Timur Tengah secara menyeluruh. Selain mendorong upaya
perdamaian melalui diplomasi, Pemerintah Indonesia juga aktif dalam mengirimkan
personil untuk berbagai misi perdamaian PBB. Indonesia saat ini berada pada
peringkat ke-11 duniadalam daftar negara kontributor terbesar pasukan
pemeliharaan perdamaian PBB. Berdasarkan keterangan dari Kementerian Luar
Negeri RI, Indonesia sejauh ini telah mengirimkan sebanyak 2.867 tentara untuk
misi pemeliharaan perdamaian PBB. Pemerintah Indonesia juga telah mencanangkan
visi pengiriman 4.000 personil untuk pasukan perdamaian PBB hingga 2019.
Selanjutnya, upaya diplomasi untuk perdamaian juga dilakukan Indonesia dalam
forum multilateral dan regional, seperti pada Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia
Tenggara (ASEAN). Pemerintah RI selalu menekankan pentingnya sentralitas ASEAN
untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan, termasuk dalam menyikapi isu
sengketa wilayah di Laut China Selatan (LCS). Pada Juli 2016, diplomasi yang
dilakukan pemerintah RI berhasil meyakinkan semua negara anggota ASEAN untuk
membuat komunike bersama yang memuat pandangan bersama negara ASEAN terhadap
perkembangan situasi di Laut China Selatan. “Kesepakatan ini adalah bukti bahwa
di saat sulit ASEAN dapat bersatu untuk maju demi menjaga rumah dan kepentingan
bersama,” Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi. Upaya untuk mencapai
kesepakatan atas Komunike Bersama ASEAN terkait LCS itu ditempuh melalui proses
yang dinamis dalam pertemuan para Menlu ASEAN ke-49 di Laos. Menlu RI selama
tiga hari melakukan diplomasi marathon dan bertemu dengan para menlu ASEAN
secara terpisah untuk mendorong pencapaian konsensus. Selain itu, pesan
perdamaian juga dibawa oleh Indonesia dalam KTT ASEAN-Amerika Serikat pada
Februari 2016.
Presiden Jokowi memimpin sidang di sesi pembahasan
mengenai terorisme dengan menyerukan pentingnya moderasi, perdamaian, dan
toleransi. Selain menunjukkan kepemimpinan dalam diplomasi untuk pemeliharaan
perdamaian dunia, Pemerintah Indonesia juga secara aktif berupaya mengambil
peran kepemimpinan di tingkat regional dan global.
Presiden Jokowi telah menyampaikan bahwa kepemimpinan
Indonesia di panggung internasional dilakukan sebagai perwujudan dari politik
luar negeri Indonesia yang bebas-aktif. “Memperkuat peran Indonesia dalam kerja
sama global dan regional untuk membangun saling pengertian antar peradaban,
memajukan demokrasi dan peradaban dunia, meningkatkan kerja sama pembangunan
Selatan-Selatan,” ujar Presiden Jokowi, ketika menyampaikan visi Nawacita dalam
politik luar negeri Indonesia. Menurut dia, peningkatan kerja sama
Selatan-Selatan dan Triangular merupakan bagian dari perjuangan membangun kerja
sama internasional dan tantangan dunia yang lebih adil, sejajar dan saling
menguntungkan. Dalam upaya peningkatan kerja sama tersebut, Pemerintah Indonesia
telah memberikan bantuan teknis dan pengembangan kapasitas kepada 600 peserta
dari 76 negara di kawasan Pasifik dan Afrika. Khusus untuk Palestina, Indonesia
telah memberikan 154 program pelatihan dan pembangunan kapasitas untuk 1.774
peserta. Selain itu, Indonesia juga sukses menjadi tuan rumah acara Peringatan
60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) pada April 2015, yang mengangkat tema
“Penguatan Kerja Sama Selatan-Selatan”. Peringatan 60 tahun KAA yang diadakan
di Indonesia itu merupakan suatu ajang solidaritas untuk saling memahami dan
memperkuat hubungan antarnegara di kawasan Asia dan Afrika melalui kemitraan
strategis. Pelaksanaan KAA 2015, yang juga memperingati 10 tahun Kemitraan
Strategis Asia-Afrika, dimaksudkan untuk memberi pengaruh positif bagi
pembangunan dan kesejahteraan rakyat di setiap negara di kawasan Asia-Afrika.
Sepak terjang diplomasi pemerintah Indonesia di tingkat global bukan hanya
dilakukan dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang ekonomi. Terkait
diplomasi internasional di bidang ekonomi, belum lama ini Indonesia untuk
pertama kalinya diundang dalam Pertemuan G7 Outreach dengan tema “Stabilitas
dan Kesejahteraan di Asia serta Pembangunan Berkelanjutan, Pemberdayaan
Perempuan”. Negara-negara yang diundang dalam pertemuan tersebut merupakan
negara yang dinilai memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik selama beberapa
tahun terakhir.
Dalam kesempatan itu, Indonesia mewakili kepentingan
ekonomi dari negara-negara berkembang dalam skema ekonomi global. Untuk itu,
pada pertemuan G7 Outreach, Presiden RI menjadi pembicara utama pada sesi
pembahasan tentang stabilitas dan kesejahteraan di Asia. Tidak hanya di G7,
Indonesia juga melakukan diplomasi ekonomi di tingkat global melalui kelompok
G20. Pemerintah RI mendorong negara anggota G20 untuk menyinergikan kebijakan
fiskal, moneter, dan reformasi struktural untuk perbaikan ekonomi dunia. Selain
di tingkat global, Pemerintah Indonesia juga menerapkan diplomasi ekonomi di
tingkat regional. Upaya diplomasi yang terus dilakukan pemerintah Indonesia di
tingkat regional salah satunya difokuskan untuk meningkatkan kerja sama maritim
– salah satunya di ASEAN – untuk mewujudkan visi Indonesia menjadi poros
maritim dunia. Dalam Pertemuan ke-20 Dialog ASEAN-Korea Selatan di Pyeongchang
pada Juni 2016, Indonesia mendorong negara ASEAN dan Korsel untuk memaksimalkan
kerja sama maritim pada aspek politik, keamanan, ekonomi, serta sosial dan
budaya. Dalam pertemuan itu, pemerintah Indonesia menekankan pentingnya upaya
perlindungan dan pelestarian ekosistem dan sumber daya laut dari kegiatan yang
merugikan, seperti penangkapan ikan secara liar (illegal, unreported, and
unregulated/IUU Fishing). “Hal ini krusial mengingat sumber daya laut itu vital
bagi kehidupan dan terkait erat dengan ketahanan pangan, ketenagakerjaan, dan
pertumbuhan ekonomi di kawasan,” ujar Direktur Mitra Wicara dan AntarKawasan
Kemlu RI Derry Aman. Selanjutnya, diplomasi ekonomi yang diterapkan pemerintah
dalam masa pemerintahan Jokowi memang menempatkan diplomasi pro-rakyat sebagai
penghulu kebijakan luar negeri, dengan tujuan utama untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Untuk itu, Pemerintah Indonesia mengajak seluruh negara
anggota ASEAN meningkatkan kerja sama pemberdayaan usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM) serta pembangunan infrastruktur dan konektivitas, yang pada
gilirannya dapat membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi rakyat. Di masa
depan, kegiatan diplomasi dan politik luar negeri harus lebih melibatkan
seluruh elemen bangsa, termasuk masyarakat sipil, guna mendorong agar Indonesia
memiliki peran dan pengaruh yang lebih besar di tingkat regional maupun global.
Namun, yang paling penting adalah politik luar negeri dan diplomasi yang
dilakukan dapat diabdikan untuk kepentingan nasional, guna mencapai tujuan
pembangunan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia[10]
Dalam
pidatonya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-9 East Asia
Summit (EAS) tanggal 13 November 2014 di Nay Pyi Taw, Myanmar,
Presiden Jokowi menegaskan konsep Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia sehingga
agenda pembangunan akan difokuskan pada 5 (lima) pilar
utama, yaitu: Membangun
kembali budaya maritim Indonesia. Menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan pangan
laut dengan menempatkan nelayan pada pilar utama. Memberi prioritas pada pembangunan infrastruktur dan
konektivitas maritim dengan membangun tol laut, deep
seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim.
Menerapkan diplomasi maritim, melalui usulan
peningkatan kerja sama di
bidang maritim dan upaya
menangani sumber konflik,
seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan,
dan pencemaran laut dengan penekanan bahwa laut harus menyatukan berbagai
bangsa dan negara dan bukan
memisahkan. Membangun
kekuatan maritim sebagai bentuk tanggung jawab menjaga keselamatan pelayaran
dan keamanan maritim.Presiden Jokowi menghadiri KTT
tersebut bersama seluruh Kepala Negara/Pemerintahan negara anggota
ASEAN, Republik Korea Selatan, Republik Rakyat Tiongkok, Jepang, Australia,
Selandia Baru, India, Amerika Serikat, Rusia, dan Sekretaris-Jendeal ASEAN.
Sekretaris-Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa dan Presiden Asian
Development Bank juga hadir sebagai guest of the Chair. Presiden Jokowi juga menyerukan untuk
meningkatkan kerja sama
maritim menjadi lebih erat secara damai dan bukan sebagai ajang perebutan sumber daya alam maupun supremasi
maritim. Terkait Laut Tiongkok Selatan, Presiden Jokowi menyambut baik komitmen untuk mengimplementasikan secara penuh dan
efektif Declaration
of Conduct (DoC) in the South China Sea dan mendorong penyelesaian Code of Conduct (CoC) in the South China Sea secepat
mungkin melalui konsultasi.EAS merupakan suatu forum regional yang dibentuk pada 14 Desember 2005
di Kuala Lumpur. Negara peserta EAS berjumlah 18negara, yaitu 10
negara anggota ASEAN dan 8 negara Mitra Wicara ASEAN, yakni Australia, India,
Jepang, Korea Selatan, RRT, Selandia Baru, Amerika Serikat dan Rusia. EAS
merupakan platform dimana para Pemimpin negara peserta EAS
bertemu dan melakukan tukar pikiran mengenai berbagai isu politis dan strategis
di kawasan.[11]
Kehadiran Presiden Joko Jokowi' Widodo pada Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) APEC, ASEAN, dan G20 merupakan ujian pertama, langsung,
dan nyata bagi reorientasi politik luar negeri Indonesia (Polugri) pada 2014-2019.
Orientasi polugri pemerintahan Jokowi tidak lagi menganut thousand friends zero
enemies seperti pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Reorientasi
polugri di era pemerintahan Jokowi mengarahkan Indonesia menjadi poros maritim
dunia. Pelaksanaan
reorientasi itu tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Reorientasi lebih diarahkan pada upaya mengambil manfaat sebesar-besarnya dari
diplomasi Indonesia (termasuk pada ketiga KTT itu) bagi kepentingan nasional
Indonesia. Dalam rangka itu, Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari
Marsudi telah mencanangkan 'diplomasi untuk rakyat' (diplomacy for people atau
people's diplomacy). Diplomasi ini sebagai komitmen serius Menlu Retno
mewujudkan visi dan misi Presiden Jokowi dalam polugri. Melalui diplomasi untuk
rakyat ini, orientasi diplomasi Jokowi tentu saja diharapkan dapat memberikan
warna berbeda dalam praktek diplomasi ekonomi pada ketiga KTT itu.Setelah 10
tahun pemerintahan Presiden SBY berhasil mengangkat citra Indonesia dalam
diplomasi internasional, orientasi polugri Jokowi dan Kabinet Kerja adalah
'mengisi' arti penting dari diplomasi yang diabdikan untuk mandiri dalam
politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya di antara
bangsa-bangsa di dunia. Dengan demikian, diplomasi yang berorientasi inwards-
looking menjadi lebih penting bagi Presiden Jokowi dan Menlu Retno daripada
sekedar membangun citra. Pada KTT APEC di Beijing, Presiden
Jokowi telah melakukan beberapa terobosan diplomatik. Pertama, Jokowi menunjukkan
praktik riil diplomasi ekonomi untuk membangun kekuatan maritim. Presentasi
Jokowi di depan forum CEO menegaskan komitmen Jokowi sebagai pimpinan tertinggi
diplomasi Indonesia dalam salesmanship berbagai peluang investasi di Indonesia.
Demikian pula diplomasi blak-blakan Jokowi untuk langsung berdiplomasi mengenai
peluang kerjasama dengan beberapa negara. Kedua, Jokowi tetap 'blusukan' selama
di Beijing. Kunjungan ke pembangkit listrik tenaga batubara dan pelabuhan di
Tianjin merupakan upaya serius Jokowi mewujudkan visi dan misi pemerintahannya.
Diplomasi model 'blusukan' di tengah kunjungan ke negara lain ini perlu dilihat
sebagai bagian penting untuk melihat dan mendengar langsung prestasi
pembangunan di negara lain. Apalagi diplomasi 'blusukan' itu terkait erat
dengan pembangunan maritim di Indonesia. Ketiga, kehadiran Presiden Jokowi di
forum multilatetal APEC ternyata lebih banyak didominasi oleh diplomasi
bilateral dalam rangka membangun kemitraan strategis. Jika forum multilateral
lebih banyak bertujuan membangun citra internasional, maka pertemuan bilateral
diharapkan lebih memberi hasil nyata bagi perekonomian domestik. Pada
KTT APEC, ASEAN, dan G20, Presiden Jokowi memang berkesempatan menjelaskan visi
dan misinya dalam pembangunan ekonomi pada 2014-2019. Pidato Presiden Jokowi
lebih banyak merupakan formalitas atau perkenalan sebagai 'pemain' baru di
panggung internasional. Sebaliknya, berbagai pemimpin dunia akan
mengidentifikasi peluang-peluang kerjasama dengan pemerintahan baru di Indonesia.
Identifikasi itu juga termasuk sejauh mana perubahan dan kesinambungan dalam
orientasi, program, dan sektor kerjasama. Meskipun demikian, pertemuan
bilateral menjadi forum penting bagi Presiden Jokowi untuk menegaskan perubahan
dan kelangsungan kerjasama bilateral selama ini. Pertemuan bilateral dengan
Presiden Tiongkok Xi Jinpin, Presiden AS Barack Obama, Presiden Russia Vladimir
Putin, Presiden Vietnam Truong Tan Sang, dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe
didasarkan kepentingan bilateral masing-masing. Sektor ekonomi (maritim)
menjadi tema paling dominan dalam forum-forum bilateral itu. Sedangkan dengan
AS, Presiden Jokowi lebih mempertajam kerjasama dalam bidang
pertahanan-keamanan. Melalui
kemitraan strategis, hubungan bilateral dibangun dalam kerangka kerjasama yang
lebih bersifat mengikat dan meliputi beberapa bidang prioritas. Presiden SBY
telah mengembangkan kemitraan strategis dengan berbagai negara. Oleh karena
itu, Presiden Jokowi perlu mempertajam dan mempertegas bidang-bidang kerjasama
itu sesuai dengan visi maritimnya. Pertimbangan utama dalam diplomasi
bilateral di bidang ekonomi adalah memaksimalkan kepentingan nasional dan manfaatnya
bagi rakyat Indonesia.
Keberpihakan kepada rakyat, kepemilikan domestik, penguatan
produsen domestik, dan akses masyarakat terhadap kerjasama bilateral itu
merupakan beberapa isu sensitif dalam proses keterlibatan asing pada
pembangunan Indonesia. Penegasan isu-isu ini penting agar kerjasama bilateral
yang diinisiasi oleh Presiden Jokowi dapan memberdayakan kemampuan ekonomi
nasional. Ujian
pertama diplomasi Presiden Jokowi pada KTT APEC tampaknya telah berhasil
dijalankan. Kehadiran Presiden Jokowi pada KTT APEC itu seakan menjadi 'magnet'
baru dalam kerjasama regional di kawasan Asia Pasifik. Diplomasi bilateral
telah dijalankan dan komitmen kelanjutan kerjasama telah disampaikan. Namun
demikian, yang lebih penting adalah bukti bahwa diplomasi itu dapat memberi
manfaat riil dan langsung bagi rakyat Indonesia.[12]
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno L.P.
Marsudi menyampaikan capaian Politik Luar Negeri Indonesia tiga tahun masa
Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kala kepada pemimpin redaksi serta awak
media nasional dan asing di Gedung Pancasila, Kamis (26/10). Menteri Luar
Negeri perempuan pertama Indonesia ini membuka Press Briefing dengan
memperkenalkan lima pejabat setingkat Eselon I dalam jajaran Kementerian yang
dipimpinnya. Pertama Damos Dumoli Agusman menjabat sebagai Dirjen Hukum
dan Perjanjian Internasional; kedua Cecep Herawan menjabat sebagai Dirjen
Informasi dan Diplomasi Publik; ketiga Febrian Alphyanto Ruddyard menjabat
sebagai Dirjen Multilateral; keempat Duta Besar Priyanti Gagarin Djatmiko
Singgih menjabat sebagai Staf Ahli Politik, Hukum dan Keamanan, dan
kelima Mahendra Siregar menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Luar
Negeri Untuk Penguatan Program-Program Prioritas. Beberapa kilas balik yang
menjadi highlight dan menonjol selama tiga tahun terakhir yang
diangkat Menlu Retno Marsudi antara lain mengenai Diplomasi Kemanusiaan di Rakhine State, Isu Palestina dan Perlindungan
WNI di luar negeri, Diplomasi Ekonomi.
3.1.1 Diplomasi Kemanusiaan
Indonesia untuk Rakhine State
Indonesia
melihat adanya krisis kemanusiaan dan kompleksitas masalah di Rakhine State.
Indonesia melihat situasi ini memilih untuk tidak duduk berdiam diri saja.
Indonesia memilih untuk menjalankan mesin diplomasi berupaya untuk berbuat
sesuatu dengan tujuan membantu para korban. Indonesia telah menyampaikan concern dan
juga concern dunia internasional agar situasi tidak memburuk,
dan juga menawarkan bantuan kemanusiaan. Mesin diplomasi telah dan terus
bekerja secara penuh menjalankan misi kemanusiaan untuk membantu penyelesaian
krisis kemanusiaaan di Rakhine State.
Indonesia
merupakan negara pertama yang berada di Myanmar dan Bangladesh
setelah new cycle of violence terjadi pada tanggal 25 Agustus
2017. Trust yang dimiliki Indonesia dari dua negara tersebut
kita gunakan untuk membantu saudara-saudara pengungsi yang ada Rakhine State
dan di Bangladesh. Trust tersebut tidak dimiliki oleh semua
negara.
Pada
pertemuan di Yangoon, Indonesia menyampaikan formula 4+1 (formula four plus
one) bagi penyelesaian Rakhine State, selain itu Indonesia juga
menjembatani komunikasi antara Myanmar dan Bangladesh. Setidaknya sudah terjadi
tiga kali pertemuan antara Myanmar dan Bangladesh, yang terakhir adalah
pertemuan atau kunjungan Menteri Dalam Negeri Bangladesh ke Myanmar.
Dari
aspek bantuan kemanusiaan, Indonesia telah menyampaikan bantuan kemanusiaan,
baik ke Rakhine State maupun ke Bangladesh. Indonesia membuka pintu bagi ASEAN Humanitarian
Assistance Centre (AHA Centre) untuk pengungsi Rakhine State. Saat
ini deployment bantuan telah disampaikan AHA
Centre ke Rakhine State dan diserahterimakan melalui instansi terkait
di Yangon. Pengiriman dan penyampaian bantuan tersebut dipantau Menlu Retno
melalui laporan dan masukan yang diterima.
Indonesia
juga mendorong agar laporan rekomendasi Kofi Annan dapat diimplementasikan.
Dalam pertemuannya Mentri luar negeri Indonesia dengan Daw Aung San Su Kyii
pada 12 Oktober 2017, mendorong tiga
butir rekomendasi dapat diimplementasikan. Tiga butir tersebut, yaitu
(1). Repatriation and humanitarian assistance, (2). Reconstruction
and rehabilitation serta (3). Development and
durable peace.
Indonesia
selalu juga diminta saran dalam setiap pembahasan isu Rakhine State
termasuk Dewan Keamanan PBB dan Kantor Sekjen PBB. Peran diplomasi kemanusiaan
Indonesia untuk Rakhine State tidak dimulai pada tahun 2017. Bahkan sebelumnya
pada tahun 2015 mesin diplomasi Indonesia untuk Rakhine State sudah berjalan.
Indonesia saat itu juga melakukan maraton diplomasi. Bedanya di tahun 2015
Indonesia menerima influx pengungsi dari Myanmar maupun
Bangladesh kurang lebih 1800 orang.
Indonesia
ikut berkontribusi dalam menangani akar masalah, antara lain dengan menjadi
tuan rumah dalam Jakarta DeclarationRoundtable Meeting on the
Rootcauses of Irregular Movement of Persons pada November 2015.
Kontribusi serupa dalam penanganan akar masalah dilakukan melalui
penyelenggaraan interfaith dialogue antara Indonesia-Myanmar .
Hal ini dilakukan pertama kali dengan tujuan untuk menanamkan dan sharing nilai-nilai
toleransi dan harmoni. Semua langkah diplomasi Indonesia yang telah dilakukan
oleh mesin diplomasi tersebut dilakukan secara konstruktif tanpa kegaduhan.
3.1.2 Diplomasi Indonesia
untuk Palestina
Diplomasi
Indonesia dalam membantu perjuangan rakyat Palestina, dalam berbagai kesempatan
Menlu Retno selalu menyampaikan bahwa perjuangan Palestina ada di jantung
politik luar negeri Indonesia. Setiap helaan napas diplomasi Indonesia
disitu selalu ada Palestina, oleh karena itu diplomasi Indonesia atau upaya
Indonesia tidak pernah berhenti untuk membantu Palestina. Konsulat kehormatan
Republik Indonesia di Ramalah merupakan langkah pertama untuk mendekatkan
diri dengan rakyat Palestina. Pada 2016 Indonesia menjadi tuan rumah KTT
Luar Biasa OKI ke 15 mengenai Palestina dan Al Quds Al Syarif.
Sebelumnya pada tahun 2015 Indonesia menjadi tuan rumah International
Conference on the question of Jerusalem. Indonesia aktif dalam Peace
Conference yang diinisiasi oleh Perancis. Indonesia juga menjadi
pihak yang mendorong pertemuan tingkat menteri OKI pasca kerusuhan
yang terjadi di Yerusalem. KTM-OKI dilangsungkan di Istambul pada Agustus 2017.
Indonesia juga memperkuat capacity building bagi rakyat
Palestina, sejauh ini Indonesia telah memberikan pelatihan terhadap ribuan
warga negara Palestina yang mencakup beberapa program unggulan. Menlu
menegaskan kita tidak akan menyurutkan diplomasi kita untuk membela Palestina.
3.1.3 Diplomasi
Perlindungan
Perlindungan
bagi Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia di Luar
negeri. Tantangan pelaksanaan perlindungan
WNI semakin besar, namun Indonesia tidak
akan surut dan mundur. Karena sudah menjadi komitmen pemerintah menjalankan
perlindungan tersebut dengan sepenuh hati. Fokus perlindungan WNI
di luar negeri dilakukan dengan memperkuat sistem perlindungan.
Sistem perlindungan dengan menggunakan data, teknologi dan inovasi.
Yang pertama dengan integrasi database, kedua dengan peluncuran beberapa
aplikasi temasuk mobile safe travel, ketiga dengan
peluncuran aplikasi baru dengan SMS blast, keempat dengan
memperbaiki pelayanan dan kualitas perlindungan. Data perlindungan WNI yang
telah berhasil dicapai dalam tiga tahun, Kemlu telah berhasil
menyelesaikan sebanyak 27.341 kasus. Membebaskan 144 WNI dari ancaman
hukuman mati. Melakukan repatriasi 181.942 WNI yang memiliki masalah
termasuk overstayers. Melakukan evakuasi 16.426 WNI dari berbagai
wilayah konflik, perang dan bencana alam. Sukses lainnya adalah membebaskan 31
sandera WNI dari Filipina dan Somalia. Selanjutnya Kemlu berhasil mengembalikan
hak finansial WNI yang mengalami permasalahan di luar negeri yang nilainya
mencapai sebesar 388 miliar. Hal ini dapat dilakukan melalui
pendampingan hukum yang diberikan oleh Perwakilan. Untuk memperbaiki situasi
penyediaan pendidikan dasar bagi anak-anak TKI yang bekerja di perkebunan
kelapa sawit di Malaysia. Dalam tiga tahun, Indonesia telah berhasil
menambah 16 Community Learning Center di Sabah dan Sarawak,
sehingga total CLC mencapai 255. Kementerian Luar Negeri telah melakukan
kerja sama dengan tujuh Kementerian/Lembaga untuk meningkatkan penanganan
penyelundupan dan perdagangan manusia. Kemlu juga melakukan penguatan capacity
building perlindungan WNI di 60 kabupaten/kota tempat sebagian besar
TKI berasal. Terakhir kegiatan peningkatan kapasitas tersebut dilakukan di Lombok.
Berpedoman pada arahan Presiden Joko Widodo bahwa kerja menteri harus
berorientasi kepada rakyat dan membumi. Kemlu dalam 3 tahun era “Kerja Nyata”
juga mengedepankan diplomasi untuk kepentingan rakyat. Diplomasi bukan lagi
kerja elitis, melainkan harus bersifat melayani. Tugas perlindungan warga
negara Indonesia (WNI) diluar negeri kini menjadi pola pikir utama para
diplomat, terutama duta besar dan konsul jendral.
Kerja
perlindungan Indonesia semakin tampak nyata di era Joko Widodo. Misalnya, pada
2015 kemlu berhasil mengevaluasi ribuan WNI dari Yaman. Pada juli 2016, kemlu
juga memulangkan ratusan WNI yang terjebak diberbagai bandara di Turki saat
negara itu menghadapi percobaan kudeta. Kasus perlindungan lainnya adalah
pemulangan 283 calon jemaah haji Indonesia yang memakai paspor palsu Filipina.
Masih di tahun 2016, upaya pembebasan sandera menjadi catatan keberhasilan
tersendiri bagi kemlu, termasuk pembebasan 25 sandera dari tangan kelompok
penjahat Abu Sayyaf dan empat WNI yang dibebaskan dari perompak Somalia setelah
disandera selama 4,5 tahun.
Perlindungan WNI mencakup banyak aspek termasuk penyelesaian masalah
pembayaran gaji antara tenaga kerja indonesia (TKI) dan majikannya,
perlindungan terhadap korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dan WNI
yang terjerat kasus hukum seperti ancaman mati atau seperti kasus Siti Aisyah
yang dituduh membunuh Kim Jong-nam, saudara tiri pemimpin Korea Utara Kim
Jong-un.
3.1.4 Diplomasi Ekonomi
Kondisi
ekonomi global dalam tiga tahun terakhir diwarnai pertumbuhan 3-3,1% dengan
rendahnya pertumbuhan perdagangan, banyak negara menerapkan kebijakan
proteksionis sehingga meningkatkan resiko dagang dan investasi
internasional. Indonesia terus melakukan perbaikan sistem investasi sehingga
akhirnya berhasil mendapatkan pengakuan investment grade. Diplomasi
ekonomi sangat penting artinya untuk ditingkatkan karena dengan situasi
yang belum kondusif maka diplomasi ekonomi perlu ditingkatkan. Salah
satunya dengan membuka pasar non tradisional untuk produk-produk Indonesia
terutama ke Afrika, Asia Selatan dan Tengah, Amerika Selatan. Sebagai
ilustrasi adalah pada 2016 peningkatan perdagangan Indonesia dengan
sejumlah negara Afrika : Madagaskar meningkat lebih dari 112%, Chad
meningkat 207%, Zimbabwe 223%, Gabon 562%, Congo 566%, Zambia
637%, dan Rwanda naik 17 kali lipat. Upaya mendorong kedekatan bisnis
Indonesia-Afrika dilakukan dengan meningkatkan intensitas kunjungan tidak
hanya di tingkat pejabat pemerintah, namun juga pada tingkat
swasta. Indonesia telah melakukan perundingan perdagangan dalam kerangka
PTA dengan beberapa kelompok ekonomi di Afrika untuk mendapatkan penurunan
tarif perdagangan. Tantangan perdagangan dengan Afrika adalah tingginya tarif
bagi sebagian produk-produk Indonesia. Tahun 2018 Indonesia-Afrika Forum akan
digelar untuk pertama kali dengan tujuan mendekatkan interaksi pihak swasta
Indonesia-Afrika. Pada tahun 2015, perundingan CEPA dilakukan dengan Jepang,
Hong Kong, Korea dan Afsel, sementara Regional Economic
Partnership dilakukan 10 negara ASEAN dan 6 negara mitra. Pada 2016,
16 kali perundingan dilakukan dengan Uni Eropa. Diplomasi ekonomi telah
dilakukan untuk meningkatkan perdagangan untuk tahun 2016. Pada 2017 sudah
dilakukan 11 kali perundingan untuk menyelesaikan FTA dan CEPA. Perwakilan RI di
luar negeri juga terus mendorong partisipasi pengusaha asing dalam Trade
Expo Indonesia (TEI). Pada 2017 transaksi TEI mencapai
hampir 1 miliar USD dengan penandatanganan 31 kontrak dagang. Tim Pokja
Diplomasi Indonesia dan Perwakilan RI telah memfasilitasi lebih dari
35.000 pelaku usaha Indonesia untuk menangani informasi yang diperlukan
sekaligus mengadakan matchmaking. Satu hal menonjol dalam diplomasi
ekonomi adalah upaya untuk memperkuat kemampuan industri strategis
Indonesia. Indonesia telah berhasil menjual produk industri strategis
seperti kereta api PT INKA dan pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia.
Bangladesh
telah membeli sebanyak 400 gerbong kereta api, 150 sudah dikirim dan 250
gerbong yang sudah ditandatangani kontraknya. Pesawat CN 235 banyak
dipakai di beberapa negara Afrika dan investasi produk-produk Indonesia
seperti mie instan di Afrika dan juga di beberapa negara Eropa antara lain di
Serbia dengan total nilai investasi 11 juta USD. Indonesia saat ini
sedang menggerakan sejumlah perundinga ekonomi penting, yaitu dalam konteks Comprehensive Economic Partnership Agreement(CEPA), Free Trade Agreement (FTA), Prefential Trade Agreement (PTA),
serta akan memulai negosiasi Bilateral
Investment Treaty (BIT) generasi baru.
3.2Analisa
Selama
tiga tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo, kebijakan luar negeri
Indonesia kedodoran dalam dinamika perubahan kawasan Asia Pasifik dan laju
gelombang globalisasi.
Banyak
persoalan internasional harus dihadapi Presiden Jokowi sampai 2019. Diplomasi
ekonomi yang didengungkan pada awal pemerintahannya tidak memiliki bentuk dan
tidak mencapai harapan mendorong kerjasama internasional lebih luas. Pandangan
ke dalam (inward looking) sebagai konsekuensi logis perilaku populist yang mendorong
nasionalisme ternyata tidak memadai meyakinkan dunia internasional perlunya
mengembangkan ekonomi dan bisnis dengan Indonesia.
Perubahan
drastis di lingkungan strategis kawasan Asia Pasifik tidak disertai dengan
langkah-langkah antisipasi antisipasi memadai menjadikan Indonesia sebagai
jangkar stabilitas dan perdamaian di kawasan, terutama terkait klaim tumpang
tindih kedaulatan di Laut Selatan. Persoalan di dalam organisasi ASEAN
memberikan indikasi "mati suri" ketika berhadapan dengan kebangkitan
RRT yang semakin asertif, konflik etnis dan kepercayaan yang mendalam, serta
meningkatnya ketidakpastian menuju terbentuknya masyarakat ASEAN.
Terpilihnya
Donald Trump sebagai Presiden AS menggantikan Barack Obama menghadirkan banyak
persoalan baru mulai dari isu kebijakan militerisasi Jepang sebagai pembagi
payung keamanan yang disediakan AS selama ini, hingga rudalisasi dan
nuklirisasi kawasan di Laut Selatan sampai ke Semenanjung Korea.
Maritim
sebagai poros baru pandangan politik luar negeri Indonesia berhenti pada
retorika dan tidak mampu diaktualisasikan dalam model kerjasama ataupun
kebijakan dasar kepentingan nasional Indonesia.
Ada
beberapa faktor menyebabkan Presiden Jokowi kewalahan memberikan fokus
perhatian masalah kebijakan luar negerinya. Pertama, politik domestik menekan
pilihan-pilihan kebijakan luar negeri Indonesia, mulai dari isu kepercayaan
mengganggu keharmonisan antarumat, kerjasama luar negeri dijadikan isu liar
masuknya tenaga kerja asing, persoalan keadilan dan hukum, serta isu-isu
lainnya.
Kedua,
internasionalisasi demokrasi di lingkungan strategis Asia Tenggara menyebabkan
keretakan mengancam kesepakatan dan kesepahaman Traktat Kerjasama dan
Persahabatan (TAC) ASEAN. Pelecehan etnis dan kemanusiaan di Myanmar atau
pembunuhan ekstrayudisial di Filipina menyebabkan terjadinya intervensi urusan
domestik negara anggota, mengacaukan kohesi dan persatuan organisasi regional
yang ada.
Kebijakan
luar negeri Indonesia di bawah Presiden Jokowi menjadi anomali, tidak
berbentuk, bergerak liar tanpa strategi jangka panjang. Di bawah tekanan
pertumbuhan ekonomi dan keterbatasan dana pemerintah, strategi maritim
Indonesia berjalan di tempat, tidak menjadi norma dan nilai baru kepeloporan
Indonesia di tengah percaturan regional dan global.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Meskipun
Indonesia bukanlah negara yang memiliki ideologi Islam (syariah), tetapi tetap
menjadi figur penting dalam OKI, Indonesia dalam OKI memainkan peranan penting
mulai dari contoh bagaimana Islam dapat berbaur dalam keragaman, menjadi tuan
rumah KTT OKI, hingga menjadi pelopor bagi deklaras-deklarasi OKI. Indonesia
banyak berperan dalam penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina,
Indonesia memilih untuk mencari solusi terbaik bagi kedua pihak sembari terus
mendukung Palestina untuk dapat menjadi negara merdeka dan berdaulat.
Hanya saja,
masih banyak pekerjaan rumah yang harus Jokowi selesaikan di masa sisa periode
kepemimpinannya. Poros Maritim Dunia masih sebatas retorika dan jalan di
tempat. Proyek infrastruktur yang banyak memakan dana pinjaman asing perlu
ditinjau kembali secara komperehensif sehingga tidak menjadi bom waktu yang
meledak di kemudian hari. Semoga di sisa waktu pemerintahannya ini, kebijakan
luar negeri Indonesia lebih berbentuk, tidak bergerak liar tanpa strategi
jangka panjang yang hanya menjadi anomali.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku:
Huntington,
Samuel. 1996. The Clash of Civilization
and the Remaking of World Order. New York: Simon & Schuster.
Jackson,
Robert and George Sorensen. 2007. Introduction
to International Relations; Theories and Approaches, 3rd edition.
New York: Oxford Univesity Press.
Krasner,
Stephen D. 1983. Structural Causes and
Regine Consequences; Regines as Intervening Variables. New York: Cornell
University Press, Ithaca.
Kusumaatmadja,
Mochtar. 1997. Pengantar Hukum
Internasional. Jakarta: Binacipta.
Roy,
S.L. 1995. Diplomasi. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Stean,
Jill and Llyod Pettiford. 2009. Hubungan
Internasional; Perspektif dan Tema. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Teuku,
Rudy May. 1998. Administrasi dan
Organisasi Internasional. Bandung: Refika Aditama.
Ula,
Mutammimul. 2009. Indonesia dan
Organisasi Konferensi Islam (OKI). Jakarta: Pustaka Inovasi.
Jurnal Ilmiah:
Zulkifli.
2012. Kerjasama Internasional sebagai
Solusi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara; Studi Kasus Indonesia.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Dokumen:
Pasal
1 huruf (a) UU No. 24 Tahun 2000, Mengenai Perjanjian Internasional.
Web:
Situs Resmi Organisasi Kerjasama Islam
www.oic-oci.org
(Diakses 29 Oktober 2017)
www.usu.ac.id
(Diakses 30 Oktober 2017)
Indonesian Journal of
International Law (Diakses
30 Oktober 2017)
Revitalisasi
Peran Indonesia di Organisasi Kerjasama Islam:
http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-1/politik-internasional/443-revitalisasi-peran-indonesia-di-organisasi-konferensi-islam-oki
(Diakses 1 November 2017)
Dampak
Resolusi dan Deklarasi Jakarta di KTT OKI diragukan
Organisasi Kerjasama
Islam dan Deklarasi Jakarta
Kemlu:
[1] Jill
Steans and Llyod Pettiford, 2009, Hubungan
Internasional; Perspektif dan Tema, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hlm. 94
[3] Robert
Jackson and George Sorensen, 2007, Introduction
to International Relations; Theories and Approaches 3rd edition,
Oxford University Press: New York, hlm. 175
[4]
Zulkifli, 2012, Kerjasama Internasional
sebagai Solusi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara; Studi Kasus Indonesia,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. Hlm. 17-18
[5]
Zulkifli, 2012, Kerjasama Internasional
sebagai Solusi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara; Studi Kasus Indonesia,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. Hlm. 18-20.
[6]
Mochtar Kusumaatmadja, 1982, Pengantar
Hukum Internasional. Cet. Keempat.
[9]S. L. Roy, Diplomasi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm 3.
Komentar
Posting Komentar